Beranda » Pertanian Organik, Harapan Masa Depan Pertanian Indonesia

Pertanian Organik, Harapan Masa Depan Pertanian Indonesia

Indonesia merupakan negara yang sudah dikenal sejak zaman dahulu sebagai negara agraris. Bahkan tak jarang orang menyebut Indonesia sebagai tanah surga. Bukan tanpa alasan, Indonesia memang memiliki hamparan tanah yang luas nan subur, dan senantiasa mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun karena letak geografis Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa. Karena kekayaan alam dan kemampuan produksi  pertaniannya yang baik, Indonesia pernah menjadi salah satu pusat perdagangan rempah-rempah dunia. Namun, kekayaan itu pula yang membuat negara kita pernah menjadi negara jajahan kurang lebih selama 350 tahun.

Saat ini Indonesia telah bebas dari cengkraman penjajah. Namun nyatanya, dalam sektor pertanian Indonesia bisa dikatakan masih tertinggal dari negara-negara lain. Ketertinggalan yang dialami oleh Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah menjamurnya pabrik industri, kurang tepatnya kebijakan pemerintah dalam bidang pertanian, pola pikir masyarakat yang menganggap petani sebagai profesi yang kurang menjanjikan, dan lain sebagainya. Ketertinggalan tersebut dapat dilihat dari berkurangnya jumlah produksi pertanian, dan juga meningkatnya impor bahan pangan hasil pertanian yang terus dilakukan oleh indonesia. Oleh karena itu perlu adanya terobosan baru dalam bidang pertanian demi perbaikan dan perkembangan sektor pertanian di Indonesia. Demi mewujudkan tujuan tersebut, ada salah satu terobosan dalam bidang pertanian yang bisa dijadikan referensi untuk diterapkan di Indonesia, yaitu pertanian organik.

Pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan  bahan-bahan organik atau alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan (IASA, 1990). Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang berorientasi pada penggunaan bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis seperti pupuk, pestisida sintetis.  Teknik budidaya lainnya menekankan pada peningkatan produksi, pendapatan serta pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan.  Tujuan utama dari pertanian organik adalah menyediakan produk pertanian khususnya bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta tidak merusak lingkungan.

Prinsip dasar pertanian organic yang dirumuskan oleh IFOAM, International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM, 1992) tentang budidaya tanaman organik harus memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :

  1. Lingkungan : Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan sintetik. Karena itu pertanaman organik tidak boleh berdekatan dengan pertanaman yang memakai pupuk buatan, pestisida kimia dan lain-lain yang tidak diizinkan.  Lahan yang sudah tercemar (intensifikasi) bisa digunakan namun perlu konversi selama 2 tahun dengan pengelolaan berdasarkan prinsip pertanian organik.
  2. Bahan Tanaman : Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah beradaptasi baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
  3. Pola Tanam : Pola tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju pertanian berkelanjutan.
  4. Pemupukan dan Zat Pengatur Tumbuh : Bahan organik sebagai pupuk yakni berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara organik. Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain, urin ternak, sampak kota (kompos) dan lain-lain bahan organik asalkan tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun. Urea, ZA, SP36/TSP dan KCl tidak boleh digunakan. K2SO4 (Kalium Sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/ha; kapur, kieserite, dolomite, fosfat batuan. Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan.
  5. Pengelolaan Organisme Pengganggu : Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh digunakan, kecuali yang diizinkan dan terdaftar pada IFOAM. Pestisida hayati diperbolehkan.

 

Departemen Pertanian Republik Indonesia juga telah menyusun standar pertanian organik di Indonesia, yang tertuang dalam SNI 01-6729-2002. Sistem Pertanian Organik menganut paham organik proses artinya semua proses Sistem Pertanian Organik dimulai dari penyiapan lahan hingga pasca panen memenuhi standar budidaya organik, bukan dilihat dari produk organik yang dihasilkan. SNI Sistem Pangan Organik ini merupakan dasar bagi lembaga sertifikasi yang nantinya juga harus diakreditasi oleh Departemen Pertanian dan Pusat Standardisasi dan Akreditasi (PSA).

Dalam pelaksanaan dan pengembangan sistem pertanian organik, beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi adalah sebagai berikut. Pertanian organik membutuhkan banyak pupuk organik Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam jumlah banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena itu butuh tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup. Disamping itu membutuhkan biaya angkutan yang besar terutama jika jarak kebun dan rumah sangat jauh.  Dengan demikian diperlukan tenaga, waktu dan biaya yang cukup dalam pengelolaan pertanian organik (Syers dan Craswell 1995; Tandisau dan Sariubang, 1995). Produktivitas pertanian organik lebih rendah, sehingga jika tidak ada insentif harga untuk produk organik maka petani tidak akan tertarik berusaha tani pertanian organik. Pengakuan sebagai pelaku pertanian organik harus melalui proses akreditasi dan sertifikasi. Biaya sertifikasi lahan/produk cukup mahal, tidak terjangkau petani perorangan. Selain itu, lembaga pendukung kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran, serta pendukung lainnya harus dipersiapkan. Sikap petani selama ini terlena oleh cara pertanian yang relatif serba cepat, mudah, kebutuhan relatif lebih sedikit sehingga menjadi tantangan untuk dapat merobah kembali menjadi petani yang tekun, sabar dan mau bekerja keras. Sehingga diperlukan inovasi teknologi pemanfaatan bahan organik

 

Pada umumnya, harga dari komoditas pertanian organik memiliki harga lebih mahal sekitar 30% dibandingkan dengan produk pertanian non organik. Namun bagi sebagian lapisan masyarakat, mereka lebih memilih produk pertanian organik karena memiliki kandungan yang lebih sehat dibandingkan produk non organik. Pertanian organik bisa menghasilkan jumlah produk hampir setara dengan pertanian non organik. Dengan catatan, teknologi yang diterapkan harus memadai untuk bisa mendapatkan hasil produksi yang optimal. Dengan harga penjualan yang lebih baik, diharapkan para petani tergugah untuk beralih ke pertanian organik yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dukungan dari pemerintah juga sangat penting bagi terselenggaranya peralihan pertanian menuju pertanian organik di Indonesia.

Penulis : Muhammad Raehan (Mahasiswa Program Studi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), No. HP : 08976067630, Email : muhammad.raehan21@mhs.uinjkt.ac.id

Bagikan Artikel Ini