Beranda » Di Satu Malam pada Bulan Desember

Di Satu Malam pada Bulan Desember

Di satu malam bersalju pada bulan Desember, seorang pria termenung menatap langit yang tertutup salju. Pandangannya menerawang jauh ke arah hutan belantara. Memutar kembali kenangan lima tahun lalu. Di bulan Desember.

Kala itu, ia bersama dengan keempat temannya menyusuri hutan. Namun, di tengah perjalanan dengan tiba-tiba salju turun dengan lebatnya, yang mengakibatkan ia terpisah seorang diri dari rombongan. Ia benar-benar tidak tahu harus melangkah ke mana.

Suhu semakin dingin, mantel yang ia gunakan tidak cukup untuk menghangatkannya. Langit pun mulai menggelap. Ia ketakutan, seorang diri di hutan tanpa tahu harus ke mana. Ia paksakan kaki tetap melangkah, hanya dengan mengandalkan insting dan berharap bahwa ia berada di jalan yang benar menuju jalan pulang ke desa.

Setengah jam ia berjalan, tidak juga menemukan jalan keluar dari hutan. Ia kelelahan, ia ketakutan, dan akhirnya memutuskan untuk berhenti, beristirahat. Ia sandarkan tubuh lelahnya pada sebuah pohon besar yang ada di dekatnya.

Di saat beristirahat itulah, ia mendengar gemerisik yang tak jauh dari tempatnya beristirahat. Sontak saja, pemuda itu bangkit dari duduknya. Ia melangkah mundur, selangkah demi selangkah, beriringan dengan semakin dekatnya sumber suara.

Hingga selang beberapa detik setelahnya, ia terjerembab ke dalam lembah di belakangnya. Kejadian itu cepat sekali. Pemuda itu jatuh tak sadarkan diri setelahnya.

***

Begitu siuman, sang pemuda sudah berada di sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu. Waktu sudah mencapai tengah malam. Saat ia menatap sekeliling, ia dikejutkan oleh sesosok penampakan. Tidak-tidak, penampakan yang satu ini bukanlah jenis penampakan dari sosok mengerikan atau menyeramkan. Ini lebih kepada sosok indah nan cantik jelita.

Ya, penampakan itu adalah sesosok perempuan muda cantik dengan kulit seputih salju berambut pirang dengan kedua pipi serta bibir yang merona. Dia indah sekali. Oh, dan lihatlah juga sepasang bola mata itu memiliki binar yang indah, perpaduan antara ungu dan merah muda. Cantik sekali, seperti kau sedang melihat aurora di dalamnya. Namun, ada yang aneh dari perempuan ini, kulitnya terlalu putih untuk ukuran manusia normal bahkan bulu matanya pun sepucat kulitnya. Apakah ia sakit?

“Apa kau sudah merasa lebih baik?”

Sang pemuda terkesiap dari keterpanaannya. Ia pun menjawab dengan  gugup, “Oh, tentu. Aku sudah merasa lebih baik.”

“Syukurlah, kalau begitu.”

Di malam itu, ia  tahu bahwa perempuan yang telah menolongnya itu bernama Lyvna.

“Kau pernah mendengar mitos tentang makhluk terkutuk di hutan ini?” tanya Lyvna.

“Ya, aku pernah mendengarnya. Kenapa kau bertanya akan hal itu?”

“Akulah makhluk terkutuk itu,” akunya dengan raut wajah sedih.

“Tunggu, kau…apa?”

“Iya, akulah makhluk terkutuk itu.” jawabnya pelan.

Bagaimana mungkin, perempuan secantik dan sebaik Lyvna adalah makhluk yang sering digambarkan sebagai sosok menyeramkan dengan kutukan yang konon akan menular jika berdekatan dengan si makhluk.

“Tidak mungkin, kau pasti bercanda bukan?” ucap sang pemuda tidak percaya.

“Kau tidak takut setelah mendengar pengakuanku?”

“Tentu saja tidak, aku memang baru bertemu denganmu hari ini, beberapa saat yang lalu. Tapi aku yakin, kau sama sekali tidaklah jahat, atau semengerikan yang dibicarakan orang-orang. Buktinya kau menolong sekaligus merawatku dengan baik. Dan terima kasih untuk itu. Aku sungguh berhutang nyawa padamu,” ucap sang pemuda sungguh-sungguh.

Mendengar ucapan sang pemuda, membuat hati Lyvna menghangat. Ia senang karena pemuda yang ditemukannya itu tidak merasa takut dan mempercayainya.

Lalu, setelah itu.. bergulirlah cerita masa lalu dari perempuan cantik bernama Lyvna.

“Sebenarnya aku terlahir dari keluarga normal pada umumnya di sebuah desa dekat hutan ini. Aku tinggal bersama ayah, ibu, dan seorang kakak perempuan. Kakakku memiliki fisik yang normal. Namun, entah mengapa aku justru terlahir berbeda. Sudah sejak lahir aku memiliki warna kulit sepucat ini, ditambah lagi dengan warna mata yang sangat berbeda dari orang-orang membuatku dianggap mengidap penyakit menular bahkan terkutuk. Saat usiaku tujuh belas tahun, keluargaku meninggal akibat insiden kebakaran, dan hanya akulah seorang diri yang selamat. Sejak saat itu, tidak ada yang bersedia merawatku, lalu aku pun diusir dari desa, dibuang ke hutan ini.”

“Itu sungguh keterlaluan. Bagaimana bisa orang-orang itu tega membuang seorang gadis berusia tujuh belas tahun ke hutan. Tapi kau tenang saja, mulai sekarang kau tidak akan lagi sendirian aku akan menemanimu.”

“Tidak! Kau tidak perlu melakukan itu. Kau harus kembali ke keluargamu. Mereka pasti mengkhawatirkanmu. Besok pagi aku akan mengatarkanmu pulang menuju desa.”

Dan ya, apa yang diucapkan Lyvna memang benar adanya. Ia harus pulang. Sekaligus memastikan bagaimana keadaan keempat temannya yang lain. Semoga saja mereka selamat dan baik-baik saja.

***
Keesokan paginya, sesuai yang diucapkan Lyvna, ia mengantar sang pemuda hingga ke bagian hutan di dekat desa. Dan melarang sang pemuda untuk mencari keberadaannya di lain waktu, karena hutan itu berbahaya, bisa saja alih-alih bertemu dengan sang gadis, ia malah dimangsa hewan buas.

Berkat pertolongan Lyvna, sang pemuda pun bisa kembali ke desa dengan selamat, begitu pun keempat temannya yang lain. Namun, sampai lima tahun berlalu pun sang pemuda tidak pernah menceritakan mengenai pertemuannya dengan Lyvna, si gadis cantik yang konon terkutuk.

Sejak hari di mana ia kembali dari hutan, sang pemuda bertekad untuk mengungkap kebenaran dan mencari tahu apa yang sebenarnya dialami Lyvna. Karena yang ia yakini, Lyvna sama sepertinya, dia juga seorang manusia. Dan berangkat dari tekad inilah yang menghantarkannya menjadi seperti sekarang.

Pemuda yang lima tahun lalu tersesat di hutan itu, kini berprofesi menjadi seorang Dokter muda yang hebat dan ternama di kota tempat ia tinggal saat ini. Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mendalami ilmu kesehatan. Berkat perjuangannya itulah, ia akhirnya menemukan sebuah fakta, bahwa apa yang dialami oleh Lyvna adalah sebuah kelainan pada produksi melanin dalam tubuh yang menjadikan seseorang memiliki kulit berwarna putih, pucat, atau sangat terang dan kelainan ini dinamakan Albinisme. Kelainan ini tidak bisa disembuhkan, tetapi mereka yang mengidapnya tetap bisa hidup sehat dan normal seperti orang lain pada umumnya.

Sejak saat itu, ia dan timnya berusaha untuk menghilangkan stigma negatif yang disematkan orang-orang terhadap para pengidap Albinisme. Bahwa mereka bukan berbeda apa lagi terkutuk, tetapi mereka istimewa, mereka berhak dihargai dan disayangi selayaknya manusia normal pada umumnya.

Ia sangat bersyukur, karena seiring berkembangnya zaman, keterbukaan pikiran masyarakat juga berkembang. Mereka jadi bisa lebih menghargai perbedaan itu, pengidap Albinisme bisa hidup berbaur dengan nyaman bersama masyarakat, tanpa perlu takut diusir karena dianggap terkutuk.

Namun, di balik kesuksesannya itu, terselip perasaan tidak mengenakan dihatinya. Ia ingin Lyvna juga merasakan bagaimana bahagianya hidup di tengah-tengah manusia normal. Ada ketidakrelaan dalam dirinya karena sampai detik ini belum bisa mewujudkan hal itu.

***

Sekali lagi, berbekal tekad yang sama kuatnya seperti lima tahun lalu. Pria itu menyudahi kegiatan nostalgianya dan bergegas merapikan pakaiannya ke dalam koper, memakai mantel, dan berangkat ke stasiun terdekat.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, pria itu pun sampai di desa kelahirannya. Ia bergegas masuk ke rumah lamanya, yang selama satu tahun terakhir kosong tak berpenghuni sejak meninggalnya sang ibu dikarenakan sakit serius yang dideritanya. Ia taruh koper itu asal. Dan berbekal senter ia pun memulai penelusurannya ke dalam hutan demi mencari keberadaan Lyvna.

Namun sial, hutan yang lagi-lagi tertutup salju mempersulit semuanya, ditambah lagi dengan kenyataan semakin rimbunnya hutan itu dari terakhir kali ia menginjakkan kakinya di sana. Sudah satu setengah jam berlalu dari waktu ia memasuki hutan, namun ia belum juga menemukan tanda-tanda keberadaan Lyvna maupun rumah di tengah hutan itu.

“Lyvna! Di mana kau?! Ini aku, pemuda yang dulu kau tolong. Aku kembali untuk menemuimu. Ku mohon muncullah.”

Lagi, sama seperti dahulu ia kembali kelelahan dan kedinginan, walau kali ini tidak disertai rasa takut sama sekali. Ia sandarkan tubuh lelahnya di sebuah pohon besar di dekatnya.

Tak lama berselang, ia mendengar gemerisik tak jauh dari tempatnya beristirahat. Namun, ia tidak akan mundur. Ia pandangi sumber suara itu. Semakin dekat… semakin dekat. Hingga akhirnya muncullah sesosok wanita cantik dengan kulit seputih salju dan sepasang mata indahnya. Pria itu pun tersenyum melihatnya.

Ya, itulah dia… Lyvna.

“Albert? Itukah kau?” tanyanya memastikan.

“Iya Lyvna, ini aku Albert. Pemuda yang lima tahun lalu kau tolong hidupnya di hutan ini. Sekarang, biarkan aku yang menolong kehidupanmu.”

Di malam itu… pada malam bersalju yang sama seperti lima tahun lalu. Pada akhirnya, Albert bisa menuntaskan niatnya untuk memberikan kehidupan yang membahagiakan bagi Lyvna. Sang peri penolongnya dari hutan belantara.

Bagikan Artikel Ini