Beranda » Terancam Gagal Bayar, Ini Usaha yang Dilakukan oleh Evergrande

Terancam Gagal Bayar, Ini Usaha yang Dilakukan oleh Evergrande

Ilustrasi - foto istimewa tribunnews.com

Nopagia, Mahasiswi Magister Akuntansi, Universitas Pamulang.

Di penghujung bulan September, dunia dikejutkan dengan kabar tidak mengenakkan dari negeri tirai bambu. Salah satu perusahaan properti terbesar di China, Evergrande, diambang gagal bayar atas utang-utangnya yang menggunung. Persoalan Evergrande ini bukan suatu hal yang bisa dianggap enteng oleh pemerintah China dan masyarakat global. Total utang perusahaan ini telah mencapai sekitar US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4.000 triliun.

Secara nominal, total utang raksasa properti tersebut setara dengan 2% Produk Domestik Bruto (PDB) negeri tirai bambu. Hutang tersebut melibatkan 128 bank di China dengan eksposur tertinggi ada pada China Minsheng Banking Corp, Ping An Bank Co., dan China Everright Bank. Apalagisektor properti merupakan salah satu sektor usaha strategis yang menyumbang sekitar 30% dari PDB negara Tiongkok.

Bisa dibayangkan apabila Evergrande ambruk, maka akan berimbas pada sektor properti lainnya, kesehatan perbankan, hingga gagalnya pembayaran ke banyak perusahaan yang terlibat sebagai pemasok maupun rekanan. Masyarakat China yang merasa dirugikan sebagai investor dan pembeli properti pun kini terus mendatangi kantor Evergrande untuk menuntut perusahaan memenuhi kewajibannya.

Beberapa analis internasional bahkan menyampaikan bahwa potensi kejatuhan Evergrande dapat memicu krisis global sebagaimana runtuhnya Lehman Brothers pada tahun 2008 lalu. Namun, tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa kasus Evergrande berbeda dengan Lehman. Sebagai perbandingan, total utang Evergrande yang mencapai US$300 triliun itu “hanya” sekitar setengah dari skala gagal bayar Lehman Brothers yang mencapai sekitar US$ 620 triliun. Dan meskipun Evergrande memiliki masalah likuiditas akut, namun masih memiliki aset properti fisik yang dapat dinegosiasikan sebagai underlying.

Sementara itu, analis Goldman Sachs mengatakan, struktur perusahaan menjadi penyebab lain krisis keuangan Evergrande. Perusahaan pun menjadi kesulitan merumuskan proses pemulihan. “(Bisnis) Evegrande Group yang rumit serta kurangnya informasi yang memadai tentang aset dan kewajiban perusahaan (menjadi penyebab lain permasalahan perusahaan),” tulis analis Goldman Sachs dalam catatan mereka. Upaya yang dilakukan Evergrande yang mengalami gagal bayar atas surat utangnya yaitu Evergrande telah berhasil mengumpulkan dana senilai US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 21,3 triliun ,(dengan kurs Rp 14.200/dolar AS).

Dana ini berhasil didapatkan olehnya setelah mereka setuju untuk menjual sebagian sahamnya anak usahanya namun dana jumbo itu belum cukup untuk melunasi kewajiban surat utangnya yang akan jatuh tempo. Dengan kondisi gagal bayar tersebut justru menurunkan tingkat kepercayaan pemegang saham perusahaan dan publik kepada emiten terkait. Para analis sejauh ini mengharapkan agar pemerintah China campur tangan untukmembatasi dampak jika Evergrande gagal bayar. Selain itu, mereka juga telah meminta agar
otoritas bisa mengawasi dengan ketat persoalan Evergrande.

Bagikan Artikel Ini