Beranda » Pentingnya Meningkatkan Literasi Keuangan Sejak Dini Untuk Menghindari Penipuan Investasi Berkedok Trading

Pentingnya Meningkatkan Literasi Keuangan Sejak Dini Untuk Menghindari Penipuan Investasi Berkedok Trading

Dewasa ini, kita diramaikan dengan banyaknya penipuan berkedok investasi. Tidak sedikit masyarakat, terutama kalangan muda milenial yang rela berutang kepada jasa pinjaman online (pinjol) untuk kemudian disimpan di tempat yang mereka anggap investasi. Mereka tergiur dengan iming-iming keuntungan (return) yang besar dan cepat padahal entitas usahanha tidak jelas, bahkan tidak ada alias ghaib.

Terbaru, di Tasikmalaya Jawa Barat diberitakan ada skitar 300 mahasiswa tertipu investasi bodong hingga mencapai 5,7 miliar rupiah. Beberapa waktu yang lalu, diberitakan 19 orang tertipu investasi Bodong di Makasar. Bahkan di Bengkulu Utara diberitakan siswi SMA membawa kabur hasil investasi bodong yang dijalankan sebesar 2,6 miliar rupiah. Ironisnya, yang tertipu adalah mahasiswa, kaum intelektual yang seharusnya mendapatkan pemahaman utuh tentang literasi keuangan dan investasi.

Selain 3 kasus di atas, diduga masih banyak kasus sejenis yang belum muncul ke permukaan. Disamping modus investasi bodong seperti di ceritakan di atas, sedang ramai juga model investasi bodong berkedok robot trading. “Investasi” jenis ini dikampanyekan oleh para influencer media sosial terutama youtube dan Instagram. Para influencer skaligus menjadi afiliator robot trading tersebut sengaja melakukan flexing atau memamerkan harta kekayaannya guna menarik massa. Cara ini terbukti ampuh dengan banyaknya masyarakat, khusnya kalangan muda yang tergiur dan berosbsesi “sukses” sperti mereka.

Jenis “investasi” robot trading ini sangat merugikan dan memakan banyak korban, seperti ribuan masyarakat di Surabaya yang merugi hingga 250 miliar rupiah. Jika ditelaah lebih jauh, trading robot tersebut mirip dengan judi, yaitu dengan hanya menebak atau menerka-nerka saja. Judi berkedok trading tersebut sudah masuk ke kampung-kampung dan kian meresahkan. Di Gorontalo, hampir satu kampung atau sebanyak 95% dari total penduduknya kena tipu investasi bodong berkedok trading valuta asing (forex).

Lalu berapa sih kerugian akibat “investasi” bodong tersebut? Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK mencatat nilai kerugian masyarakat karena adanya investasi bodong (ilegal) mencapai Rp 117 triliun dalam 10 tahun terakhir untuk periode 2011-2021.
ironisnya, kasus-kasus penipuan berkedok investasi dan trading seperti ini bahkan terjadi di masa pandemi Covid-19. Dimana banyak masyarakat yang harus kehilangan pekerjaan dan pendapatan akibat dari dampak pandemi Covid-19.

International Labour Organization (ILO) memperkirakan jumlah pengangguran global pada tahun 2022 mencapai 205 juta orang. Laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF, UNDP, Australia Indonesia Partnership for Economic Development (Prospera) dan SMERU Research terkait dampak pandemi covid-19 terhadap kehidupan sosial dan ekonomi menyatakan bahwa sebesar 74,3% rumah tangga mengalami penurunan pendapatan, baik masyarakat perkotaan (78,3%) maupun masyasrakat pedesaan (69,5%).

Maraknya kasus masyarakat “tertipu” seperti ini bisa disebabkan berbagai faktor, diantaranya akibat janji atau iming-iming return tinggi, bisnis stabil, risiko rendah, keinginan cepat kaya, serta kurangnya literasi tentang keuangan dan investasi.

Literasi Keuangan

Menurut Survey Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021-2025 Otoritas Jasa keuangan (OJK), literasi keuangan merupakan pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan. Literasi keuangan harus menjadi life skill yang dimiliki oleh setiap individu saat ini.

Konsep dasar keuangan atau literasi keuangan yang baik sangat diperlukan untuk membuat keputusan pengelolaan keuangan yang baik. Masyarakat yang well literate lebih mudah memahami hal-hal yang terkait dengan industri jasa keuangan dan serta memiliki informasi untuk menentukan produk, layanan jasa keuangan dan investasi yang aman dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.

Di samping itu, masyarakat yang well literate cenderung memiliki kemampuan pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam mendukung kesejahteraan keuangan mereka. Dengan demikian, masyarakat yang well literate dan financially inclusive pada akhirnya akan terhindar dari trading atau investasi ilegal dan bodong.

Untuk mengetahui tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia, OJK melaksanakan survei nasional yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali dimulai dari tahun 2013, 2016, dan yang paling baru 2019. Survei nasional ini memberikan gambaran mengenai kondisi literasi keuangan masyarakat Indonesia.

Secara umum, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, artinya terdapat peningkatan jumlah masyarakat yang well literate dari tahun ke tahun. Well literate merupakan kondisi dimana seseorang memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan layanan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan, sikap, dan perilaku yang benar dalam menggunakan layanan jasa keuangan dan memilih produk investasi.

Indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia di tahun 2019 menunjukkan angka sebesar 38,03% yang berarti dari setiap 100 orang penduduk terdapat sekitar 38 orang yang well literate. Hasil ini menunjukkan peningkatan dari survei sebelumnya yakni 29,7% di tahun 2016 dan 21,8% di tahun 2013.

Solusi

Perlu terus dilakukan upaya dan edukasi dari berbagai pihak, guna meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia. Faktanya masih ada 62% masyarakat Indonesia yang bad literate, yang dimanfaatkan para penipu (pelaku trader atau manajer bodong) berkedok investasi. Angka ini masih terbilang tinggi, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya serius untuk mengedukasi masyarakat terkait literasi dan inklusi keuangan.

Fakta di awal disebutkan bahwa banyaknya masyarakat terpelajar (mahasiswa) yang tertipu investasi bodong. Kondisi demikian sungguh sangat mengkawatirkan. Perlu ada upaya terstruktur dan sistematis agar masyarakat Indonesia well literate keuangan dan investasi sejak dini.

Lalu apa yang sudah dilakukan oleh stakeholders terkait, terutama OJK dalam upaya meminimalisir kasus-kasus serupa akibat kurangnya literasi dan inklusi keuangan tersebut? Benar! OJK saat ini telah melakukan berbagai upaya, mulai dari melakukan edukasi, sosialisasi, webinar, hingga mengembangkan seri buku literasi keuangan untuk semua tingkatan usia.
OJK menyusun buku seri literasi keuangan untuk setiap tahap kehidupan manusia. Dimulai dari buku seri literasi keuangan tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang terdiri dari empat buku cerita bergambar dan satu buku pendamping yang ditujukan bagi guru dan orang tua.

Kemudian dilanjutkan dengan buku seri literasi keuangan tingkat SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi yang memuat materi terkait seluruh sektor jasa keuangan dan pengenalan OJK. Pada tahap kehidupan lainnya, OJK juga telah menerbitkan buku praktis seri literasi keuangan untuk segmen professional dan pensiunan.

Buku saku tersebut bertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan bagi masyarakat, mulai dari anak usia dini hingga masyarakat menjelang masa pensiun agar mereka mampu mengelola keuangan dan mengambil keputusan yang tepat untuk mencapai hidup yang lebih sejahtera secara finansial dan terhindar dari jenis investasi yang bodong dan merugikan.

Penulis:
Elif Pardiansyah, M.Si.
Dosen FEB – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Bagikan Artikel Ini