Beranda » Dilema Etika Seorang Profesi Akuntan Dalam Pengambilan Keputusan Etis

Dilema Etika Seorang Profesi Akuntan Dalam Pengambilan Keputusan Etis

Profesi seorang akuntan keberadaannya sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, seorang akuntan harus menjungjung tinggi etika sebagai sebuah profesi. Isu etika akuntan telah menarik publik, di Indonesia sendiri isu ini berkembang seiring terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan internal ataupun akuntan pemerintah. Dari pelanggaran etika akuntan publik yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Dewan Kehormatan IAI periode 1990 – 1994 yang menyebutkan dari 53 KAP terdapat 21 kasus. Hasil riset BPKP terhadap 82 KAP selama tahun 1994 sampai dengan tahun 1997 terdapat KAP yang tidak memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik sebesar 91,83 persen, tidak menerapkan system Pengendalian Mutu sebesar 82,39 persen, tidak mematuhi Kode Etik sebesar 9,93 persen, dan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan sebanyak 5,26 persen.

Sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi dalam hal etika dan dituangkan dalam aturan yang khusus. Dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut biasa disebut dengan kode etik yang merupakan aturan mainnya. Kode etik yang merupakan aturan main harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi sebagai alat kepercayaan bagi masyarakat luas yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib menaati etika profesionalnya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas.

Akuntan seringkali dihadapkan pada situasi adanya dilema yang menyebabkan dan memungkinkan akuntan tidak dapat independen. Akuntan diminta untuk tetap independen dari klien, tetapi pada saat yang sama kebutuhan mereka tergantung kepada klien karena fee yang diterimanya, sehingga seringkali akuntan berada dalam situasi dilematis. Hal ini akan berlanjut jika hasil temuan auditor tidak sesuai dengan harapan klien, sehingga menimbulkan konflik audit. Konflik audit ini akan berkembang menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang bertentangan dengan independensi dan integritasnya. Karena auditor seharusnya secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan profesinya daripada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata. Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan tidak etis.

Penalaran moral (moral reasoning) dan pengembangan memainkan peran kunci dalam seluruh area profesi akuntan. Akuntan yang secara kontinu dihadapkan pada dilemma berada pada konflik nilai. Akuntan pajak. Misalnya ketika memutuskan kebijakan mengenai metode akuntansi yang akan dipilih, membutuhkan waktu untuk memutuskan antara mencerminkan sifat ekonomi sesungguhnya dan transaksi atau metode yang paling sesuai menggambarkan perusahaan. Auditor harus mempertimbangkan konsekuensi pengungkapan informasi yang berlawanan tentang klien yang membayar audit fee mereka. Akuntan yang dihadapkan dengan konflik etika tersebut harus memutuskan secara khusus kesinambungan dari keseimbangan titik temu antara biaya dengan mamfaat pada dirinya, orang lain, dan masyarakat secara keseluruhan. Ketika keputusan professional didasarkan pada keyakinan dan nilai individual, maka penalaran moral memainkan peranan penting keputusan akhir seorang profesi akuntan.

Ita Darsita

Mahasiswa Semester 1 Magister Akuntansi

Universitas Pamulang

Bagikan Artikel Ini