Beranda » Ketika Indahnya Senja Berubah Menjadi Peliknya Malam Dalam Sekejap Tanpa Aba Dan Pamit

Ketika Indahnya Senja Berubah Menjadi Peliknya Malam Dalam Sekejap Tanpa Aba Dan Pamit

Dering pesan membangunkanku dari lelap ditengah malam setelah penat beraktivitas dipagi hari, tanpa aba ingatanku tertuju padamu dan tanpa sadar ternyata aku sedang mengharapkan pesan singkat darimu. Kecewa dengan harapan yang difantasikan sendiri membuat mata ini tak ingin menutup kembali. Secandu itu pesan singkatmu bahkan saat terdiam notifikasimu selalu menjadi fatamorganaku, entah aku yang menggila karenamu atau apa. Tapi sungguh aku merindukanmu. Aku rindu sebuah kabar kecil darimu, aku rindu berbincang dan tertawa bersamamu walau hanya melalui telepon genggam. Entah siapa yang harus disalahkan dalam hal ini.

Kamu yang ku pikir akan menjadi rumah keduaku ternyata hanya rumah sewa yang memintaku pergi karena datangnya penghuni baru yang kau anggap lebih baik dariku, setidak penting itukah aku dimatamu? Mudahnya kau menggantikan posisiku dengan dirinya. Aku mungkin memang tak sebaik dirinya, aku menyadari bahwa kekuranganku lebih banyak dari kelebihanku. Namun tak bisakah kamu memberikan kesempatan untukku dengan menjadi seseorang yang kau dambakan walau tidak menjadi sempurna setidaknya aku mampu menjadi seseorang yang pantas untukmu dengan versi diriku sendiri. Aku yang selalu berusaha untuk selalu ada untukmu tapi kamu seperlunya terhadapku, sebisa mungkin aku membantu kesulitanmu karena aku selalu ingin kamu merasa cukup, aku hanya ingin menjadi rumahmu, rumah dengan versi terbaikku sendiri, bukan dia.

Kau bilang kebersamaan kita indah namun ternyata kau merusak keindahan yang telah dibangun, kau merubah terang menjadi gelap, merubah indahnya senja menjadi gelapnya malam ditengah lakuna dan menjebakku pada labirin yang penuh teka-teki dan menyeramkan, mengapa? Mengapa datang memberikan keyakinan dan kenyamanan bila kenyataan kau memilih pergi? Bertingkah seolah aku memang prioritas utamamu namun ternyata aku hanya bagian dari tempat persinggahanmu. Bodohnya aku masih mengharapkanmu bahkan merindu hingga fatamorganaku dipenuhi oleh bayanganmu, entah racun apa yang kau rasuki pada nadiku mengapa kamu secandu itu. Kendati hatimu tak kau pakai saat aku benar-benar membutuhkanmu dalam rasa sakit dan tangisku pada hamparan malam dibawah terangnya bulan, setega itu kau membiarkanku merasakan sakitnya sendirian.

Kembaliku menelusuri jalan mencari ketenangan yang selama ini hilang terbawa angin berharap angin mengembalikannya padaku, tapi justru angin hanya memberiku hamparan debu yang sukses mengganggu pandanganku, dan lagi-lagi wajahmu menghantui isi kepalaku. Maksud hati ingin melepaskan rasa tak terbalas tapi justru rasa ini semakin lekat karena ternyata tanpa sadar yang ku cari adalah seseorang seperti kamu. Tolong izinkan aku untuk merindukanmu kendati tak akan terbalas dan terobati biarkan aku meraskannya hingga aku lelah sendiri. Karena aku tidak ingin mengganggumu lagi aku sudah cukup mengganggumu dan ku rasa memang sudah saatnya aku memberhentikan pesanku untukmu. Sejujurnya rasa sakit yang kau berikan jauh lebih sakit daripada rasa sayang yang kau tumbuhkan, hingga tak ada alasan untukku bertahan pada luka dan hadir yang tak pernah kau anggap. Dan saat itulah pikirianku berperang dengan hati hingga akhirnya diriku memilih untuk tertidur berharap dapat melupa untuk sesaat. Namun aku salah, bahkan kau ada saat aku tertidur, tidak bisakah kau membiarkanku istirahat sejenak darimu.

Terima kasih untuk pertemuan dan perkenalan kemarin, terima kasih sudah kembali membuatku semakin sulit untuk percaya dan menerima kehadiran orang lain, terima kasih sudah atas rasa sakit yang sekali lagi memberikanku pelajaran bahwa “Selama apapun kebersamaan yang telah jalin, sebanyak apapun persamaan yang dimiliki satu frekuensi bahkan nyaman sekalipun tidak menjamin dua hati itu akan bertemu, mungkin pernah bertemu, namun akhirnya terpisah. Dan setiap pertemuan pasti dan akan menemukan perpisahan apapun itu alasannya dan tidak ada perpisahan yang tak menyakitkan, jika ia terlihat tak sesakit itu ketika berpisah, percayalah itu hanya sandiwaranya agar terlihat baik-baik saja.”

Bagikan Artikel Ini