Beranda » Kuncinya Cuma Uang

Kuncinya Cuma Uang

Ilustrasi - foto istimewa InfoIndonesia.id

Kebingunan menjalar diseluruh kepalanya, duduk dengan pandangan kosong Seraya berusaha untuk menenangkan diri, terus mencari solusi dari kegelisahan dan kekhawatiran. Semuanya terasa kacau.

“saya sudah mengorbankan banyak hal buat ini” ujarnya.

mau bagaimana lagi, kekalahan sudah didepan mata. Rasa penyesalan tersirat diwajahnya. Hampir semua yang dimilikinya habis untuk mencalonkan dirinya menjadi kepala daerah, namun sayangnya dia bahkan tak sempat mecicipi bangku kekuasaan.

“permisi pak, ini ada sedikit sembako dari pak burhan, tolong di terima ya pak”

“maaf kami ga terima yang beginian, tapi kalo maksa taruh aja di depan pintu”

Begitulah kira-kira percakapan antara anak buah pak burhan dengan para warga. Mereka mengunjungi dari rumah ke rumah untuk membagikan sembako dan uang. Yang sudah jelas bahwa hal ini ditujukan untuk mempengaruhi warga setempat.

Adanya pemilihan ini tentu saja menimbulkan kompetisi atau persaingan antar calon kepala daerah. Dimana masing-masing dari mereka berlomba menyebarkan pengaruhnya kepada warga sekitar, sehingga mendapatkan dukungan oleh para warga yang akan memlihnya menjadi kepala daerah. Namun persaingan ini tidaklah jujur, banyak sekali hal-hal kotor terjadi didalamnya.

“Eh eh, kamu terima sembako dari pak burhan gak?”

“ya diambil lah, lumayan kan biar gak usah beli lagi, tapi pernah dapet dari pak jaka gak?, katanya sih pak jaka gak pernah kasih beginian, ternyata pak jaka pelit banget ya. Masa mau nyalon jadi kepala daerah pelit begini, gimana nantinya, parah nih liat aja nanti ga bakal ada yang pilih”

“eh iya bener, tapi kalau  dilihat-lihat pak hendri lumayan banyak ngasih kita, baik banget”

“eh kok mau milih kepala daerah dilihat dari seberapa mereka ngasihnya sih, kalian tau kan itu hal yang gak baik” sanggah ibu yati kepada ibu-ibu yang sedang belanja sayuran.

Obrolan ibu-ibu di pagi hari menjelang pemilihan, dimana sedang gencar-gencarnya politik uang ini terjadi. Masyarakat sekitar sudah sangat terbiasa dengan adanya politik uang, seolah jika tidak memperoleh barang atau benda dari para pencalon, maka ia tidak akan memilih. Disini pak burhan kalah langkah oleh pak hendri yang lebih sering membagikan barang atau benda kepada para warga. Tentu saja pak burhan tidak tinggal diam.

“Mbah jadi gimana, apa yang harus saya lakukan agar saya bisa memenangkan pemilihan ini”

“Ikuti perintah saya”

Pak burhan-pun mengikuti semua arahan dari si mbah yang katanya mampu mewujudkan apa yang dia inginkan. Mulai dari kembang tujuh rupa, air tujuh warna, dan banyak lagi lainya. Semuanya dia lakukan demi memenangkan pemilihan kepala daerah, karena sudah terlanjur memakan banyak modal, maka pak burhan berpikir ini adalah cara yang mungkin saja benar-benar dapat membawanya kepada keberhasilan. Dan pak burhan siap membayar berapapun yang diminta oleh si mbah. Entahlah mengapa pak burhan sangat mempercayai hal-hal mistis seperti ini.

Akhirnya setelah melalui proses panjang yang cukup menguras tenaga dan uang. Tibalah hari dimana pelaksanaan pencoblosan kepala daerah diakan. Semua orang terutama para peserta sudah sangat menantikan hari ini. Begitu juga dengan pak burhan yang dari semalam sudah risau. Dari sebelum hari pemilihan tiba, dia sudah menyuruh anak buahnya untuk melakukan serangan fajar, Menghubungi si mbah, mendatangi orang-orang berpengaruh agar medapat lebih banyak dukungan dan lain sebagainya.

“Waduh gimana nih man, kemarin saya disuruh untuk serangan fajar sama pak burhan. Tapi saya lupa dan bangun kesiangan, masa iya mau tetep dibagiin nanti jadi serangan siang, mereka juga sudah pada nyoblos kali” Ujar salah satu anak buahnya.

“Pasti nanti bakal abis kamu sama pak burhan”

Setelah mendengar kabar dari anak buahnya itu, pak burhan langsung memarahinya.

“Gimana sih kamu, bisa-bisanya kesiangan begitu, nanti kalau orang-orang ga milih saya gimana?. Yang benar aja dong masa begini aja gak bisa?” Sejak itulah dia semakin khawatir dan gelisah tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, namun disini dia masih berusaha untuk berpikir positif bahwa dia pasti bisa memenangkan ini.

“Waah selamat ya pak, akhirnya bapak bisa menjadi kepala daerah, saya turut berbahagia”

“Iya terimakasih banyak pak” ujar pak hendri.

Mendengar kekalahanya, pak burhan pun terlihat sangat kecewa dan dilanjutkan oleh penyesalan yang datang silih berganti dipikiranya.

Andai saya tidak tergoda dan menerima tawaran ini. Jadi semua yang si mbah omongin itu bohong, padahal sudah saya berikan semua yang dia minta. Kalau saja anak itu tidak lupa untuk melakukan serangan fajar pasti saya tidak akan kalah seperti ini.

Begitulah kira-kira isi kepala pak burhan yang saat ini sedang ramai.

“Kan sudah saya bilang, kamu gak usah ikut-ikut hal seperti ini. Kamu nekat sekali dengan segala-galanya yang seadanya dan mencalonkan diri dengan percaya diri. Disini itu uang yang berbicara”

Sedari awal orang-orang terdekat pak burhan memang kurang menyetujui keputusanya untuk mencalonkan diri. Jikalau orang-orang itu tidak bertamu sore itu, mungkin pak burhan tidak akan mengikuti pencalonan ini.

Seperti sudah menjadi tradisi, kecurangan seperti ini hampir terjadi disetiap pemilihan, seoalah-olah dijadikan sebagai alat untuk memenangkan pencalonan daripada memilih aturan yang sudah ditetapkan. Namun akan cukup sulit untuk mengembalikan keadaan ini apalagi untuk menghilangkan praktik politik uang ini. Padahal setiap pemilihan menjadi sebuah refleksi dari pemimpin yang terpilih sebagai pemimpin yang jujur dan adil, dan akan sangat disayangkan hal ini dinodai dengan kecurangan-kecurangan diluar aturan yang disepakati.

(***)

Bagikan Artikel Ini