Beranda » Pertanggungjawaban Bank Atas Perbuatan Melawan Hukum Debt Collector

Pertanggungjawaban Bank Atas Perbuatan Melawan Hukum Debt Collector

Profesi sebagai jasa penagih utang atau disebut sebagai debt collector kerap menimbulkan kontroversi. Debt collector sebagai pihak yang dikuasakan oleh bank untuk menagih hutang kartu kredit konsumen pada dasarnya bekerja sesuai dengan target yang diamanatkan oleh bank penerbit kartu kredit kepada badan usaha tersebut. Debt collector di sini merupakan badan usaha yang bekerja sama dengan lembaga perbankan jika terjadi masalah penunggakan hutang dalam pelunasan tagihan kartu kredit, yang pada intinya bank tidak ingin adanya wanprestasi dalam perjanjian pemberian kartu kredit.

Campur tangan debt collector dalam penagihan hutang, dan kuasa yang diberikan oleh pihak bank kepadanya, membuat para debt collector seringkali melakukan sejumlah cara bahkan sampai menggunakan ancaman dan kekerasan dalam penagihan hutang kepada nasabah, sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabah yang ditagih hutangnya tersebut. Saat ini begitu banyak kasus yang terjadi di masyarakat tentang perbuatan debt collector yang melawan hukum, seperti mengintimidasi, melakukan penekanan, pengancaman, dan teror yang bermula perkara perdata bisa menjadi perkara pidana sehingga membuat profesi debt collector ini menjadi pokok pembicaraan masyarakat, sejumlah seluk beluk profesi ini terus dibahas, mulai dari kewenangan, kuasa, serta perilaku menurut kode etiknya.

Dasar hukum debt collector di Indonesia

Bank di dalam melakukan penagihan hutang, baik dengan menggunakan tenaga penagihan tersendiri atau dengan menggunakan jasa penagihan hutang dari perusahaan outsourching jasa penagihan piutang, bank  diwajibkan untuk memastikan bahwa tenaga penagihan mematuhi peraturan etika penagihan hutang kartu  kredit yang diatur dalam Pasal 17 B ayat (1), Pasal 17  B ayat (2), Pasal 17 B ayat (3) PBI 14/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan Romawi VII Huruf D Angka 4b SEBI 2012 dan Surat Edaran Bank IndonesiaNomor 14/17/DASP tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembaran dengan menggunakan kartu (APMK). Surat edaran ini merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK. Aturan pelaksanaan yang diatur di dalam surat edaran nomor 14/17/DASP yang terbit tanggal 7 Juni 2012 tentang penagihan utang kartu kredit, yaitu: 1) Penagihan Kartu Kredit dengan menggunakan perusahaan penyedia jasa penagihan hanya dapat dilakukan terhadap tagihan Kartu Kredit yang telah macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kualitas kredit 2) Kualitas pelaksanaan penagihan Kartu Kredit oleh perusahaan penyedia jasa penagihan harus sama dengan pelaksanaan penagihan Kartu Kredit yang dilakukan sendiri oleh Penerbit Kartu Kredit 3) Tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku. 4)Identitas setiap tenaga penagihan ditatausahakan dengan baik oleh Penerbit Kartu Kredit. Sedangkan pengaturan etika dalam penagihan kartu kredit sudah disetujui oleh asosiasi bank pe-nyelenggara Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah: Debt collector menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan Penerbit Kartu Kredit.

  • Dilarang menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Pemegang Kartu Kredit
  • Penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal
  • Penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain Pemegang Kartu Kredit
  • Penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang  bersifat menggangguPenagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili Pemegang Kartu Kredit
  • Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai denganpukul 20.00 sesuai wilayah waktu alamat Pemegang Kartu Kredit
  • Penagihan di luar tempat penagihan yang ditentukan atau di luar waktu yang telah ditentukan di atas, hanyadapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu
  • Penerbit Kartu Kredit juga harus memastikan bahwa perusahaan jasa penagihan juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi penyelenggara APMK

Pertanggungjawaban bank atas perbuatan melawan hukum debt colIector

Mengenai hubungan pihak bank dan debt collector tidak begitu jelas aturan hukumnya selain daripada bentuk hubungan perjanjian pemberian kuasa dalam penagihan hutang kartu kredit. Hal inilah yang dalam prakteknya akan menimbulkan  masalah di dalam prakteknya di lapangan. Dalam melakukan penagihan tunggakan kredit nasabah bank dapat dilakukan oleh karyawan bank sendiri  dan jasa penagihan hutang atau pihak outsourching. Apabila yang melakukan penagihan adalah karyawan bank itu sendiri,maka karyawan bank tersebut melakukannya atas nama bank sebagai badan hukum dan dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata apabila organ badan hukum melakukan perbuatan melawan hukum.Jadi apabila karyawan bank melakukan penagihan kartu kredit maka ia bertindak sebagai organ badan hukum (bank) dan bukan sebagai pribadi. Dapat dikatakan jika yang melakukan penagihan adalah pihak jasa penagihan kartu kredit (debt collector) merupakan perbuatan melanggar hukum di luar wewenang yang diberikan oleh badan hukum(bank) maka badan hukum tidak bertanggung jawab.

Akibat dari ketidakjelasaan aturan hukum antara hubungan pihak bank dan debt colector disini dapat ditelaah. Mengenai pertanggung jawaban majikan yang  diatur dalam Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata tidak hanya mengenai tanggung jawab dalam ikatan kerja saja, termasuk kepada seseorang yang diluar ikatan kerja, dimana terjadi pemberian perintah kepada orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, asal saja orang yang diperintahkan melakukan pekerjaannya secara sendiri-sendiri baik baik atas pimpinannya  sendiri atau telah melakukan pekerjaanya tersebut atas petunjuknya, yang mana juga diatur dalam pasal 1601 a KUH Perdata, tanggung jawab majikan atas perbuatan-perbuatan melawan hukum dari karyawan-karyawannya, bahwa persetujuan perburuhan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya, pihak yang lain,si majikan, untuk suatu waktu tertentu. Sehubungan dengan pengertian di atas  maka perbuatan melawan hukum debt collector  yang merupakan pekerja alih daya (out sourching) maka apa yang dilakukannya tetap menjadi tanggung jawab bank sebagai pihak yang memberikan perintah kepadanya untuk menagih  tunggakan piutang nasabah kartu kredit. Dimana  karyawan atau pekerja alih daya (out sourching) ini yang ditempatkan di perusahaan pengguna  out sourching akan mengikuti sop aturan kerja sebagaimana yang berlaku pada perusahaan di tempat dia dipekerjakan. Debt collector di dalam  melakukan suatu perbuatan melawan hukum karena ia sedang melakukan perintah dari atasannya. Sebagai contoh pada saat seorang debt collector melakukan penagihan terhadap tunggakan hutang nasabah,hal ini semata-mata dilakukan karena adanya suatu perjanjian alih daya, dimana setiap perbuatan yang debt collector lakukan tentu merupakan sebuah perbuatan yang sudah diatur dan diketahui oleh perusahaan (bank) sebagai pihak pemberi kerja.Jika kita melihat kepada Surat Edaran Bank Indonesia No.11/10/DADP tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan  Kartu pada bagian D poin b mengenai kerjasama penerbit dengan pihak lain bahwa penerbit (bank) menjamin bahwa penagihan yang dilakukan pihak lain harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum. Kemudian pada poin c bahwa dalam perjanjian kerjasama antara penerbit dan pihak lain untuk melakukan penagihan transaksi kartu kredit tersebut harus memenuhi klausula tentang tanggung jawab penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari kerjasama dengan pihak lain tersebut.Sesuai dengan hukum perjanjian, maka perjanjian kerjasama penyediaan jasa pekerja antara perusahaan alih daya debt collector dan perusahaan pengguna (bank) dalam melakukan pekerjaan penagihan hutang yang ditempatkan dan bekerja pada perusahaan alih daya, dimana karyawan tersebut telah melakukan perjanjian kerja dengan perusahaan alih daya sebagai hubungan ketenagakerjaan, dimana dalam salah satu klausulnya bahwa karyawan akan ditempatkan dan bekerja di perusahaan alih daya (outsourching) sebagai debt collector.Oleh karena itu apabila terjadi seorang debt collector melakukan pekerjaan melawan hukum dalam melakukan tugasnya menagih tunggakan hutang kepada nasabah kartu kredit tetap menjadi tanggung jawab bank sebagai pihak yang memberikan perintah kepadanya sebagai bawahan sebagaimana yang diatur di dalam pasal 1365KUH Perdata yaitu : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

(Siti Sakinahria Binti Dahlan, Mahasiswa Universitas Pamulang)

Bagikan Artikel Ini