Beranda » Demokrasi dan Monster Oligarki

Demokrasi dan Monster Oligarki

Ilustrasi - Sumber Foto : Dokumentasi Penulis

Wajah kehidupan politik Indonesia sekarang disuguhkan oleh para kelompok elit politik yang semakin menunjukkan sikap oportunis, dan oligarkis. Proses demokrasi hanya dijadikan sebagai alat mencapai kepentingan para kaum elit politik, dan para pemegang kekuasaan  Sementara itu kepentingan rakyat diabaikan. Bahkan rakyat pun ikut menjadi penanggung dari sikap oportunis dan oligarkis para elit pemegang kekuasaan.

Tentu ada alasan mengapa penulis mengatakan demikian, pasalnya dalam berbagai pengambilan keputusan suatu kebijakan aspirasi masyarakat tidak pernah dijadikan bahan pertimbangan. Sudah setahun sejak pengesahan UU. Cipta yang menimbulkan demonstrasi dari berbagai kalangan masyarakat . Pemerintah pun terlihat acuh terhadap aspirasi masyarakat saat itu dan tetap mengesahkan UU. Cipta Kerja.

Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan prinsip partisipan dalam demokrasi. Dalam pidatonya Presiden mengatakan bahwa UU. Cipta Kerja akan menciptakan banyak lapangan kerja namun pada kenyataannya dari data berdasarkan Badan Pusat Statistik menunjukan bulan Februari 2021 jumlah pengangguran berjumlah 8,75 juta orang meningkat dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebanyak 6,9 juta orang. Ditambah kasus-kasus PHK tahun 2020 terhadap buruh berjumlah 3,6 juta orang.

 

Namun sebaliknya UU. No 11 tahun 2020 Cipta Kerja ini memberikan keuntungan yang besar bagi para elit pemegang kekuasaan, yang semakin sesuka hati terhadap para tenaga kerja, ditambah eksploitasi lingkungan yang mengatasnamakan pembangunan nasional pun terus menjadi. Kekayaan yang sangat besar berada di tangan minoritas sehingga menciptakan kekuasaan pada sistem politik Indonesia . Tentu  hal ini menghilangkan subtansial demokrasi yakni adanya kesetaraan.

 

Contoh lainnya, Pemilihan umum di Indonesia yang merupakan pilar utama dari sebuah demokrasi juga tak luput dari praktik oligarki. Pemilu di Indonesia seperti sekadar menjalankan demokrasi secara ritual dimana rakyat bebas memilih calon yang ada tetapi hasil akhir tetap ditentukan oleh  kukuatan uang yang memiliki peranan penting dan berada di tangan para pemegang kekuasaan. Tak berlebihan jika penulis mengatakan bahwa pemilu di Indonesia merupakan salah satu karpet merah dari praktik oligarki. Dengan calon yang terpilih berdasarkan pengaruh uang dan kekuasaan, pada akhirnya Pemerintahan akan dijalankan semata-mata untuk melayani kepentingan para oligarkis.

 

Prinsip demokrasi lainnya adalah Demokrasi mengizinkan warga negara secara aktif bebas berpendapat diruang publik. Namun kini dengan diberlakukan pasal karet UU. ITE suara rakyat dibungkam dan undang-undang tersebut digunakan secara aktif untuk mengadili masyarakat sipil yang berani mengeritik sikap pemerintah. Tak jarang para pejabat dan pemegang kekuasaan di Indonesia menggunakan UU. ITE untuk mengadili masyarakat yang mengeritik sikap dan prilaku buruk mereka.

 

Demokrasi juga menjamin adanya kesetaraan derajat bagi seluruh warga negara di dalam bidang politik, hukum, pemerintahan, serta kesempatan yang sama dalam akses ekonomi. Tapi semua prinsip dan nilai demokrasi itu telah dikhianati oleh segelintir orang yang memiliki kepentingan pada usaha pertahanan kekayaan dan kekuasaan.  Dibidang politik masyarakat belum memperoleh kesempatan mengambil peranan berdasarkan konstitusi yang berlaku. Karena hingga kini kesempatan itu belum ada bagi rakyat biasa, kesempatan itu masih di kuasai oleh para oligarkis yang membelenggu demokrasi kita. Juga samahalnya dibidang hukum dimana istilah hukum tajam kebawah dan tumpul keatas masih berlaku hingga sekarang, dimana seorang koruptor yang mencuri uang rakyat hanya diberikan hukuman yang ringan, sedangkan rakyat kecil yang mencuri untuk bisa makan bisa dikenakan hukuman yang berat.

Bisa kita simpulkan bahwa kehidupan demokrasi di Indonesia kini dikuasai oleh para oligarkis. Mereka dengan mudah membayari para politisi, membeli keadilan dan bukan mustahil mereka dapat menentukan pejabat mana yang patut diangkat atau dipilih untuk menduduki jabatan-jabatan yang dikhendaki. Dengan kekuasaaan dan kekayaan  mereka dapat melakukan segalanya, termasuk membeli suara pemilih melalui uang yang mereka keluarkan agar tujuan mereka tercapai. Itulah wajah demokrasi Indonesia yang dicengram kuat oleh para monster oligarki yang belum tentu mereka memiliki keinginan luhur untuk bersama-sama untuk membangun negeri ini.

Bagikan Artikel Ini