Beranda » Seni Pertunjukan Kuda Kepang Abadi di Desa Tanjung Morawamedan, Sumatera Utara

Seni Pertunjukan Kuda Kepang Abadi di Desa Tanjung Morawamedan, Sumatera Utara

Pertunjukan Kuda Kepang yang merupakan salah satu kesenian dari Pulau Jawa yang persebarannya sampai ke Medan, Sumatera Utara, sampai sekarang masih tetap eksis. Walaupun sudah jauh dari daerah asalnya dan bahkan sudah sekian lama ada di Sumatera Utara, pemilik dan penonton masih tetap setia mendukung keberadaannya. Itu baru satu saja kesenian yang masih eksis sampai sekarang di Medan, karena masih banyak kesenian yang berasal dari etnis lain yang hidup di Medan. Medan adalah sebuah kota yang masyarakatnya bisa dikatakan heterogen dan majemuk, hal ini ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya etnissetempat maupun pendatang.

Menururt Jansen (2003: 10) bahwa: “Para ahli antropologi dewasa ini mengenal adanya enam suku dalam masyarakat Batak yang memiliki bahasa dan adat istiadat berbeda-beda satu sama lain, yaitu Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Angkola dan Pak-pak. Seiring dengan desakan kebutuhan akan lahan tempat tinggal, mereka meluas ke beberapa daerah, sehinga menjadi tidak jelas batas wilayah suku tersebut.

Tari Saman dan Seudati (Aceh), Bharatanatyam dan musikmusiknya (India), dan Barongsai (China).

Salah satu etnis terbesar di Medan yang banyak membawa beberapa kesenian dari asalnya adalah etnis Jawa. Kedatangan orangorang Jawa ke Sumatera juga diikuti dengan beberapa kesenian yang sampai saat ini masih tetap mereka pertunjukkan. Semisal kuda kepang, Angguk, dan reog Ponorogo yang sampai sekarang tetap eksis. Kesenian tersebut tetap eksis di beberapa daerah yang adakomunitas orang Jawa seperti di Tembung,Tanjung Morawa dan Marelan, walaupun itu lebih pada pertunjukan hiburan belaka. Pertunjukan kuda kepang merupakan salah satu kesenian tradisi yang dibawa oleh orang-orang Jawa yang datang ke pulau Sumatera pada masa penjajahan Belanda menjadi kuli kontrak untuk bekerja di kebunkebun milik pemerintah.

Perpindahan orang Jawa secara besar-besaran dan mencolok dalam sejarah Indonesia adalah yang ketika didatangkan oleh pihak perkebunan sebagai tenaga kerja di Sumatera Timur. Beberapa literature menyebutkan, bahwa orang Jawadidatangkan sejak tahun 1880 sebagai kuli untuk menggantikan orang Tionghoa. Demikian, mereka mulai dibawa ke Sumatera Timur dan setelah tahun 1910 kedatangan mereka bertambah banyak. Menurut Reid, mereka awalnya terikat dengan sebuah kontrak dengan disertai peraturan-peraturan tentang hukuman atas mereka yang disebut Penale Sanctie. Namun dengan berjalannya waktu, sejak tahun 1911 dengan tiba-tiba kontrak kerja tersebut didasarkan pada kontrak yang merugikan para buruh. (Suharyanto, 2014) Menurut narasumber Bekur Sarjono(Ketua Group Kuda Kepang Abadi), kakek beserta tetangganya satu desa yang berasal dari satu daerah kecil di Jawa Timur, menjadi kuli kontrak pada Belanda, lalu mereka dibawa naik kapal dan sampailah ke Sumatera.

Beliau berkata bahwa kakek dan tetangga satu desa selain menjadi kuli kontrak di kebun-kebun milik pemerintah Belanda, juga membawa serta kesenian Jawa yaitu kuda kepang. Seperti yang dilihat sekarang, menurut beliau, masih banyak orang-orang Jawa yang memelihara dan mempertunjukkan keseniannya di beberapa daerah yang mayoritas masyarakatnya tentu saja orang Jawa. Masyarakat Jawa yang berada di Sumatera Utara, banyak membina kesenian Jawa dalam kelompok-kelompok (perkumpulan) kesenian yang tersebar di daerah-daerah yang mayoritas masyarakatnya orang Jawa, salah satunya adalah Group Kuda Kepang Abadi di Desa Tanjung Morawa A.

Berbicara mengenai kuda kepang, tidak bisa dipisahkan dengan komunitas yang mendukungnya. Group Kuda Kepang Abadi adalah salah satu kelompok kesenian kuda kepang yang sampai sekarang tetap mempertahankan kuda kepang sebagai media ekspresi kesenian mereka. Group yang dibangun untuk memelihara kesenian rakyat Jawa sebagai warisan keturunan dari orangorang tua mereka yang datang ke Sumatera. Mereka terdiri dari orang-orang Jawa yang lahir di Sumatera dengan sebutan Pujakesuma (Putera Jawa Kelahiran Sumatera). Sampai sekarang mereka masih memelihara dan mempertunjukkannya di hari-hari tertentu pada, pesta perkawinan, khitanan/sunat, tahun baru Islam (Muharram) dan memperingati hari kemerdekan Republik Indonesia.

Dari beberapa buku tentang Pertunjukan Rakyat Jawa (Pigeaud: 1938; Ahimsa: 2000; Nursilah: 2001), bahwa ciri yang paling menonjol dalam pertunjukan kuda kepang adalah yang pertama menggunakan property kuda-kudaan yang terbuat dari sayatan bambu atau disebut dengan kepang (tiruan binatang kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan berbentuk pipih), kedua adalah Irance/ndadi/kesurupan (kehilangan kesadaran) di antara para penari pada saat menari, pemakaian alat musik Jawa (gamelan), ketiga yaitu iringan gendhing reogan yang bentuknya lebih sederhana (dari pada gendhing-gendhing tradisonal klasik Jawa yang lebih rumit) dan diulang-ulang pada waktu mengiringi mereka menari selama pertunjukan berlangsung.Kuda Kepang, demikian orang Jawa yang hidup di Medan, Binjai, Langkat, Deli Serdang dan beberapa daaerah lain di Sumatera utara, menyebutkannya.

Walaupun ada beberapa istilah lain yang menyebutnya dengan Kuda Lumping, Jaran Kepang, dan Jathilan di antara mereka, akan tetapi inti sama. Tetap menunjukkan satu maksud, yaitu sebuah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu dan dipotong menyerupai bentuk kuda, dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau ijuk yang mencuat ke atas. Anyaman kuda ini dihias dengan cat warna warni dan disesuaikan dengan sosok binatang kuda.

Tarian Kuda Kepang biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda dengan diiringi alat-alat musik seperti kendhang, saron, demung, kethuk kenong dan gong. Beberapa penampilan Kuda Kepang juga menyuguhkan atraksi barong, bujangganong ataupun adanya kehadiran seorang raja bernama Klono Sewandono. Ada salah satu adegan yangsedemikian ditunggu oleh penonton, yaitu

 PEMBAHASAN

Sumatera Utara (dahulu Sumatera Timur) adalah sebuah provinsi yang mayoritas dihuni oleh suku Jawa sebagai suku pendatang. Merekalah yang kemudian secara turuntemurun berkembang di beberapa daerah perkebunan di Sumatera Utara (Sumatera Timur), sehingga beberapa menyebutnya dengan Jawa Kebon, Jawa Kontrak atau Jawa Deli. Mereka selain bermigrasi atau transmigrasi juga tidak lupa membawa kesenian-keseniannya. Kuda Kepang menjadi ekspresi kesenian mereka yang paling menonjol diantara kesenian lain yang mereka bawa, seperti Kethoprak Dor maupun Wayang Kulit.

Kesenian Kuda Kepang bisa dijumpai merat di hampir sebahagian besar desa-desa yang mayoritas penduduknya adalah orang Jawa. Orang Jawa pada hakekatnya mempunyai watak yang senantiasa berusaha menyesuaikan diri dengan orang di lingkungannya, dan mementingkan keharmonisan. Meskipun orangorang Jawa yang lahir di Sumatera sering disebut Pujakesuma, watak dan kebiasaan yang berdasarkan budaya mereka sendiri tetap disampaikan dari orang tuanya. Hal yang  demikian juga dilakukan pada kesenian Kuda

Kepang untuk diturunkan kepada generasi berikutnya. Ini yang menjadi salah satu, eksistensi kesenian kuda kepang masih eksis sampe sekarang. (Suharyanto, 2014) Pertunjukan kuda kepang di Medan, sangat terkait dengan perkembangan dan komposisi pendukung dari masyarakatnya. Ketika masyarakat pendukungnya berbedabeda oleh karena perpindahan mereka terdiri  dari beberapa kelompok masyarakat yang berasal dari daerah yang berbeda dan kemudian menjadi satu, tentu hal ini sangat mempengaruhi segi-segi lain pada bentuk pertunjukan yang disajikan. Apalagi didukung oleh jauhnya keseian itu dari daerah asalnya, maka akan sangat mempengaruhi banyak pola, bentuk dan struktur pada penyajian pertunjukan kuda kepang di Medan.

Kuda kepang lebih populer di Medan untuk menyebutkan nama pertunjukan yang memakai propertI kuda-kudaan yang terbuatdari sayatan bambu yang berbentuk pipih. Menurut Pigeaud (193 8: 229), bahwa: “Tari jathilan adalah semacam tari pertunjukan kuda, karena para penarinya menggunakan propertI kuda-kudaan yang terbuat dari bilah-bilah bambu yang ditipiskan dan dianyam (kepang). Ada juga yang menyebutnya pertunjukan kuda kepang, karena bahan untuk membuat kuda-kudaan dari bahan kepang. Ada yang menyebutnya ebeg, ebleg, embleg atau embeg ‘yang biasanya sebutan ini digunakan di daerah Jawa Tengah bagian barat. Makin ke timur sampai ke Surakarta dan Ponorogo, pertunjukan ini disebut reog, akhirnya di daerah Kediri dan di Jawa Timur, namanya adalah jaranan atau jaran kepang”. Menurut Pigeaud (1938: 240),

“Penyebutan jaran kepang atau kuda kepang sebetulnya sudah terjadi’salah kaprah yaitu kesalahan yang sudah diketahui tapi masih saja dilakukan. Penyebutan kuda kepang, sebetulnya adalah pertunjukannya diiringi oleh alat music dari bambu bernama angklung.” Oleh karena berkembangnya masyarakat, bersamaan dengan penyebaran masyarakat Jawa sampai ke Sumatera, Istilah ini hanya menjadi sebuah penyebutan yang merujuk pada satu ciri yaitu penari kuda kepang.

Hal ini menjadikan penyebutan kuda kepang sampai sekarang sudah tidak lagi memandang alat apa yang mengiringi pertunjukanan tersebut. Ahimsa (2000: 30), “Ciri lain dari pertunjukan kuda kepang adalah adanya trance/ndadi/kesurupan pada penaripenarinya.” Pada saat adegan ini, penari kuda kepang yang sedang trance/ndadi/kesurupan menunjukkan kebolehan Group Kuda Kepang Abadi di Desa Tanjung Morawa A adalah sebuah kelompok kesenian yang sampai sekarang masih memelihara kesenian rakyat yang berasal dari Jawa terdiri dari orang-orang Jawa keturunan yang lahir di Sumatera. Kelompok kesenian seperti ini banyak tersebar di desa-desa yang mayoritas penduduknya beretnis Jawa. Kelompok kesenian ini diketuai oleh seorang ketua Group yang mengatur dan memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan oleh anggotanya pads saat pertunjukan. Ketua ini mengatur posisi yang harus diperankan oleh anggotanya, menyediakan semua perlengkapan yang dipakai mulai dari kostum, properti, alat rias dan alat-alat musik untuk pertunjukan, bahkan juga membagi honor apabila dipesan untuk pertunjukan di suatu tempat.

Apabila membicarakan pertunjukan kuda kepang, dalam konotasi asalanya di Jawa, maka tidak akan bisa terlepas dari pertunjukan reog yang sangat terkenal di daerah Ponorogo. Hal ini dikarenakan, pertunjukan kuda kepang bias menjadi salah satu bagian terpisah dari pertunjukan reog. Pertunjukan lainnya adalah tarian bertopeng oleh tokoh-tokoh yang ada di dalamnya dan pertunjukan singabarong yang dilakukan secara atraktif oleh seorang penari. Pertunjukan singabarong inilah yang pada akhirnya menjadi penamaan dari reog. Kuda kepang menjadi sebuah pertunjukan yang berdiri sendiri yang terlepas dari tari topeng dengan cerita yang tidak begitu jelas pada penampilannya.

Pada perkembangannya di Sumatera, kondisi pertunjukan kuda kepang seperti itulah yang dibawa oleh orang-orang Jawa yang menjadi kuli kontrak perkebunan pada masa penjajahan Belanda. Pada keturunan mereka setelah itu, masalah kesejarahan dan asal-usul pertunjukan kuda kepang menjadi tidak diketahui. Dengan demikian, pertunjukan kuda kepang adalah pertunjukan rakyat memakai properti kuda-kudaan yang terbuat dari sayatan bambu yang dianyam dan berbentuk kuda pipih. Pertunjukan rakyat ini dilakukan oleh laki-laki yang menunggang kuda-kudaan pipih yang dibuat dari anyaman bambu dan dicat. Tungkai-tungkai penari sendiri

menciptakan ilusi dari gerak-gerak kaki kuda. Cerita yang ditampilkan tidak begitu jelas, karena tokoh-tokoh yang menari hanya penari kuda kepang sampai pada keadaan trance/ndadi/kesurupan. Di Medan, bersamaan dengan penyebaran masyarakat Jawa sampai ke Sumatera, istilah ini hanya menjadi sebuah penyebutan yang merujuk pada satu ciri yaitu penari kuda kepang. Hal ini menjadikan penyebutan kuda kepang sampai sekarang sudah tidak lagi memandang alat apa yang mengiringi pertunjukanan tersebut. Jalan cerita tidak juga dipentingkan lagi, bahkan mungkin

orang sudah tidak mengetahuinya, karena yang terpenting bagi mereka adalah kegembiraan

dan keterlibatannya dalam pertunjukan. Urutan penyajian musik iringan pada pertunjukan kuda kepang tidak begitu bias ditandai, karena keadaan trance/ndadi/kesurupan seorang penari tidak bisa dibatasi. Perubahan iringan tergantung dari seorang penari yang mulai trance/ndadi/kesurupan, meminta menari dan mengakhiri trance/ndadi/kesurupan. Terkadang keadaan trance/ndadi/kesurupan bisa sangat lama atau sebentar, tergantung stamina penari. Group Kuda Kepang Abadi di Desa Tanjung Morawa A adalah sebuah kelompok kesenian yang sampai sekarang masih memelihara kesenian rakyat yang berasal dari Jawa terdiri dari orang-orang Jawa keturunan yang lahir di Sumatera. Group ini bisa dibilang masih muda karena baru didirikan tahun 2000 oleh Bekur Sarjono yang merupakan keturunan ketiga dari orang Jawa yang berada di Medan.

Bagikan Artikel Ini