Beranda » Katanya Sih Demokrasi

Katanya Sih Demokrasi

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Karya: Raden Sandrina Kusuma Ghaisani

Hai.. gue Aye mahasiswa Ilmu Politik disalah satu universitas terkenal di Jakarta. Semenjak SMP gue suka banget politik dari mulai jaman periode pertama hingga saat ini, bosen sih tapi katanya rezeki membawa berkah soalnya kan kita sedekah, hahahaha. Sejak SMP gue emang udah sering banget sih ikut lomba – lomba debat apalagi kalau temanya yang berbau politik. Hingga ketika gue mulai beranjak dewasa, tepatnya pada kelas 1 SMA gue punya pacar. Tapi sayangnya kita beda kubu sih! Makanya kita sering banget berdebat tentang hal yang ga penting, bahkan uang negara aja kita debatin!? Kayak…sebenernya tuh uang milik siapa?

Pada tahun 2019 yang lalu, pas banget pemilihan Pilpres, waktu itu banyak banget orang – orang yang saling menjelek-jelekkan masing-masing lawan paslonnya, iya sih negara kita negara demokrasi, tapi padahal kan mereka bisa membanggakan paslon mereka masing – masing tanpa saling ngejek dan saling ngejatohin, ya? Gue sebagai anak debat aja bingung…apa sih yang harus didebatin? Soalnya makin hari makin gajelas, katanya sih negara demokrasi tapi giliran berpendapat dan memberikan opini kok malah diberi sanksi?

Lebih lucunya lagi, akhir-akhir ini kita seolah-olah dibatasi dalam berdemokrasi. Contohnya aja kejadian beberapa waktu lalu ketika ketua BEM dari beberapa universitas negeri di tangkap karena mengkritik pemerintahan. Lucu ya? Masa kita dilarang ber-demokrasi di negara demokrasi? Hahahaha. Eh bukan itu juga loh? Tau gak beberapa waktu lalu juga ada berita kalau ada 10 mahasiswa UNS ditangkap karena menyampaikan suara mereka melalui poster. Mereka di tangkap gitu aja tanpa ada alasan yang jelas. Padahal kan di UU,  atau di peraturan tertulis manapun gaada tuh larangan berpendapat di poster ataupun di media, apalagi sampe diciduk apparat gitu. Hadeuuhh…

Hari ini gue lagi on the way ke tempat yang biasa gue dan temen-temen gue datengin. Gue, Bumi, Siwi, sama Dion biasa ngumpul di salah satu café yang ada di deket kampus. Kita sering bahas tugas, ngobrol tentang masalah politik atau isu yang lagi trending di negara dongeng tercinta ini.

“Hai, brader…” itu Bumi, anak Hukum yang hits abis di angkatannya. Dia ini yang biasa update tentang isu-isu yang lagi panas, dan yang paling semangat kalau ada orang yang lagi debat gara-gara kepancing sama topik yang suka dia bahas.  Kompor!

“Halo juga cinta!” nah kalo itu Dion, duta glowing kita semua yang lebih kompor dari Bumi. Hobinya ngegosip sama bapak-bapak tiap ngeronda, katanya sih biar meminimalisir berita hoax yang biasanya bertebaran di grup whatsapp keluarga. Kontribusi Dion pas lagi ngumpul-ngumpul sama bapak-bapak adalah dengan mendoktrin mereka dengan berita-berita yang valid, bukan berita hoax. Dan mencegah berita hoax di forward ke grup-grup yang biasanya bertebar di mana-mana. Gokil kan!

“Ada berita apa hari ini kawan?” itu gue yang ngomong, sambil narik salah satu kursi yang ada di café, duduk di sebelah Siwi yang lagi asyik mainin laptopnya, mulutnya tak kalah asyik, sibuk mengunyah makanan.

“Eh, Aye udah datang.” Siwi memberikan beberapa lembar kertas ke gue.

“Apanih?” tanya gue bingung.

“Naskah proklamasi, Ay!” jawab Bumi.

“Kwitansi utang negara kali.” Celetuk Dion sambal ngunyah bakso, yang bikin kuahnya muncrat kemana-mana.

“Ngawur! Itu bahan buat tugas kelompok nanti, itu tentang penangkapan mahasiswa UNS, penghapusan mural kritik di Yogyakarta, sama pembuat mural yang lagi buru sama aparat.” Jawab Siwi.

Gue membaca isi dari kertas yang dikasih Siwi tadi. Gue Cuma bisa geleng-geleng aja siee bacanya. Kok negara ini kayaknya makin chaos deh…pejabat-pejabat negeri ini pada nyogok ya? Atau pake orang dalem? Kok kerjaannya ngawur dan bikin negara jadi acak-acakkan begini. Kok bisa?

“Gue bingung dah, gais…pertanyaan gue ya, salah mereka tuh apa? Bukannya mahasiswa tuh punya tanggung jawab ngebela rakyat?. Nyatanya kita bahkan ga dikasih kesempatan buat bersuara.” Kata Bumi menggebu-gebu.

“Setuju, terus yah bukannya fungsi mural itu memang untuk mengkritik ya? Kok yang ngebuat mural-mural malah di kejar-kejar kaya maling. Apa kabar dengan para koruptor? Jelas-jelas yang merugikan negara kan koruptor, bukan orang-orang suka buat mural.” Balas Siwi gak kalah semangat.

“Terus tujuan dari demokrasi itu apa dong? Kayaknya udah ga berlaku lagi ya fungsi demokrasi di negara ini?” gue ngelirik temen-temen gue yang keliatannya lago sok serius mikir.

“Gimana ya bilangnya, sis. Dibilang udah ga berlaku juga…ga bisa. Tapi emang fungsinya juga udah agak menghilang.” Siwi mengangguk-anggukkan kepala nya, sambal mengetik sesuatu di laptopnya.

“Kasihan ya kita…hidup di jaman pemerintahan yang suka ngelawak. Padahal mereka ga bakat jadi pemimpin, tapi sok banget buset, kesel banget gue.”

“Lo aja gimana Mi, yang gantiin jadi pemimpin?” kata Dion membalas perkataan Bumi.

“Aduh gue sih nyadar diri aja ya. Gue sama sekali gaada bakat dan gapunya potensi buat ikut-ikuttan ke politik, apa lagi jadi pemimpin atau at least jadi pejabat. Enak sih, tidur aja di bayar, tapi ogah ah!” Bumi melambaikan tangannya, menolak mentah-mentah.

Akhirnya kita cuma ketawa-ketawa, membahas poldem alias politik demokrasi yang terjadi di negara dongeng ini. Ga ada titik nya, ga ada ujungnya apalagi jalan keluarnya. Berasa lagi pergi main pertama kali ke kosan temen yang ada di dalem gang, terus pulangnya nyasar, ketemunya jalan buntu. Terus mau balik laginya bingung karena lupa jalan. Hahahahaha.

(***)

Bagikan Artikel Ini