Beranda » Perkembangan Politik, Mural, dan Pandemi

Perkembangan Politik, Mural, dan Pandemi

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Politik di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Menurut Gabriel A. Almond, beliau mendefinisikan politik sebagai kegiatan yang berhubungan dengan kendali pembuatan keputusan publik dalam masyarakat tertentu di wilayah tertentu, di mana kendali ini didukung dengan instrumen yang sifatnya otoritatif.

Sedangkan menurut Andrey Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama. Dari pendapat kedua ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa politik adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk membuat keputusan yang akan berlaku di masyarakat.

Politik dan sejarah Indonesia adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Politik Indonesia memiliki latar belakang sejarah yang panjang, dan banyak di pengaruhi oleh faktor-faktor eksternal maupun Internal. Politik Indonesia dimulai sejak politik pra kemerdekaan sampai politik yang kita ketauhi sekarang. Awal mula penjajahan dan politik Indonesia dimulai saat VOC memasuki Indonesia dan berusaha merebut kekayaan Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan politik adu domba yang bertujuan untuk memperluas wilayah kekuasaannya.

Politik pecah belah, politik adu domba, atau divide et impera adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukkan. Dalam konteks lain politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

Kemudian dilanjutkan dengan sistem politik etis. Dengan pengakuan hutang budi Belanda terhadap Indonesia maka dilakukan peningkatan kehidupan penduduk Indonesia termasuk pendidikan. Dengan ditingkatkannya sistem pendidikan yang ada di Indonesia, hal itu menjadi kesempatan emas bagi para pemuda di Indonesia. Semakin meningkatnya pendidikan penduduk Indonesia mengakibatkan para pemuda Indonesia dapat mendirikan asosiasi, partai politik pertama di Indonesia dan juga gerakan-gerakan penting lainnya.

Sejarah politik Indonesia berlanjut pada masa pasca kemerdekaan. Pemerintah Indonesia belum mengatur sistem pemerintahannya secara sempurna. Para pendiri terus berusaha mencari sistem pemerintahan yang tepat untuk Indonesia. Beberapa sistem pemerintahan yang pernah dipakai diantaranya adalah Republik Indonesia Serikat , Demokrasi liberal/Parlementer, dan Demokrasi Terpimpin.

Selanjutnya, pemerintahan berlanjut pada era presiden Soeharto yang disebut era Orde Baru. Sistem demokrasi pada era presiden Soeharto cenderung otoriter. Banyak masyarakat yang hilang karena mengkritik pemerintahan, tentunya hal ini sangat bertentangan dengan kebebasan berpendapat yang sangat di junjung tinggi di sistem demokrasi.

Sejarah politik Indonesia berlanjut dengan dimulainya fase baru bernama era reformasi. Era reformasi diawali dengan kepemimpinan presiden BJ. Habibie. Setelah berakhirnya masa jabatan BJ.Habibie, berlanjut pada masa kepemimpinan Abdulrahman Wahid atau Gusdur. Kemudian Megawati melanjutkan jabatan Presiden di Indonesia. Selanjutnya yang menjabat menjadi Presiden adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Yang terakhir adalah Joko Widodo.

Ringkasan sejarah diatas menggambarkan kepada kita, bahwa politik di Indonesia terus mengalami perubahan dan perkembangan. Politik juga dapat di ibaratkan sebagai pedang bermata dua. Ia bisa menjadi alat untuk mengatur keamanan dan ketertiban di Indonesia, tetapi jika penggunaan kekuasaannya disalahkan, maka akan berdampak buruk pada bangsa. Politik di Indonesia merupakan jalan panjang bagi sejarah Indonesia. Banyak masalah juga menyertai perjalanan Politik Indonesia. Faktor-faktor yang melatarbelakangi masalah tersebut berbagai macam, mulai dari faktor internal maupun faktor eksternal. Misalnya, pemberontakan PKI di Madiun, G30S PKI dan lainnya.

Masalah politik di Indonesia tidak sampai situ saja. Orde baru melahirkan masalah baru, seperti hilangnya hak untuk bersuara dan berpendapat. Selain itu, presiden pada saat itu memegang kendali penuh atas rakyatnya. Rakyat yang tidak sependapat dengan pemerintah, maka pasti dibungkam bahkan dihilangkan. Demokrasi yang tidak berjalan ini membuat masyarakat geram. Dan puncaknya adalah pada tahun 1998, dimana masyarakat dan mahasiswa bersatu untuk menggulingkan presiden Soeharto.

Memasuki era reformasi sampai sekarang, keamanan di Indonesia cenderung stabil. Walaupun pada sisi ekonomi Indonesia belum semaju negara-negara di eropa, teatpi bisa dilihat bahwa kita perlahan-lahan mulai bisa bersaing dengan negara negara besar di kawasan Asia bahkan dunia. Walaupun demikian, di babak baru ini, masalah dari dalam negeri pun terus bermunculan. Masalah tersebut adalah korupsi. Korupsi tentu menjadi permasalahan politik yang sangat penting. Uang negara yang seharusnya digunakan untuk membangun bangsa, justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri. Mereka para koruptor yang disumpah untuk mengabdi kepada masyarakat, justru menjadi pengkhianat masyarakat.

Bahkan ketika kondisi sulit seperti pandemi yang sedang terjadi saat ini, para koruptor masih tega untuk memperkaya diri mereka dari uang haram. APBN yang seharusnya dipakai untuk menanggulangi pandemi, justru dipakai untuk kepentingan sendiri. Korupsi bantuan sosial yang dilakukan oleh Menteri Sosial tentu sangat menyakitkan hati masyarakat. Selain korupsi, isu lainnya yang semakin memanas di tengah pandemi seperti saat ini adalah banyaknya kritik yang ditujukan kepada para pemangku kekuasaan. Tetapi justru yang sangat disayangkan adalah ketika masyarakat memberikan kritik, pemerintah seolah tidak mendengar.

Selain itu, yang menarik untuk dibahas adalah belakangan ini kritik deras seolah membanjiri pemerintah. Baik dari media sosial maupun dalam bentuk seni mural. Namun yang cukup di sayangkan adalah, kritik-kritik tersebut justru di hapus dengan alasan mengotori lingkungan. Ini tentu menjadi pertanyaan besar, apakah mengapus mural-mural tersebut merupakan bentuk perilaku politik? Lalu apakah kebebasan berpendapat sekarang semakin dibatasi? Tentu harapan kita adalah tidak. Karena sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi pendapat, hal-hal diatas sepertinya tidak perlu di lakukan. Yang menjadi kekhawatiran kita adalah penghapusan mural-mural tersebut juga bermakna bahwa demokrasi kita sedang tidak baik-baik saja.

Berbicara mengenai politik, tentu tidak akan terlepas dari pendekatan-pendekatan yang ada dalam Ilmu politik. Berdasarkan pendekatan tradisional, negara dipandang sebagai suatu badan dari norma-norma konstitusional yang formal. Pada dasarnya pendekatan ini mengkaji struktur pemerintahan yang dibagi menjadi dua institusi negara. Institusi negara itu terbagi atas mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi, pendekatan tradisional ini menjelaskan mana yang seharusnya, bukan keadaan yang sebenarnya.

Lalu materi sejarah perkembangan politik indonesia juga bisa dilihat menggunakan kacamata pendekatan perilaku. Pendekatan perilaku sendiri merupakan kritik kepada pendekatan legal atau tradisional. Pada pendekatan ini, mereka berpendapat bahwa lebih baik membahas perilaku manusia pada sebuah negara saja, karena merupakan gejala yang benar-benar dapat diamati.

Pembahasan mengenai manusia tidak hanya pada setiap individu saja, tetapi juga dalam kelompok yang lebih besar seperti pada tingkat desa, kota, sampai negara.

Jika dihubungkan dengan materi perkembangan politik Indonesia, pendekatan ini akan lebih menarik untuk dipakai sebagai kacamata untuk mengamati fenomena sejarah politik Indonesia. Seperti yang sudah di bahas di atas, pendekatan ini memang memfokuskan pengamatannya pada perilaku politik dan masyarakat politik. Tiap-tiap zaman di Indonesia memiliki perilaku politik yang cenderung beragam.

(***)

Bagikan Artikel Ini