Beranda » Kemanakah Etika Berpolitik Sekarang?

Kemanakah Etika Berpolitik Sekarang?

Jika berbicara tentang etika, sudah pasti hal ini akan berkaitan dengan masalah nilai-nilai karena pada umumnya etika memang membicarakan tentang nilai “baik” atau “buruk” dan “susila” atau “tidak susila”.

Menurut Aristoteles, etika adalah pendahulu politik. Politik melengkapi etika. Etika politik sendiri muncul sebagai cabang filsafat dan ilmu pengetahuan, yang berasal dari Yunani pada saat struktur politik tradisional mulai runtuh. Mulai munculnya berbagai pertanyaan tentang negara dan masyarakat, siapa yang harus menata, dan bagaimana seharusnya masyarakat ditatapun muncul saat runtuhnya tatanan masyarakat Athena.

Etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada dasarnya merupakan usaha manusia untuk berpikir tentang kebaikan dan kebijaksanaan dalam menjalankan segala aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Etika politik tidak hanya berkaitan dengan kekuasaan dan sistemnya tetapi juga terhadap kehidupan manusia.

Etika politik bisa juga diartikan sebagai pedoman orientasi dan pengangan normative yang digunakan untuk menilai suatu kualitas kehidupan dan tatanan politik menggunakan tolak ukur martabat manusia. Karena itu, setiap pemimpin atau penguasa dituntut agar mempertanggungjawabkan kekuasaan miliknya, jika tidak mampu maka kekuasaan tersebut bisa dianggap tidak sah. Disini terlihat bahwa ada keterkaitan antara sistem/pola pikir seseorang dan kelompok masyarakat dengan etika. Etika ini menjadi tantangan bagi para politikus karena etika politik dangat diperlukan untuk pengendali penyalahgunaan kekuasaan dan kekuasaan politik oleh institusi untuk masalah fundamental dari teori-teori negara.

Di era ini, etika politik sepertinya sudah hampir tidak berlaku lagi atau mungkin hampir lenyap. Di realita bahkan menunjukkan bahwa politik adalah tempat perebutan kekuasaan dan kepentingan sehingga banyak orang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya masing-masing. Meskipun seharusnya para politikus menjadi teladan yang baik bagi rakyat, tetapi ternyata pragmatisme atau sifat berpikir praktis dalam politik kini sudah merusak etika berpolitik para politikus. Contohnya seperti transaksi politik atau money politics yang dimana sering dilakukan oleh para politikus saat pemilihan umum berlangsung. Perilaku seperti ini sungguh menjadi contoh yang buruk dan tidak mendidik rakyat yang jika terus-menerus terjadi maka etika dalam berpolitik akan semakin tiada.

Di Indonesia, Pancasila adalah etika politik negara. Etika politik Indonesia juga berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan semakin terbukanya pandangan masyarakat Indonesia terhadap kesadaran akan gejolak politik yang semakin meluas. Dilihat dari pemberitaan media saat ini, gejolak politik yang kini berkembang secara etis dan politis tidak bisa lagi berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sebagaimana telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, hal ini disebabkan oleh kepentingan suatu kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut, bukan kepentingan umum.

Etika dan Pancasila tidak bisa dipisahkan karena keduanya mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan dan Pancasila juga menjadi hukum dasar yang terdapat lima dasar atau lima sila yang harusnya menjadi arah acuan untuk aturan-aturan hukum yang lain dan juga acuan dalam bersikap dan bertingkah laku.

Tidak sulit untuk menemukan contoh-contoh kasus dari pelanggaran etika politik saat ini. Pada tahun 2017 terjadi kasus korupsi E-KTP yang dilakukan oleh seorang pejabat di lingkungan DPR RI senilai lebih dari 500 miliar rupiah. Lalu pada Pemilu 2019 ditemukan beberapa peristiwa politik uang atau money politics seperti ditemukannya amplop-amplop yang berisi sejumlah uang bernominal mulai dari Rp100.000,00 sampai Rp500.000,00 yang diinfokan akan dibagikan kepada masyarakat sekitar dan para saksi Pemilu. Pada tahun 2020 atau semenjak adanya pandemi Covid-19 di Indonesia yang mengakibatkan banyaknya masyarakat yang kesusahan akibat tidak bisa bekerja, terjadi korupsi dana bansos sebesar 17 miliar rupiah yang digunakan oleh salah seorang menteri untuk keperluan pribadinya. Selain 3 contoh tadi sebenarnya masih banyak kasus-kasus pelanggaran etika politik yang lain yang dilakukan oleh para elit politikus di Indonesia seperti kasus proyek Hambalang, kasus Jiwasraya, dan lain-lain yang menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi Indonesia dan seluruh masyarakatnya.

Korupsi dan pelanggaran lainnya adalah hal yang biasa bagi politisi saat ini seolah-olah itu semua adalah bagian dari pekerjaan mereka. Untuk membahas kejujuran sebagai penyebab strategis untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap politisi, beberapa perspektif etika dipertimbangkan, yaitu etika kebajikan, etika deontologis, dan etika teleologis. Etika kebajikan tidak menanyakan apakah tindakan itu adil, jujur, murah hati, dll. Etika kebajikan berkaitan dengan perilaku atau karakter seseorang. Kebajikan dapat didefinisikan sebagai karakter khas yang dimiliki seseorang dan yang memungkinkan dia untuk berperilaku baik secara moral.

Politik sebagai alat untuk mencapai kebajikan melalui artikulasi kepentingan harus didasarkan pada kejujuran. Tujuan kebajikan hanya dapat dicapai melalui kejujuran. Sayangnya, tujuan menciptakan kebajikan seringkali diremehkan oleh tindakan aktor politik yang tidak mencerminkannya. Dari segi etika keutamaan, contoh di atas menunjukkan bahwa kejujuran sudah langka dan mulai menurun di kalangan politisi DPR. Kita semua dapat melihat dan merasakan bahwa kejujuran seolah meninggalkan orang-orang ini. Seorang politisi tidak hanya harus jujur ​​dan baik, tetapi juga bertanggung jawab. Seorang politisi tidak hanya tahu bagaimana menangani bahasa, tetapi juga dapat bertanggung jawab atas tindakan dan kata-katanya. Politik moral adalah tanggung jawab manajemen politik yang sehat. Kebijakan moral seperti pedoman bagi para politisi. Bertanggung jawab, kerakyatan, jujur ​​dan adil ​​merupakan etika dalam berpolitik yang pada akhirnya harus dihormati bagaimanapun juga.

Selanjutnya, moral misconduct dapat diasumsikan menunjukkan karakter moral seseorang yang lemah atau keropos. Memiliki karakter moral, pada gilirannya, berarti selalu berperilaku bermoral. Tentu saja, pasti godaan atau kesempatan untuk berperilaku tidak bermoral akan selalu ada dan itu manusiawi. Yang membedakannya adalah apakah ia konsisten atau tidak dalam berkomitmen untuk berperilaku yang bermoral. Ketika seseorang berkecimpung di dunia politik, kejujuran menjadi langka, meskipun kejujuran politisi bukan hanya menjadi dasar kebajikan untuk diklaim, tetapi juga menjadi dasar dari pribadi yang sehat dan bertanggung jawab.

Kasus politisi yang tidak dapat dipercaya, dilihat dari perspektif etika teleologis, menunjukkan bahwa kebohongan yang dilakukan oleh seorang politisi untuk mengejar kepentingan atau keuntungan pribadi menghalalkan segala cara, termasuk pengorbanan integritas.

Berdasarkan hal-hal yang sudah dituliskan dan disebutkan di atas menurut saya pembentukan dan pembenaran etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kini sangat penting bagi pertumbuhan dan kemajuan bangsa di masa depan nanti. Etika para elit politik juga menjadi sangat penting karena merekalah yang menetapkan kebijakan-kebijakan negara yang nantinya akan berdampak kepada masyarakat itu sendiri. Setiap orang atau individu yang menjadi pejabat atau para politikus harusnya bersikap jujur, adil, amanah, bertanggung jawab, dan berjiwa besar karena mereka yang mewakili bangsa ini. Para elit politik yang melakukan kesahalahan seharusnya siap dihukum dan mundur jika melakukan kesalahan yang tidak sesuai dengan etika politik menurut Pancasila.

Para pemuda dan pemudi di masa kini yang nantinya akan menjadi politikus-politikus baru dimasa depan harus segera membangun kembali etika dan moral bangsa Indonesia saat berpolitik agar kejadian, peristiwa, dan kasus-kasus yang terjadi kepada para elit politik sekarang yang tidak bisa menahan nafsu kekuasaannya seperti korupsi, politik uang, suap, dan lain-lain agar tidak terulang lagi dimasa yang akan datang.

Karena jika etika berpolitik ini sudah semakin parah dan tidak bisa ditolong lagi maka negeri ini bisa jadi semakin hancur dan keadaan menjadi semakin buruk karena semua hal akan dikuasi oleh para penguasa dan masyarakat bisa semakin terinjak.

Bagikan Artikel Ini