Beranda » Trias Politika di Indonesia

Trias Politika di Indonesia

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Halo semuanya!

Kenalin aku Clarissa Raka Keisha, mahasiswi semester 1 jurusan Ilmu Komunikasi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di Universitas Sultan Agung Tirtayasa (UNTIRTA). Disini aku mau menjelaskan sedikit tentang “Trias Politika” yang aku pelajari di mata kuliah Ilmu Politik. Aku ditugaskan untuk mengupas lebih lanjut mengenai tugas aku sebelumnya yaitu resume tentang yang sudah kusebut sebelumnya, yaitu Trias Politika. Sejujurnya, aku masih awam sih mengenai hal ini, bisa dibilang, ilmu yang aku punya belum cukup dalam untuk menjelaskan kembali kepada kalian para pembaca. Jadi sebelumnya, aku akan meminta maaf terlebih dahulu jika ada kesalahan informasi yang aku berikan kepada kalian ya!

Pertama-tama, bicara soal ilmu politik, kira-kira apasih yang kalian tahu dengan ilmu politik? Bagi aku, secara sederhana ilmu politik adalah suatu cabang ilmu sosial yang mempelajari dan memperhatikan secara lebih dalam kepada fenomena politik di sekitar kita. Belajar tentang ilmu politik itu sangat bermanfaat dan membuat kamu kaya akan wawasan tentang negara dan segala aspeknya. Bekal ilmu yang kita terima melalui ilmu politik ini bisa menjadi bekal untuk membuatmu peka terhadap terhadap kondisi dan peristiwa yang terjadi di negara ini. Kamu akan menjadi lebih kritis terhadap permasalahan seperti korupsi, pemilu, multikulturisme, dan lain-lain.

Tanpa kita sadari, sebenarnya ilmu politik itu selalu berada disekitar kita dan berjalan sesuai berkesinambungan dengan kehidupan sehari-hari kita. Ini bukan hanya tentang hal-hal berat seperti permasalahan negara atau pertikaian antar politisi yang biasa kalian lihat di berita. Tetapi, hal kecil yang biasa kalian temukan di kehidupan sehari-hari. Bahkan bisa dikatakan, ilmu politik adalah salah satu ilmu sosial tertua yang ada di dunia. Ya, dimulai ketika manusia kuno yang satu dengan yang lainnya menjalin interaksi.

Bicara lebih dalam tentang ilmu politik, aku mau ngomongin tentang Trias Politika. Apa itu Trias Politika? Singkatnya Trias Politika adalah konsep politik yang berarti pemisahan kekuasaan. Pada intinya, Trias Politika merupakan sebuah ide untuk memisahkan pemerintahan menjadi 3 bagian, yaitu Legislatif (Pembuat Undang-Undang), Eksekutif (Pelaksana Undang- Undang), dan Yudikatif (Pengawas Pelaksana Undang-Undang).

Untuk memasuki materi yang lebih dalam, aku akan jelaskan lagi ya sebelumnya secara sedikit lebih rinci. Setahu aku nih, Trias Politika itu merupakan konsep pemerintahan yang kini dianut berbagai negara pada saat ini. Nah, pada dasarnya, konsep kekuasaan di suatu negara di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik, akan tetapi harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Dengan pemisahan tersebut, kekuasaan menjadi tidak mutlak dan memungkinkan saling bekerja sama dan melakukan koreksi pada satu sama lain. Dan biasanya teori ini sering ditemukan pada negara-negara demokrasi

Sistem yang dianut pada Trias Politika ini dicetuskan oleh seorang tokoh bernama Montesquieu melalui karyanya yang berjudul The Spirit of Law, pada tahun 1748 dimana pemikirannya masih dipengaruhi oleh John Locke. Ngomong-ngomong, sejujurnya aku sih belum sempat membaca karya fenomenal beliau ini, lho. Kapan-kapan jikalau ada kesempatan, aku akan membaca dan mempelajari deh buku yang ia buat ini. Beliau menyatakan bahwa pemisahan antara eksekutif dan legislatif mempunyai fungsi untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hukum antar negara, sementara itu kekuasaan yudikatif berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan hukum sipil.

Montesquieu menganggap apabila kekuasaan eksekutif dan legislatif disatukan dalam satu orang atau dalam satu Lembaga maka tidak akan ada kemerdekaan. Hal yang menjadikan perbedaan antara pemikiran Trias Politika yang dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu dapat dilihat dari cara pemisahan kekuasaan Lembaga Kehakiman, dimana menurut John Locke bahwa tugas memutuskan perkara suatu masalah. Lain halnya pada pemikiran Montesquieu, kekuasaan peradilan harus merupakan Lembaga Mandiri yaitu tidak boleh diintervensi oleh siapapun termasuk eksekutif dan legislatif.

Nah dengan adanya pemisahan orang dan fungsinya, menjadikan kekuasaan tidak mutlak dan memungkinkan di antara bagian saling bekerja sama. Kekuasaan yang diberikan absolut pada seseorang atau Lembaga itu akan berpotensi terjadi penyalahgunaan dalam praktiknya. Seorang tokoh bernama Lord Acton pernah mengatakan, “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalahgunakan, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti menyalahgunakannya”. Hal ini bisa dicegah dengan membagi kekuasaan.

Konsep Trias   Politica adalah   suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang sebaiknya  tidak  diserahkan kepada   orang   yang   sama   untuk   mencegah penyalahgunaan  kekuasaan  oleh  pihak  yang berkuasa. Artinya bahwa konsep Trias Politica dari Montesquieu yang ditulis dalam  bukunya L’esprit des lois (The Spirit of Laws) menawarkan     suatu     konsep mengenai     kehidupan bernegara     dengan melakukan     pemisahan     kekuasaan     yang diharapkan     akan  saling    lepas     dalam kedudukan   yang   sederajat,   sehingga   dapat saling        mengendalikan dan saling mengimbangi   satu   sama   lain   (check   and balaces),    selain    itu    harapannya    dapat membatasi    kekuasaan    agar    tidak   terjadi pemusatan  kekuasaan  pada  satu tangan  yang nantinya     akan     melahirkan     kesewenang-wenangan.

Trias Politika di Indonesia pada sebelum amandemen, MPR dan DPR selaku legislatif memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang. Presiden sebagai eksekutif memegang kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. Mahkamah Agung bertugas dalam mempertahankan undang-undang dan sekaligus berkuasa untuk mengadili apabila terjadi pelangaran terhadap undang-undang. Kekuasaan konsultatif yang dipegang DPA, memberikan kewenangan untuk memberi nasihat dan pertimbangan kepada eksekutif. BPK menjadi pemangku kekuasaan eksaminatif yang bertugas melakukan pengawasan terhadap keuangan negara.

Ada perubahan pemegang kekuasan di Indonesia setelah dilakukan amandemen UUD 1945. Jumlah lembaga negara ditambah sehingga proses pelaksanaan kekuasan dan pengawasannya lebih kuat.

(***)

Bagikan Artikel Ini