Beranda » Rasisme Bukan Peliharaan

Rasisme Bukan Peliharaan

Halo semua, perkenalkan, saya Tarisa Citra Dewi. Saya merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Saya sebenernya bisa dibilang masih buta banget sih soal politik, baru akhir-akhir ini aja nyebur karena memang ada mata kuliahnya.

Ngomong-ngomong, sebelum mulai, saya mau nanya dulu nih, kalian punya idola gak?
Iya idola, orang yang dikagumin atau orang yang kalian suka. Misal, kayak artis-artis korea yang sekarang ini lagi rame-ramenya, atau mungkin atlet sepak bola yang lagi naek banget namanya.

Kalo punya, coba deh rasain dan cari tau, seberapa besar sih rasa kagum dan suka kalian sama idola kalian itu? Suka aja, suka banget, suka banget banget banget, atau malah…. Rasis?

Bentar, kalian pernah denger kata rasis kan? Iya rasis, yang bangga dan suka sama sesuatu tapi berlebihan. Biar lebih jelas, saya kasih contoh deh ya.
Misal, si A ni ngefans banget sama sepak bola, nah dia temenan sama B yang ngefans sama artis Korea. Karena si A gasuka artis Korea, dia sampe musuhin si B cuma karena B suka kekoreaan gitu. By the way, rasis bisa timbul karena berbagai macam aspek loh.
Sampe sini udah paham kan rasis itu apa? Iyap. Secara singkat, rasis itu termasuk salah satu sikap yang gak terpuji. Gak ada bagus-bagusnya lah. Efek dari perilaku rasis itu bisa merugikan diri kita sendiri, kita jadi terlalu terobsesi sama sesuatu sampe lupa dunia. Tapi bukan Cuma ngerugiin diri sendiri tau, sikap rasis juga cenderung ngerugiin orang lain. Dari contoh kasus diatas, ada juga kemungkinan bakalan timbul efek negatif yang lebih besar, contohnya si A nyerang si B karena dia ngerasa idolanya lebih baik dari segala aspek.

Ngomongin tentang rasis nih, kalian semua pada tau gak sih, kalo di Indonesia, kasus rasisme tuh semakin marak?
Iyap. Jadi, salah satu masalah yang lagi marak banget saat ini adalah rasisme orang-orang terhadap berbagai hal, hingga menimbulkan kericuhan di sosial media maupun secara langsung. Orang beda paham dikit dipukulin. Dibully. Dimusuhin. Dikatain. Didiskriminasi. Diperlakukan beda. Kasus kayak gini tuh udah sering banget kita denger. Tapi segelintir orang masih aja gabisa ngambil pelajaran dari kasus-kasus yang sebelumnya udah kejadian. Mereka gamau berubah juga.

Perilaku rasisme sendiri kalo diliat dari sudut pandang psikologi yaitu didefinisikan sebagai sekumpulan ide-ide dan kepercayaan yang memiliki potensi untuk menyebabkan seseorang membentuk prasangka buruk yang pada akhirnya membawa pada perilaku negative terhadap kelompok atau masyarakat tertentu yang berbeda atau tidak sejalan dengan apa yang dipercaya oleh orang tersebut. Secara sederhana, ide dan kepercayaan yang salah membentuk prasangka buruk; prasangka buruk kemudian menghasilkan perilaku negatif yaitu diskriminasi.

Dalam ilmu psikologi kognitif, otak manusia tuh yang bertugas ngolah keseluruhan informasi yang kemudian ngehasilin keputusan dan tindakan. Otak manusia ngolah informasi yang masuk dan keluar di dalam benak termasuk persepsi (negatif/positif), perhatian, bahasa, ingatan, proses penalaran dan kesadaran.
Prasangka buruk hadir buat ningkatin citra diri dari seorang individual atau kelompok. Individu atau kelompok yang mandang rendah kelompok lain secara emosional bakalan ngehasilin prasangka bahwa ia lebih baik dari orang atau kelompok lain.
Ketika suatu individu atau kelompok udah ngerasa jauh lebih baik dari kelompok yang lain, maka secara alamiah dia bakalan punya persepsi bahwa dia berhak untuk memimpin juga mendominasi orang atau kelompok lain, atau lebih sering disebut mendiskriminasi. Serem banget kan?

Oh iya, pada gak lupa kan kalo saya mahasiswa fakultas ilmu sosial dan ilmu politik? Hmmm… Jadi gak afdol dong, kalo gak bahas politik.  Mungkin gak banyak yang tau kalau rasisme termasuk kedalam salah satu isu terbesar dalam psikologi politik, tapi memang itu kenyataannya. Oke, kita ambil satu kasus sebagai contoh.
Saya sempet baca satu berita, kasus yang rame pas Juli lalu, dimana Natalius Pigai menyebut Menteri Sosial Tri Rismaharini telah melakukan Tindakan rasisme terhadap warga Papua. Cuplikan video yang memperlihatkan kemarahan Risma yang mengancam memindahkan ASN malas ke Papua menjadi akar masalah.
“Saya gak bisa pecat orang, tapi saya bisa pindahin ke Papua,” ujar Risma terhadap ASN yang tak serius melayani masyarakat yang terdampak Covid-19.

Bukannya mendapat pujian, Risma malah dituding melakukan tindakan Rasisme. Pasalnya, perkataan Risma tersebut dinilai merendahkan warga papua.
Natalius Pigai, yang merupakan aktivis HAM asal Papua, jelas geram atas perkataan tersebut. Natalius berpendapat bahwa penyataan Risma tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan rasis. Atas pernyataan tersebut, banyak orang papua yang tersinggung. Natalius juga menyatakan bahwa jika orang papua membenci suku orang jawa, itu harus dimaklumi karena rasisme terus terjadi dan otak-otak rasis masih terus dipelihara, bahkan diberi jabatan dan kekuasaan. Natalius juga mengatakan bahwa Presiden selalu diam, bahkan Natalius sempat menyinggung kemungkinan bahwa Presiden mendukung rasisme. Menurut dirinya, Tindakan rasisme yang dilakukan Risma seakan bukan masalah bagi Presiden.

Natalius juga menyinggung perihal kekayaan Papua yang terus dikeruk untuk bangsa, sedangkan warga Papua justru kerap mendapatkan Tindakan rasis.
“Emas, perak, uranium. Plutonium kau rampok terus, bikin Gedung-gedung pencakar langit dilapisi emas, jembatan tanpa sungai melintasi metropolitan Jawa. Semua kekuasaan kau gunakan membantai bangsa Papua. Namun, kau tidak akan pernah rampok harkat dan martabat bangsa Papua,” ujarnya.

Menurut saya, Bu Risma memang gak seharusnya mengucapkan itu sih. Lagian kalo mau marahin ASN, ya marahin aja gak usah bawa-bawa yang lain. Jadi bukannya dipuji, malah bikin emosi. Setelah sempat dituding rasis, pada 7 Agustus kemarin, Bu Risma rupanya melakukan lawatan ke Papua untuk menyalurkan bantuan logistik kepada masyarakat terdampak bencana, juga memperkuat pemberdayaa ekonomi, dan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Saya sendiri sangat berharap semoga kasus ini gak terulang ya. Seperti kata Michael Himan, sang Koordinator Antirasisme yang menyatakan bahwa Papua bukan tempat pebuangan orang yang kurang berkompeten. Semoga pemerintah juga semakin banyak ngadain sosialisasi tentang gak baiknya memelihara sikap rasisme ini.
Selain isu tersebut, masih banyak isu terkait rasisme yang terjadi di Indonesia. Sikap rasisme sudah sepatutnya kita hindari. Dan sebagai masyarakat yang baik, sudah kewajiban kita menjaga keharmonisan antara satu dengan yang lain. Mari tingkatkan rasa saling menghargai, dan ingat selalu dengan semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti Berbeda-beda tetapi tetap satu kesatuan.

(***)

Bagikan Artikel Ini