Beranda » Ketika Perempuan Menjadi Tulang Punggung Keluarga

Ketika Perempuan Menjadi Tulang Punggung Keluarga

Kehidupan budaya di Indonesia, pada umumnya menganut budaya patriarki. Budaya patriarki yaitu budaya yang dimana laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Dalam budaya ini terdapat perbedaan yang jelas mengenai peranan serta tugas seorang perempuan dan laki laki dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya kehidupan dalam keluarga atau berumah tangga.
Kondisi dalam setiap keluarga tentunya berbeda-beda. Masing–masing keluarga mempunyai kebutuhannya sendiri. Contohnya yaitu biaya pengobatan ketika salah satu anggota keluarga sakit, untuk biaya pendidikan anak, untuk gaji pekerja rumah atau babysitter, dan bisa juga karena biaya rekreasi bersama anggota keluarga ketika akhir pekan, dan masih banyak lagi kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Nah, sering kali semua biaya itu, tidak cukup apabila hanya mengandalkan penghasilan dari seorang suami saja.

Dalam kehidupan rumah tangga salah satu tugas yang harus dilakukan oleh laki laki yaitu mencari nafkah sebagai tulang punggung keluarga sedangkan perempuan hanya mempunyai tugas untuk mengurus rumah tangga seperti domestik serta reproduksi. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit laki laki yang tidak bisa menunaikan- menunaikan kewajibannya sebagai pencari nafkah dan mesti digantikan oleh perempuan.

Fakta seorang istri yang menjadi tulang punggung keluarga itu merupakan suatu hal yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Tidak sedikit seorang suami yang dinafkahi oleh seorang istri. Biasanya, mencari nafkah merupakan tugas seorang laki-laki sebagai tulang punggung keluarga serta pencari nafkah utama untuk istri dan juga anak-anaknya. Akan tetapi, mau tidak mau seorang perempuan mesti turun tangan dan kerja banting tulang demi mencukupi kebutuhan hidupnya Sehari-hari, karena dia berfikir tidak mungkin mengandalkan orang lain apalagi sampai meminta-minta. Selain kebutuhan pokok yang meningkat, ada juga kebutuhan lainnya yang tidak bisa mengandalkan laki-laki misalnya biaya sekolah anak, biaya tak terduga dan lain lain. Hal tersebut yang menyebabkan seorang perempuan di dalam keluarganya menjadi breadwinner. Masih banyak juga alasan-alasan mengapa perempuan jadi tulang punggung keluarga.

Alasan yang pertama perempuan menjadi tulang punggung keluarga yaitu karena suaminya yang tidak bekerja atau bisa dibilang pengangguran, jadi mau tidak mau atau terpaksa seorang istri harus kerja banting tulang untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
Alasan yang kedua perempuan menjadi tulang punggung keluarga yaitu karena yang sudah bercerai dari suami. Menurut saya meskipun keduanya sudah bercerai atau berpisah, jika ada seorang anak seharusnya mantan suaminya tetap harus menafkahi karena ada seorang anak darinya yang tetap harus diberikan nafkah untuk anaknya. Tapi tidak sedikit seorang mantan suami yang ketika sudah bercerai tidak membiayai anaknya. Oleh karena hal tersebut seorang istri atau perempuan terpaksa menjadi tulang punggung keluarga karena tidak ingin bergantung kepada mantan suaminya.

Alasan yang ketiga yaitu karena suami yang sudah meninggal. Karena suaminya meninggal jadi seorang istri atau perempuan harus menjadi tulang punggung keluarga, karena banyak biaya yang mesti ditanggung olehnya setelah suaminya meninggal dan juga karena tidak ada lagi yang membiayai kehidupannya. Alasan yang selanjutnya yaitu karena suami di PHK, ketika suami di PHK dari pekerjaannya tidak sedikit seorang istri yang mau tidak mau harus menjadi tulang punggung keluarga, apalagi ketika munculnya pandemi covid -19, banyak sekali para suami yang di PHK dari pekerjaannya. Dan masih banyak lagi alasan-alasan perempuan atau seorang istri menjadi tulang punggung dalam keluarga.

Dari beberapa alasan tersebut, seorang istri atau perempuan mampu menjadi tulang punggung dalam keluarga dan dapat menggantikan perannya sebagai seorang suami yang harus rela untuk mencari nafkah. Ada juga yang menganggap jika beban kerja istri di rumah tidaklah berat, oleh sebab itu lebih baik waktunya digunakan untuk bekerja sehingga menambah pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan berperannya seorang perempuan atau istri sebagai tulang punggung keluarga, tentunya peran mereka di dalam keluarga semakin besar, karena tugas utama seorang istri di dalam keluarga pada dasarnya yaitu menjadi istri atau ibu. Kondisi itulah yang mengharuskan seorang istri atau perempuan tanguh itu perlu mengatur waktunya supaya bisa menjalankan peran ganda itu secara seimbang dan baik.
Fenomena perempuan menjadi tulang punggung keluarga juga terjadi pada ibu Alawiyah. Alasan bu Alawiyah menjadi tulang punggung keluarga yaitu karena suaminya yang tidak bekerja, akhirnya beliau lah yang kerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Beliau menjual makanan serba 10 ribu dan keliling kampung untuk menjualnya, pokoknya rasa semangat yang dimilikinya untuk menghidupi keluarganya sangat besar. Beliau semangat dalam menyekolahkan anak anaknya bahkan sampai ke perguruan tinggi. Beliau tak kenal lelah dan pantang menyerah.

Dari fenomena tersebut, banyak sekali pelajaran berharga yang dapat diambil. Saya sangat salut dengan rasa semangat nya yang tinggi dan tak kenal lelah untuk bekerja banting tulang agar terpenuhi kebutuhan sehari-harinya. Menurut saya boleh- boleh saja apabila seorang perempuan atau istri bekerja atau menghasilkan uang sendiri dengan alasan yaitu agar tidak membebani orang tua, dan membantu suami agar lebih ringan jika keduanya sama sama bekerja.

Dari banyaknya fenomena yang terjadi saya memberikan gambaran bahwa perempuan dapat menggantikan perannya sebagai seorang suami dan perempuan bisa menjadi tulang punggung keluarga, tidak hanya laki laki saja. Seorang perempuan yang bekerja Juga sering kali menghadapi dilema keluarga, karena ia memikul beban yang banyak dan mengambil lebih dari satu peran.

Bagikan Artikel Ini