Beranda » Framing Episodik dan Tematik di Dalam Penghalusan Sebuah Berita

Framing Episodik dan Tematik di Dalam Penghalusan Sebuah Berita

Media massa telah menjadi sumber primer yang dikonsumsi masyarakat dalam mencari sebuah berita terbaru. Apalagi di zaman yang serba cepat seperti saat ini, media massa memilki peran yang dominan dengan berbagai cara praktis yang telah dilahirkan oleh zaman. Berita telah menyebar luas, dapat diakses kapan saja dan  di mana saja sesuai kebutuhan pembaca.

Akan tetapi sebuah media massa memiliki caranya sendiri untuk mempopulerkan sesuatu, salah satunya adalah dengan framing. Menurut Alex Sobur di dalam bukunya yang berjudul Analisis Teks Media (2015) mendefinisikan bahwa framing adalah suatu teknik penyajian realitas  dengan cara membelokkan konteks berita secara halus. Selaras dengan pendapat Sobur, Sudibyo di dalam bukunya mengemukakan bahwa framing atau pembingkaian merupakan sebuah metode dalam menyajikan realitas dengan cara mengingkari kebenaran dari suatu kejadian, akan tetapi tidak semua kebenaran itu diingkari secara total, melainkan hanya dibelokkan secara halus.

Shanto Iyengar, seorang ahli dalam bidang komunikasi politik dari Stanford University mengklasifikasikan framing menjadi dua jenis, yaitu framing episodik dan framing tematik. Framing episodik merupakan sebuah bentuk pembingkaian peristiwa dengan cara memfokuskan berita pada permasalahan tunggal yang tidak direlasikan dengan permasalahan lainnya, fokus berita kepada individu yang menjadi objek berita. Sedangkan framing tematik merupakan sebuah bentuk pembingkaian dengan cara menggambarkan peristiwa yang harus bersifat umum dan berkembang, fokus berita menjadi analisis penyebab masalah.

Di Indonesia sendiri, framing yang secara konvensional digunakan yaitu berjenis framing episodik. Contoh kasus framing episodik yang secara konkret bisa dilihat pada kasus bom Mabes Polri misalnya, di media Tribunnews pemberitaan mengenai pengeboman tersebut bersifat framing episodik. Mengapa demikian? Karena pemberitaan yang dilakukan hanya berkutat pada persoalan individu yang menjadi pelaku pengeboman tersebut, seperti riwayat hidup, status sosial, ekonomi, dsb. Pemberitaan tidak mengacu kepada konteks analisis penyebab, karenanya media massa tersebut hanya membatasi perspektif peristiwa dengan menggunakan framing episodik.

Namun berbeda halnya dengan framing tematik yang berlaku pada awal peristiwa Covid-19 masuk ke  Indonesia. Pada bulan januari 2020 misalnya, pemberitaan Covid-19 difokuskan dalam konteks informasi fundamental yang menjadi penyebab virus ini masuk ke Indonesia. Sedangkan di bulan februari, pemberitaan Covid-19 bergeser secara kontras dengan menaikkan berita yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah mengenai penanggulangan virus Covid-19 tersebut.

Dengan contoh kasus yang telah diungkapkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa framing pada dasarnya sangat mempengaruhi pembacaan dalam sebuah berita. Framing menjadi tidak relevan ketika pembaca hanya berkutat pada satu perspektif media massa, maka dari itu pemilihan berita sangat diprioritaskan untuk meminimalisir kedangkalan perspektif. Pintar dalam membaca sebuah berita sangat diharuskan supaya tidak terjebak dalam kenyataan yang sudah dihaluskan. Dengan kata lain, relevansi framing bergantung pada pembaca yang sadar akan konsekuensi dari framing, entah itu bersifat positif atau negatif.

Bagikan Artikel Ini