Beranda » Demokrasi di Negeri Yang Ku Cintai

Demokrasi di Negeri Yang Ku Cintai

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Oleh: M Fiqri Al Fausta, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Saya mahasiswa semester 1 dan belajar politik belum terlalu lama, sebenarnya saya masih belajar untuk mendalami tentang apa itu politik, ini pertama kali saya mengkritik politik karena memang di dalam perkuliahan saya terdapat mata kuliah terkait ilmu politik. Dan kali ini saya mengkritik terkait demokrasi yang ada di negeri ini, menurut apa yang saya tau dan saya lihat.

Bicara soal demokrasi, apa sih demokrasi itu? Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani (dēmokratía) “kekuasaan rakyat”, yang terbentuk dari kata (dêmos) “rakyat” dan kata (kratos) “kekuatan” atau “kekuasaan”, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana warga negaranya memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi juga mengizinkan warga negaranya untuk ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Indonesia merupakan negara demokrasi yang artinya masyarakat itu bebas untuk menyuarakan pendapat, tapi saya mempunyai beberapa pertanyaan, apakah pemerintah mendengar keluhan-keluhan dan aspirasi dari masyarakat? Setiap aksi-aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menyalurkan suara suara rakyat kecil akibat timbulnya suatu kebijakan yang menurut mereka tidak adil, apakah pemerintah mendengar hal itu? Jika tidak, lalu dimana letak demokrasi itu? Sepertinya masih banyak aspirasi masyarakat yang masih belum terpenuhi, para pejabat negara saat ini masih belum bisa menjalankan tugasnya dengan baik, mereka hanya sibuk memperebutkan kekuasaan sampai saling menjatuhkan antara satu sama lain.

Kondisi politik yang ada di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Para pejabat masih saja sibuk mengurusi kursi jabatannya, keterpurukan ini juga dikarenakan perpolitikan Indonesia yang bisa dikatakan kurang sehat. Banyak politisi di negara ini yang terlibat kasus korupsi. Mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi dan lupa akan tugasnya sebagai pejuang rakyat. Kebijakan pemerintah juga selalu berubah-ubah, bertentangan satu sama lain, tidak konsisten dari waktu ke waktu. Dan kebijakannya tidak diberlakukan secara setara terhadap setiap orang. Ada orang-orang yang dikecualikan, bebas melakukan pelanggaran bahkan tidak kena sanksi apapun, yang dirasakan oleh rakyat itu aturan cuma diberlakukan secara keras kepada rakyat kecil yang tidak berdaya untuk melawan, kemudian rakyat akhirnya merasa diperlakukan secara tidak adil.

Di penghujung tahun 2020 yang lalu, masyarakat Indonesia dihadapkan 2 kenyataan yang pahit, yaitu jumlah kasus penularan virus Covid-19 yang meningkat semakin tajam, dan di sisi lain ada dugaan bahwa bantuan sosial yang seharusnya ditujukan untuk meringankan derita masyarakat akibat pandemi malah di korupsi oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Dan salah satu tersangkanya adalah Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial Covid-19. Adapun kasus Jaksa Pinangki, yang merupakan tersangka kasus penyuapan uang dari buronan  Djoko Tjandra, dengan tujuan berusaha memulangkan Djoko Tjandra tanpa harus dipidana.

Sudah banyak keluhan-keluhan masyarakat terhadap perpolitikan saat ini, pemerintah sudah mulai kurang dipercaya lagi oleh masyarakat, banyaknya kebijakan-kebijakan yang tidak konsisten, manajemen yang kurang teratur. Situasinya makin parah karena pemerintah menunjukkan perilaku yang paling buruk, yaitu takut kepada seseorang yang berpengaruh secara politik. Pemerintah, dengan segenap wewenang dan alat kekuasaan yang dimiliki, takut kepada seseorang yang mempunyai  massa.

Jika dilihat sekilas terkait parlemen di Indonesia, dapat diakui  Indonesia itu negara yang demokrasi, bebas mengeluarkan pendapat, pers secara leluasa menyiarkan berita terkait tentang pemerintahan terlepas dari baik dan buruknya, serta jaminan keselamatan seseorang dalam mengeluarkan kritik dan sarannya terhadap jalannya pemerintahan. Tapi  tetap saja negara ini masih terjajah oleh para pemegang kekuasaan. Neokolonialisme yang sebenarnya itu masih menjadi bagian dari bentuk penjajahan baru yang tetap berjalan teratur di internal lembaga pemerintahan. Bagaimana nasib rakyat Indonesia lain yang belum mendapatkan akses pelayanan sepenuhnya dari pemerintah, dimana mereka juga yang seharusnya memiliki hak untuk hidup yang layak, mendapatkan pendidikan, jaminan keamanan, kesamaan dimata hukum dan memperoleh jaminan kesehatan.

Apa gunannya undang-undang dasar (UUD) yang kita jadikan sebagai pedoman dan sumber dari segala sumber hukum. banyak juga kritikan tentang pelaksanaan hukum di Indonesia, dimana seolah-olah hukum hanya berlaku bagi orang miskin, tidak berpendidikan, tidak memiliki jabatan penting di pemerintahan, atau istilah lainya adalah rakyat kecil. Jadi, apakah mungkin jika kita sudah memiliki jabatan di pemerintahan, kita tidak perlu takut dengan hukum, karena hukum akan menjadi lemah bahkan kita mungkin tidak sama sekali tersentuh oleh hukum. Apakah benar begitu? Jika salah, lalu seperti apa?, contohnya perbandingan antara kasus pencurian makanan yang di lakukan oleh rakyat kecil karena terpaksa akibat faktor ekonomi untuk keberlangsungan hidupnya, dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara yang tidak bertanggung jawab. Kira-kira siapa diantara mereka yang jika di pidana, pidana itu akan diperingan?.

Pejabat korupsi? Kenapa?  Mereka bisa membawa pengacara yang handal dalam berargumen bukan?, lalu bagaimana nasib pencuri yang terpaksa melakukan itu demi kebutuhan hidupnya? mereka tidak bisa membawa pengacara untuk membela argumennya, karena mereka hanya rakyat kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa, yang tidak mempunyai apa-apa, bukannya saya membela si pencuri, saya hanya menanyakan dimana letak keadilannya? dimana letak kesetaraannya? Menurut saya mencuri memang sesuatu hal yang salah, tapi itu juga dilakukan secara terpaksa karena menyangkut kondisi ekonominya, berbeda dengan para pejabat korupsi, apakah mereka juga melakukan itu karena terpaksa? Terpaksa karena apa? Bukankah lucu jika mereka mengatakan mereka melakukan itu karena terpaksa.

Masyarakat hanya bisa berharap adanya pemimpin yang memang benar-benar memperhatikan kesejahteraan rakyat bukan pemimpin yang hanya sibuk mengatur kursi jabatannya agar tidak tergantikan dengan yang lain. Partai-partai yang semakin banyak seharusnya bisa menampung aspirasi masyarakat secara keseluruhan dalam mengharapkan partisipasi politik dari masyarakat yang benar-benar sadar akan pentingnya suara mereka dalam memajukan perpolitikan di Indonesia.

(***)

Bagikan Artikel Ini