Beranda » Reriew dan Kritik Film “PERBURUAN” Diadaptasi dari Novel Karya Pramoedya Ananta Toer

Reriew dan Kritik Film “PERBURUAN” Diadaptasi dari Novel Karya Pramoedya Ananta Toer

Kolonialisme atau Kolonisasi adalah suatu paham dimana suatu negara menguasai individu dan aset suatu negara lain namun masih berhubungan dengan negara asalnya, istilah ini juga merujuk pada sekumpulan keyakinan yang digunakan untuk melegitimasi atau memajukan kerangka tersebut, khususnya keyakinan  bahwa etika penjajah tak tertandingi.  bukannya dijajah.  Periode masa Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942. Secara otoritatif Jepang telah menguasai Indonesia sejak, 1942 ketika Pemimpin Tak Tertandingi pemerintah perbatasan Hindia Belanda dengan tegas menyerah di Kalijati, Bandung.  Kemudian, pada saat itu, selesai pada 17 Agustus 1945 bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta.

Perburuan adalah sebuah novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berlatar masa penjajahan Jepang di Indonesia.  Novel perburuan diedarkan pada tahun 1950 oleh distributor Balai Pustaka.  Novel tersebut kemudian diadaptasi menjadi film yang dikoordinir oleh Richard Goodness dan memulai debutnya pada 15 Agustus 2019.

Film perburuan ini dibintangi oleh Adipati Dolken, Ayushita Nugraha, Ernest Samudra, Khiva Ishak, Rizky Mocil, dan Michael Kho.  Film ini berdurasi 98 menit dan dibuat oleh falcon Pictures.

Cerita dimulai dengan Hardo (Adipati Dolken) yang merupakan Shodancho (Komandan Kompi) PETA (Pengaman Negara) angkatan bersenjata, dan Dipo (Ernest Samudra) yang diberitahu oleh Kartiman (Rizky Mocil) tentang Supriyadi yang bertemu dengan Soekarno ke  meminta bantuan dalam menyelesaikan pembangkangan.  melawan Jepang.  Bagaimanapun, Soekarno tidak akan membantunya.  Semua hal dianggap sama, Supriyadi sebenarnya perlu menyerang Jepang.  Kemudian, pada saat itu, Hardo, Dipo, Kartiman, Karmin (Khiva Ishak) dan beberapa pejuang lainnya perlu bergabung untuk menyerang Jepang dan mengambil sebagian wilayah mereka dari tangan Jepang.  Bagaimanapun, pembangkangan gagal dan Hardo berubah menjadi penjahat.

Kemudian, pada saat itu, Hardo dan prajuritnya mencari tempat untuk bersembunyi dari perwira Nippon (Pejuang Jepang).  Mereka bersembunyi di gua.  Kemudian, pada saat itu, Dipo, Karmin, Kartiman, dan pasukan lainnya membiarkan Hardo masuk ke dalam gua.  Hardo kecewa karena dia dikejar oleh prajurit Jepang dan ditinggalkan oleh teman-temannya.  Selain itu, orang-orang Hardo pasti merindukannya.  Bahkan tidak lama kemudian ibunya meninggal karena sakit.  Ayah Hardo kemudian, pada saat itu, berusaha mencari Hardo namun tidak dapat menemukannya.

Kisah pertarungan melawan para penyusup itu disematkan sentimen sebagai kilas balik antara Hardo dan Ningsih (Ayushita Nugraha), yang merupakan pasangan hidupnya.

Setengah tahun kemudian kekecewaan PETA terhadap Nippon, Hardo kembali ke lingkungan lamanya di Blora, jawa.  Nippon segera mendeteksi kualitasnya dan dia mulai diikuti dan dikejar.  Meski hidupnya diremehkan oleh Nippon, ia juga diasingkan dari pasangan hidupnya, Ningsih.

Dalam pengejaran untuk terus membuka jalan menuju pengumuman kebebasan, sebuah pertunjukan pertempuran terbentang.  Mulai dari perselingkuhan ayah, pasangan hidup Hardo, ketidaksetiaan Karmin kepercayaannya, oposisi Dipo dan Kartiman kontras dengan penghalangan Hardo, perang tanpa ampun dan batin penjajah Jepang, Shidokan Nippon kontras dengan keterpurukan.  korban perang ayah Hardo dan Ningsih.

Sebagai aturan umum, film perburuan menceritakan tentang pengejaran Hardo dan efeknya pada individu di sekitarnya. Akting para pemain pantas mendapat persetujuan.  Apalagi akting Adipati Dolken yang memerankan Hardo sebagai sosok fundamental sangat meyakinkan.  Tingkah lakunya, tatapan matanya, dan gerakannya juga berbicara, menyuarakan jiwanya yang bergejolak.

Film perburuan menghidupkannya dan menempatkan pengaturan dan ada di sekitar yang dibayangkan.  Seperti ketika ada adegan di sekitar waktu malam yang digambarkan dengan cukup baik dan luar biasa bagus. Cahaya lampu dan obor yang ditemukan dalam film benar-benar muncul untuk meremajakan masa lalu.

Bagaimanapun, film perburuan memiliki akun yang bisa dibilang sangat berbobot.  Pertukaran dalam film ini terdengar begitu tegas.  Jadi ada beberapa adegan yang sulit dipahami.

Demikian pula, dalam film ini, ketidakberdayaan angkatan bersenjata Jepang tidak ditampilkan.  Misalnya, orang Shidokan, yang diperankan oleh Michael Cho, bisa berteriak, seolah-olah para ekstremis Nippon bisa berpura-pura.  Kekejaman Jepang tidak terlihat sama sekali, bahkan dalam adegan yang seharusnya menjadi puncak seperti ketika Shidokan menyerang penghuni dengan timah panas menjelang akhir film.  Sejujurnya, angkatan bersenjata Jepang secara teratur bertindak tidak sopan dan brutal.  Para perwira Jepang secara teratur berkompromi dan bertindak kejam terhadap masyarakat Indonesia.

Semua sama, film ini sangat enak untuk ditonton dan mengandung pesan etika untuk terus berjuang melawan para penyusup dan pantang menyerah dalam mencapai tujuan.

Sehingga cenderung beralasan bahwa film Perburuan yang diadaptasi dari novel dengan judul serupa karya Pramoedya Ananta Toer merupakan film yang layak untuk ditonton karena menyajikan cerita yang menarik dan mengandung komponen rekaman yang berkaitan dengan peristiwa kemerdekaan Indonesia dan ditampilkan dari alternatif.  samping sehingga ternyata benar-benar menarik.

Terimakasih telah membaca

Bagikan Artikel Ini