Beranda » Meningkatkan Kualitas Tanaman Pangan Melalui Pertanian Ramah Lingkungan

Meningkatkan Kualitas Tanaman Pangan Melalui Pertanian Ramah Lingkungan

Oleh : Salman AL Farisy
Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Pertanian merupakan kata yang penggunaannya sudah sering dijumpai dalam komunikasi sehari-hari. Kata pertanian sendiri memiliki definisi yang menyatakan suatu kegiatan manusia dalam rangka mengolah sumber daya alam, khususnya sumber daya hayati dengan menggunakan bantuan modal, tenaga kerja, teknologi, dan manajemen tertentu. Pertanian dilakukan untuk memproduksi tanaman pangan, serat, dan produk lain yang diinginkan dengan cara melakukan kegiatan budidaya tanaman dan pemeliharan hewan di dalam agroekosistem. Peran pertanian dalam menghasilkan tanaman pangan saat ini menjadi perhatian khususnya sejak pandemi covid-19 yang melanda seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Adanya pandemi covid-19 memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap ketahanan pangan nasional. Berdasarkan sumber yang diperoleh dari KOMINFO sampai dengan bulan Februari tahun 2022, tercatat telah terjadi deflasi bahan makanan sebesar 1,5% (mtm) atau 0,22% (ytd). Adanya deflasi terhadap bahan makanan tersebut mendorong penurunan indeks ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini didukung oleh data dari Global Food Security Index (GFSI) yang menyatakan penurunan indeks dari tahun 2020 ke tahun 2021 sebesar 2,2 sehingga diperoleh indeks sebesar 59,2 pada tahun 2021.

Penilaian indeks ketahanan pangan didasarkan pada beberapa indikator utama yaitu keterjangkauan, ketersediaan, kualitas nutrisi dan keamanan. Berdasarkan penilaian dari GFSI, standar nutrisi tanaman pangan di Indonesia dinilai masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah efek penggunaan bahan kimia yang berkepanjangan dan berlebihan sehingga menimbulkan ancaman terhadap kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan (air dan tanah). Adanya permasalahan tersebut menghadapkan Indonesia pada dua pilihan yaitu melanjutkan teknologi intensif berbasis input kimia atau kembali ke praktik pertanian tradisional yang ramah lingkungan seperti pertanian organik untuk produksi tanaman pangan berkelanjutan.

Permasalahan pada dua pilihan tersebut muncul ketika terjadi peningkatan permintaan pangan yang ditunjukkan selama dua dekade terakhir. Pembangunan pertanian menuju swasembada pangan yang berbasis pada peningkatan produksi telah menimbulkan kelangkaan dan bencana lingkungan sebagai dampak dari eksploitasi sumber daya. Faktor input lain seperti penggunaan pestisida menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan karena dapat mengkontaminasi lahan dan perairan. Oleh sebab itu solusi ramah lingkungan dalam teknologi pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan menjadi perhatian serius terutama dalam mengkombinasikan pemanfaatan limbah ternak yang tepat dan berguna untuk menjadi biogas, kompos, serta kascing. Penggunaan pestisida pun dievaluasi kembali dalam agrologi untuk meminimalkan efek terhadap lingkungan. Evaluasi tersebut mencetuskan suatu produk pestisida hijau (ekologis) dalam bentuk semprotan dan debu yang diyakini lebih ramah lingkungan karena menyebabkan lebih sedikit kerusakan pada sistem lingkungan. Pembentukan teknologi pertanian ramah lingkungan tersebut ditujukan untuk menjaga keamanan pangan dan juga alam sehingga dapat memainkan peran kunci dalam memastikan ketahanan pangan, meningkatkan kesehatan manusia dan dapat merehabilitasi serta melestarikan lingkungan untuk menjaga kesejahteraan anak cucu.

Sistem pertanian “Green Revolution” sejak beberapa dekade lalu menimbulkan permasalahan lingkungan pada lahan pertanian saat ini. Hal ini disebabkan penggunaan produk pertanian (pupuk sintetik, pestisida) yang terus menerus dan menyebabkan penurunan produktivitas pertanian, pencemaran air, kerusakan lingkungan serta gangguan ekologis lahan sawah seperti hilangnya biota lokal asli, ketidakseimbangan antara predator atau hama, terjadinya wabah hama dan penyakit tanaman dengan intensitas tinggi. Kondisi lahan pertanian jika tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan lahan menjadi semakin kritis dan semakin mengancam kualitas kehidupan manusia. Perlu upaya dari berbagai pihak untuk mencari strategi yang paling tepat dalam mengantisipasi kondisi tersebut sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan. Salah satunya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan program pertanian pemerintah secara optimal untuk membudidayakan tanaman pangan ramah lingkungan.

Penerapan inovasi budidaya tanaman pangan ramah lingkungan masih menghadapi banyak kesulitan dan kendala. Salah satu alasannya adalah perbedaan antara desain dan kenyataan yang disebabkan oleh berbagai konteks dan kondisi. Hal ini sering terjadi dalam berbagai intervensi pembangunan, serta intervensi inovatif budidaya tanaman ramah lingkungan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Kendala lain mengingat masalah ketersediaan data, infrastruktur teknologi, proses kerja, motivasi budaya, manajemen struktur, kurangnya anggaran, ketidaksesuaian perencanaan dan pelaksanaan, masih menjadi potensi besar yang menyebabkan kegagalan.

Salah satu contoh penerapan pertanian ramah lingkungan pada perencanaan pertanian terpadu dan berkelanjutan adalah pertanian organik yang dikelola untuk meningkatkan dan mempertahankan efisiensi tanah dengan berfokus pada pemanfaatan sumber daya alam (bahan-bahan organik) dengan sebaik-baiknya, membatasi penggunaan pupuk anorganik untuk menjaga kelestarian lingkungan, pengembangan lebih lanjut terkait biota pada tanah, dan pengendalian siklus kehidupan serangga mengingat varietas tanaman yang berbeda. Contoh penerapan tersebut berhasil diterapkan oleh Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB) yang berfokus pada pengembangan pertanian organik modern khususnya budidaya sayuran organik di daerah Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Penerapan pertanian organik ini juga terdapat pada program PPT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) atau model pertanian ramah lingkungan yang mengintegrasikan berbagai teknologi untuk meningkatkan produktivitas tanaman. PPT ini telah diselenggarakan oleh pemerintah sejak tahun 2015 dan dinilai mampu meningkatkan produksi komoditas pangan seperti padi, kedelai, dan jagung. PPT menekankan terkait sinergitas antar teknologi, selain itu juga pada penurunan emisi gas rumah kaca.

Dari segi kelestarian lingkungan, pertanian organik ini dinilai baik namun kurang efisien dari segi ekonomi karena dalam pelaksanaan pertanian organik memerlukan biaya yang lebih tinggi sehingga nilai jualnya juga tinggi. Akibatnya daya beli masyarakat terhadap hasil dari pertanian organik masih kalah dengan pertanian konvensional biasa. Meskipun berdampak negatif terhadap lingkungan, pertanian konvensional menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian ramah lingkungan karena adopsi teknologi. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kedua sistem pertanian memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing di masa industrialisasi saat ini.

Oleh karena itu, perlu adanya kegiatan pembangunan berkonsep pertanian berkelanjutan yang mampu mengakomodir kebutuhan peningkatan produksi dan efisiensi usaha tani dengan tetap menjaga kualitas lingkungan serta sumber daya lahan pertanian dalam aturan ekologis sehingga dapat memenuhi kecukupan pangan jangka panjang. Adanya globalisasi dalam bidang teknologi diharapkan dapat dimanfaatkan sebijak mungkin tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan terutama alih fungsi lahan hutan dalam bidang pertanian. Hal ini bertujuan untuk menciptakan sistem pertanian yang ramah lingkungan, menjamin produk pertanian Indonesia dalam mendukung ketahanan pangan nasional, memasok kebutuhan hidup manusia secara berlanjut tanpa menimbulkan degradasi sumber daya alam, menciptakan lingkungan yang terpelihara, mendorong pemanfaatan bahan organik yang ramah terhadap lingkungan dan menjamin keberlangsungan usaha tani yang masuk ke pasar global sehingga mampu memberikan keuntungan ekonomi dalam tingkat sosial agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Bagikan Artikel Ini