Beranda » Analisis Tokoh Utama dalam Novel Cinta untuk Perempuan dengan Bulir-bulir Cahaya Wudhu di Wajahnya

Analisis Tokoh Utama dalam Novel Cinta untuk Perempuan dengan Bulir-bulir Cahaya Wudhu di Wajahnya

Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar. Id berada di dalam naluri bawaan. Id berisi unsur-unsur biologis termasuk di dalamnya instink-instink. Id berfungsi sebagai pusat dari ketidaksadaran pikiran manusia.

Data 01 :

“Ali merasa kesal karena kurang cepat dari sahabat kentalnya. Putra semata wayang penguasa kampung Kulitan itu terus saja mengomel menyalahkan pakaian yang menghambat geraknya. Ribet, keluh Ali tiap kalah dalam permainan apa pun. Dengan pakaiannya itu, Ali merasa tidak sepraktis teman-temannya saat bermain air-berwudhu. Bayangkan, beskap warna hijau pupus dipadukan dengan jarit batik cokelat membungkus paksa kakinya yang sudah berotot. Tak lupa juga blangkon yang terus ia pakai-meski jika melihat tempat yang ia pijak sekarang harusnya pecilah yang lebih pantas bertengger di kepala besarnya.” (CUPDBBCWDW:13-14)

Kutipan di atas adalah gambaran Id dari Ali, yaitu keinginannya untuk mengenakan pakaian yag tidak menghambat gerakannya dalam bermain dan nyaman dipakai pada saat berwudhu.

Perasaan kesal karena keinginannya tidak bisa ia jalankan juga merupakan gambaran Id Ali. Id tersebut gagal dilaksanakan oleh ego, sehingga terbentuklah perasaan kesal. Hal ini disebabkan sebagai anak semata wayang penguasa kampung, Ali diwajibkan mengenakan beskap dengan jarit batik coklat sebagai pakaian kebanggaan (Superego).

Data 02 :

“Terkadang ia patut merasa iri pada teman-temannya. Meski dengan hanya memakai baju dari kain gombal bekas gorden atau malah dengan kain bagor yang dibeli dari koperasi kampung, bisa bebas berlari dan bermain sesuka hati. Dibanding dirinya yang terlihat priyayi, buat apa semua itu jika ia harus tersiksa setengah mati mengikuti gaya busana bapaknya yang terlalu ketat dan panas. Toh, selalu kalah juga kalau ada adu lari atau ketangkasan. Di titik ini, Ali merasa pecundang sebagai remaja lelaki!” (CUPDBBCWDW:14)

Kutipan di atas menggambarkan Id dari Ali yaitu perasaan ingin menang dalam adu lari atau adu ketangkasan dengan temannya. Namun busana yang membuatnya terlihat seperti priyayi itu menghambat lari dan membuatnya tidak bebas dalam bermain. Id Ali tersebut berbenturan dengan nilai-nilai dalam tatanan masyarakat yang harus ia patuhi yang pada akhirnya ia lakukan juga (Superego). 

Data 03 :

“Ali yang melihat perubahan ekspresi bapaknya langsung memberanikan diri untuk menyela. Ada dorongan dalam dirinya yang takut terjadi apa-apa dengan Fah. Jiwanya menginginkan untuk terus terang. Malam Jum’at ini, bapaknya harus tahu bagaimana perasaannya kepada Fah.”

“Jangan pulang dulu, Fah,” perintah Ali dengan keringat dingin yang mulai menyembul di dahinya yang putih. (CUPDBBCWDW:77)

Kutipan di atas menggambarkan Id dari Ali, bahwa ia selama ini memendam perasaan pada Avivah, Ali menyayangi Avivah dan berniat ingin menikahinya. Malam itu Ali ingin menggungkap itu pada bapaknya.

Data 04 :

“Bulir air mata kebahagiaan kini berubah menjadi lelehan duka. Membaca surat Den Baguse seolah menguliti tipis-tipis hatinya. Bagaimana ia tak sakit, bapak yang sudah dianggapnya sebagai bapak kandung sendiri itu tega mengusirnya, tega memutuskan tali silaturahmi yang begitu agung, dan baru kali ini Ali membaca Den Baguse menyebut dirinya sebagai bapak angkat. Itu suatu guncangan yang cukup keras dan menghempaskan Ali pada kenyataan bahwa kini ia benar-benar sendiri.” (CUPDBBCWDW:118)

Kutipan di atas adalah gambaran Id dari Ali, perasaan sakit ketika Den Baguse yang sudah ia anggap sebagai bapak kandung sendiri tega mengusirnya. Juga betapa terpukulnya Ali ketika Den Baguse menyebut dirinya sebagai bapak angkat Ali pada surat yang ia tulis.

Data 05 :

“Ya Allah, terima kasih telah mengabulkan doaku selama ini untuk lepas dari beskap dan jarit,” ucapnya keras sambil melirik Karyo yang akhirnya berhenti mengomel karena objek yang diomelinya malah bersyukur penuh sukacita.” (CUPDBBCWDW:126)

Kutipan di atas adalah bentuk Id dari Ali, perasaan lega karena dapat terbebas dari beskap dan jarit yang selama ini mengganggu gerakannya dalam beraktifitas.

Data 06 :

“Tanpa beskap dan jarit lagi, Ali kini seperti para pemuda normal kampung lain, bisa bergerak leluasa dan bangga memamerkan kegesitannya dalam bekerja. Ia ingin Karyo tak menyesal telah membantunya sejauh ini.” (CUPDBBCWDW:127)

Kutipan di atas adalah bentuk Id dari Ali, perasaan bangga karena dapat berpakaian normal seperti para pemuda di kampungnya, sehingga ia dapat leluasa dalam melakukan pekerajaannya.

Data 07 :

“Assalamu’alaikum! Ali! Ali”

Belum mendapat jawaban, suara itu kian keras. Ali pun melepaskan gandengan tangannya, dan bergegas berjalan ke ruang depan. Ia merasa, pasti ini ada kaitannya dengan masalah Jepang yang sepertinya belum mau menerima proklamasi Indonesia. Ali mengendus kesal. Hatinya merancau antara marah dan terganggu. Malam pertama yang harusnya ia manfaatkan untuk beribadah harus tercuri oleh masalah Jepang.” (CUPDBBCWDW:177)

Kutipan di atas adalah gambaran Id dari Ali, bahwa ia kesal pada Jepang yang tidak bisa menerima kemerdekaan Indonesia meski proklamasinya telah disiarkan pada radio dan surat kabar yang sudah beredar.

Analisis Ego Tokoh Ali dalam Novel Cinta Untuk Perempuan Dengan Bulir-bulir Cahaya Wudhu Di Wajahnya

Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada objek dari kenyataan dan menjalankan fungsinya berdasarkan realitas. Ego mempunyai fungsi sebagai penyalur keinginan dari Id yang berisi keinginan dan dorongan.

Data 01 :

“Tunggu, Fah!” teriak Ali yang tiba-tiba. Ia sendiri bingung, kenapa bisa memanggil Avifah dengan suara kencang seperti itu. Padahal mereka tahu di dalam langgar itu warga kampung Gedongan sedang mendirikan shalat” (CUPDBBCWDW:55)

Kutipan di atas menggambarkan Ego dari Ali, yaitu tindakan memanggil Avifah dengan cara berteriak. Tindakan tersebut didasari Idnya sebab saat itu Ali ingin sekali buru-buru berbicara dengan Avifah, hingga Ali mengabaikan kenyataan bahwa mereka sedang berada di depan langgar kampung Gedongan yang sedang mendirikan shalat. 

Data 02 :

“Fah, aku ingin menikahimu. Ya, tentu, setelah aku menjadi guru agama. Aku janji! Bukankah itu syarat untuk menjadi suamimu?” tanya Ali akhirnya berhasil juga mengucapkan janjinya meski itu bukan hal yang mudah. Pertanyaan yang berat, yang setelah berhasil mengucapkannya seperti rontok semua beban yang seolah menghantam pundaknya sedari tadi.” (CUPDBBCWDW:61)

Kutipan di atas menunjukan Ego dari Ali, di mana Ego tersebut berdasar dari keinginannya menikahi Avifah. Di sini Ali jujur mengakui ingin menikah dengan Avifah, dan bersedia memenuhi syarat menjadi guru agama untuk menjadi suaminya. Id Ali untuk menikahi Avifah dieksekusi oleh Ego sebagai pelaksana sehingga Ali mengungkapkan keinginannya itu pada Avifah.

Data 03 :

“Biar Fah saya saja yang antar, Pak,” potong  Ali cepat. Spontan ia mengusulkan untuk mengantar Fah, tanpa peduli tatapan curiga Den Baguse yang kini menguliti tubuhnya.” (CUPDBBCWDW:76)

Kutipan di atas adalah bentuk Ego dari Ali, sebuah respon pertanda peduli dengan Avivah, dan sikap melindungi keselamatan orang yang dicintainya itu. Ali mengira akan terjadi hal yang tidak baik pada Avivah, sehingga dengan cepat ia mengusulkan idenya tersebut.

Data 04 :

“Aku mencintai Fah, Pak. Aku ingin melamarnya setelah aku menjadi guru agama, seperti syarat yang Fah ajukan,” aku Ali lancar tanpa terputus. Meski matanya tertutup dan tak berani memandang bapak angkatnya itu, suaranya begitu nyaring dan jernih.

Ia benar-benar telah membulatkan tekad untuk melamar Fah dan hidup bersamanya meski derajat mereka jauh berbeda. Ya, Ali tidak pernah akan peduli.” (CUPDBBCWDW:78)

Kutipan di atas adalah bentuk Ego dari Ali, yaitu dorongan untuk memenuhi keinginannya untuk menikahi Avivah karena perasaan sayangnya (id). Di sini Ali mengungkapkan keinginannya tersebut pada Den Baguse agar mereka dapat direstui sehingga id Ali tersebut terpenuhi.

Data 05 :

“Ali cepat-cepat membuka pintu dokar yang mengurungnya itu, demi membuktikan apa yang barusan ia dengar. Matanya membesar kala tertumbuk kepada perempuan berjarit dan berkebaya sederhana di depannya. Tak henti-henti ia mengucapkan keagungan Allah, yang telah mengabulkan pinta hatinya yang tak pernah berhenti barang satu detik pun demi keselamatan Avifah. Ya, ia seperti orang yang perlu bertanggung jawab pada keadaan perempuan yang sangat ia kasihi itu.

“Allahu akbar!!!” teriak Ali dengan bahagia yang tak dapat ia tahan. (CUPDBBCWDW:110)

Kutipan di atas adalah bentuk Ego dari Ali, ungkapan Allahu akbar dari Ali karena melihat kekasihnya kembali dangan keadaan baik adalah bentuk dorongan id nya yang senang karena kekasihnya itu selamat.

Data 06 :

“Isak tangis Ali terdengar semakin jelas. Diikuti Avifah yang masih dengan  mata sembap ikut duduk di sampingnya. Ia mencoba menggenggam tangan Ali, seolah ingin member kekuatan dari orang yang telah ia anggap sebagai penyelamatnya.” (CUPDBBCWDW:118)

Kutipan di atas menunjukan Ego dari Ali, sebuah bentuk kesedihan yang ia salurkan melalui tangisan.

Data 07 :

“Den Daguse kritis. Ia sudah lama lemah. Kencing manis merenggut tubuhnya dan sekarang dia

“Kita pulang sekarang,” potong Ali cepat.

Tanpa kata-kata lagi, ia langsung beranjak dan berjalan menuju mobil putih panjang yang terparkir. Namun, tiba-tiba Baruji mematahkan langkahnya.” (CUPDBBCWDW:148)

Kutipan di atas adalah bentuk Ego dari Ali, dorongan untuk secepat mungkin sampai di rumah Den Baguse karena kekhawatirannya pada bapaknya itu. 

Data 08 :

“Melihat siksaan bapaknya, air mata Ali langsung tak terbendung. Kondisi Den Baguse yang memprihatinkan menusuki dadanya. Menyalahkan dirinya atas kata maaf yang sengaja ia tahan. Tak bisa lagi. Kakinya tak bisa lagi untuk diam. Ia lantas menghambur ke ranjang ringkih itu. Tubuh yang satu tahun telah ia tinggalkan. Tanpa kabar. Tanpa kata maaf dan perhatian.

“Bapak, maafkan saya, Pak. Maafkan, saya….,” isak dan ucapakan Ali melebur dalam hening.” (CUPDBBCWDW:153)

Kutipan di atas adalah gambaran Ego dari Ali, perasaan sedih melihat bapaknya terbaring lemah tak berdaya di ranjang, dan perasaan bersalah karena tidak sempat datang untuk meminta maaf sebelumnya. Bentuk kesedihannya itu (id) ia laksakan dengan menghambur pada bapaknya, meminta maaf dan menangis.

ë

Analisis Superego Tokoh Ali dalam Novel Cinta Untuk Perempuan Dengan Bulir-bulir Cahaya Wudhu Di Wajahnya

Superego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai atau aturan yang bersifat evaluatif (menyangkut baik dan buruk).

Data 01 :

“Setiap fajar menyingsing, di sudut perkampungan yang telah menjadi pusat pengolahan kulit di zaman VOC itu, kaki-kaki tanpa alas dengan tangan memeluk rukuh kumal dan kekuningan mulai berbondong-bondong ke arah sumber suara. Pun, sarung-sarung tak kalah purba dengan lipatan-lipatan di bawahnya hingga menyerupai per, membungkus kaki yang tak lagi mengenali dingin. Meskipun jalan tandus kampung terasa basah karena embun yang membekukan telapak kaki, bara semangat tetap hangat. Tak ada kesah, walau tubuh kurus belulang pasti dua kali lipat merasa dingin jika diterpa angin fajar di musim kemarau seperti ini. Ah, semua itu tak lantas menjadi alasan warga kampung Kulitan untuk tetap tidur berselimut sarung dan meninggalkan shalat Subuh di dipan reot rumah mereka.” (CUPDBBCWDW:12)

Kutipan di atas menggambarkan Superego bukan hanya pada diri Ali, tetapi juga pada warga kampung Kulitan yaitu sikap melawan keadaan tidak menyenangkan dengan tetap mendirikan shalat Subuh di langgar kampung meski tubuh mereka terasa dingin diterpa angin fajar pada musim kemarau (id). Warga kampung Kulitan termasuk Ali, mendorong keinginan untuk tetap tidur berselimut sarung (id) untuk memenuhi moral masyarakatnya yang sudah mempertahanan nilai-nilai tersebut sejak lama. Kutipan tersebut memenuhi fungsi pokok superego yaitu mengejar kesempurnaan, dalam hal ini kesempurnaan beragama.

Data 02 :

“Ali langsung melotot tajam kepada Baruji. Bisa-bisanya dia harus menjadi orang ketiga lagi. Padahal, Ali sudah bahagia lahir batin saat ia akan pulang berdua dengan Avifiah. Ah, ternyata harapannya itu dirusak sendiri oleh sahabatnya yang tak tau malu itu.

“Kenapa melotot gitu, Li? sindir Baruji sambil terkekeh.

“Oh, nggak apa-apa. Ayo kita jalan, mumpung Den Baguse belum tidur,” ucap Ali dengan senyum artifisial. Pencitraan. Padahal ia ingin sekali bilang, “Sialan kau, Ji!” tapi, hatinya melarangnya. Ya, Ali seperti memiliki filter untuk melakukan itu.” (CUPDBBCWDW:73)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Superego dari Ali, yaitu kemampuannya dalam memfilter atau mengontrol kata-kata yang pantas diucapkan (baik)  dan yang tidak pantas diucapkan (buruk) yang dimilikinya cukup bagus. Kepribadiannya tersebut tampaknya ia dapatkan dari orang tua nya yang seorang penguasa kampung. Ali sendiri terdidik di lingkungan islami, sehingga ia banyak tau bahwa mengucapkan kata-kata yang buruk sangat tidak diperbolehkan dalam ajarannya.

Data 03 :

“Gelap. Ruangan sempit itu terasa pengap dan tanpa cahaya. Ia berusaha menggedor-gedor pintu ruang shalat, namun gagal. Pintu tinggi dari jati itu terkunci dari luar. Ali belum juga menyerah. Kepalang tangannya memerah. Ruam karena terlalu keras memukul-pukul pintu yang membuatnya terkuni. Ia marah. Melampiaskan emosiya dalam tiap pukulan-pukulan tangannya. Luka pun tak terhindar. Tetes-tetes darah segar menetes di lantai yang suci. Bercaknya lantas menghitam karena terbuai oleh udara bumi. Ali masih tetap tak peduli.” (CUPDBBCWDW:89)

Kutipan di atas menunjukkan Superego dari Ali, ketidakpedulian Ali pada tubuhnya sendiri, tangannya luka-luka sebab terlalu keras memukul-mukul pintu ruang shalat rumahnya. Ali merasakan sakit akibatnya, namun ia tak peduli. Superego Ali di sini dilatarbelakangi oleh keinginannya menyelamatkan Avivah yang menurut perkiraannya sedang dalam bahaya, Ali ingin menyelamatkan Avivah, tapi ia sendiri dikurung oleh bapaknya dalam ruang shalat.

Data 04 :

“Langka mereka tidak cepat juga, tak lambat. Ali dan Baruji berperan seperti tamu agung, berpura-pura setenang mungkin. Meskipun, dada Ali begitu berbunyi keras bagai gendering yang bertalu. Namun dengan susah payah, ia berusaha menyembunyikan ketakutannya. Ya, iya ingin seperti lelaki di sampingnya. Entah Baruji juga seperti dirinyamenyembunyikan ketakutannya, berpura-pura berjalan tegak membusungkan dada, atau tidak.” (CUPDBBCWDW:97)

Kutipan di atas menggambarkan Superego dari Ali, berjalan tegak membusungkan dada bagai tamu agung demi menutupi ketakutannya sendiri. Ia lakukan itu sebab temannya Baruji melangkah seperti tanpa takut. Ia ingin seperti temannya, meski Ali pun tak yakin temannya sungguh-sungguh berani atau hanya berpura-pura seperti dirinya. Ali paham dalam situasi seperti ini memang lebih baik bersikap berani daripada menyerah, yang berarti menyerahkan Avivah pada Jepang untuk dijadikan jugun ainfu perempuan pemuas napsu.

Data 05 :

“Andai perempuan di depannya itu adalah muhrimnya, pasti tanpa ragu lagi ia akan memeluknya. Memberikan kehangatan dan juga rasa aman kepadanya. Namun, semua ia urungkan. Ya, ia harus bersabar lebih lama jika ingin menyentuhnya. (CUPDBBCWDW:112 )

Kutipan di atas menunjukkan Superego dari Ali, yaitu sikap menjaga dari Ali yang ia tunjukan dengan menahan diri untuk tidak memeluk Avivah. Di sini Ali memegang nilai-nilai teguh sebagai muslim, dengan ajarannya yang tidak memperbolehkan laki-laki dan perempuan bersentuhan bila bukan muhrim. Ali harus menunggu setelah pernikahan mereka nanti.

Data 06 :

“Ali yang sedang sibuk mempersiapkan keperluannya belajar itu membalas senyum kusir yang sudah berbaik hati menampungnya. Semua kitab dan buku-bukunya sudah rapi terjepit di map besar untuk dijinjing. Pagi itu, dengan sandal using, kemeja panjang, dan celana yang berbentuk terompet di bagian bawahnya, Ali telihat siap. Satu-satunya baju terbaik yang Ali punya dan satu-satunya baju sekolahnya, membungkus rapi tubuh cekingnya. Map tempat semua kitab materi sekolahnya diapit di antara kiri dan perutnya. Pendidikan guru agama yang harus ia temput selama empat tahun ini seperti menjadi kehidupan baru untuknya. Demi mewujudkan cita-cintanya.” (CUPDBBCWDW:130)

Kutipan di atas menunjukkan Superego dari Ali, yaitu persiapan dirinya menempuh pendidikan lebih lanjut untuk menjadi guru agama supaya syarat yang diajukan Avivah dapat ia penuhi. Hal ini ia lakukan demi kekasihnya. 

Data 07 :

“Tapi beliau yang telah merawatmu, Ali,” mohon Avivah saat malam takbir dengan wajah yang sedih. “Pulanglah, memohon maaf.”

Ali tak kuasa memejamkan mata. Suara takbir dari mushala meresap dalam darahnya, hingga ia tak kuasa menahan haru juga rindu. “Tapi, aku sudah diusirnya, Fah!”

“Aku akan menemanimu

“Tidak usah. Kita kunjungi saja saudara-saudara kita di sini,” potong Ali sambal berajak dari depa rumah Karyo, ikut bergabung dengan pasukan takbir mushala yang mulai berjalan panjang.” (CUPDBBCWDW:147)

Kutipan di atas adalah gambaran Superego dari Ali, yaitu ketidakinginannya untuk menjenguk Den Baguse pada malam itu meski sesungguhnya hatinya dirundung rindu. Pengusirannya setahun lalu membuatnya yakin bahwa tidak mengunjungi rumahnya adalah tindakan benar. 

Data 08 :

“Aku ikut kau sekarang. Aku berusaha menjadi relawan BKR!” putusan Ali tegas dan lantang. Mana mungkin ia bisa berdiam diri di rumah, sedangkan banyak saudara dan pemuda-pemuda Semarang saling bahu membahu menentang penjajah yang tak lagi mampu berdamai menjadi solusi satu-satunya untuk mengusir dan mengambil senjata Jepang. Ali pasti tau itu. Dan keputusannya ini sudah menjadi tekad bulatnya untuk ikut membantu memerdekakan Semarang yang seharusnya telah merdeka dua bulan lalu.” (CUPDBBCWDW:181)

Kutipan di atas menunjukkan Superego dari Ali, yaitu tekad untuk dapat membantu kemerdekaan Semarang, ia tidak ingin menjadi pemuda yang berdiam diri sedangkan saudara-saudaranya bahu membahu menentang penjajah yang enggan pergi dari tanahnya itu. Ali yakin bahwa ini benar, dan baik bagi banyak orang. 

Data 09 :

“Ya meski ada gejolak dalam hatinya saat mengucapkan kenyataan itu. Kenyataan yang harus ia tempuh untuk kemaslahatan orang banyak daripada dirinya sendiri. Walaupun ia juga merasa berat untuk meninggalkan istrinya di malam-malam perang nanti, ia harus tegar. Semarang lebih membutuhkannnya kini, alasan itulah yang terpatri di benaknya sebagai cambuk dirinya untuk selalu dapat bermanfaat kepada umat.” (CUPDBBCWDW:182)

Kutipan di atas menunjukkan Superego dari Ali, di sini Ali merasa harus tegar meninggalkan istrinya untuk pergi berperang. Baginya kenyataan yang harus ia tempuh ini baik serta bermanfaat bagi umat.

Simpulan

Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut :

Melalui teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud yang membagi sistem kepribadian menjadi 3 yaitu id, ego, dan superego. Dapat disimpulkan bahwa aspek psikologis dari Ali sangat kuat. Berdasarkan dari data yang diperoleh yaitu 24 data kalimat yang mengandung aspek psikologis dari tokoh Ali, 7 data memiliki aspek Id, sedangkan
aspek Ego berjumlah 8 data dan aspek Superego sebanyak 9 data. Hal ini menunjukkan bahwa Superego Ali lebih mendominasi, banyak aspek Id yang gagal dipenuhi oleh Ego. Hal ini berarti bahwa Ali tidak banyak mewujudkan Id nya serta membiarkan Superegonya memegang kendali. 


Bagikan Artikel Ini