Beranda » Drama Musikal : Kisah Asli Roro Jongrang – Candi Prambanan oleh Karyawan CJR NESTLE Jogja, ARD Cinematogtaphy

Drama Musikal : Kisah Asli Roro Jongrang – Candi Prambanan oleh Karyawan CJR NESTLE Jogja, ARD Cinematogtaphy

Sumber foto : Dokumentasi Penulis

Drama Musikal adalah sebuah pertunjukan drama yang dikemas dengan unsur musik, sehingga setiap adegan pertunjukkan drama memiliki iringan musik sebagai pengiring setiap adegan dan penyampai pesan melalui sebuah harmonisasi suara yang disebut musik.

Berbeda dengan Drama pada umumnya yang lebih memfokuskan penyampaian cerita dan pesan dengan dialog antar tokoh yang terkadang diiringi instrumental sebagai pembangun suasana dalam cerita yang dibawakan.

Kisah Roro Jonggrang menurut Wikipedia adalah sebuah legenda atau cerita rakyat populer yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan juga berkembang di Jawa Tengah, Indonesia. Cerita ini yang menjadi legenda terbentuknya Candi Prambanan, Candi Sewu, Keraton Ratu Baka dan Dewi Durga yang ditemukan di dalam komplek Candi Prambanan. Roro Jonggrang memiliki arti “gadis (dara) langsing”

Kisah Roro Jonggrang ini sudah tentu pernah kita dengar sebelumnya terutama untuk para masyarakat yang bersuku Jawa.  Biasanya kita tahu cerita ini hanya dari cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut, juga dari buku cerita legenda, eksisnya cerita ini pun membuat cerita Roro Jonggrang ini pernah di buat dalam bentuk sinetron yang ditayangkan oleh stasiun TV ANTV pada tahun 2016.

Sedangkan kritik pertunjukan seni ini bertujuan untuk memberikan pembelajaran atau motivasi kepada penonton dan pemeran dalam pertunjukan seni yang ditampilkan ini juga untuk memberi semangat untuk para penggiat seni di Indonesia.

Pertama-tama penulis ingin memberikan apresiasi penuh terhadap Drama musikal yang telah di buat oleh team dan Karyawan CJR Nestle Jogja atas sebuah pertunjukan yang memukau ini. Kisah Roro Jonggrang ini diangkat menjadi sebuah kisah yang dipentaskan secara musikal dalam “Drama Musikal Kisah Asli Roro Jonggrang” yang bisa kita semua tonton di youtube chanel GF Production.

Dalam pementasan tersebut penulis tak henti-hentinya takjub oleh persembahan yang sangat luar biasa ini. Hal ini juga yang mendorong penulis untuk memberikan sebuah kritik pertunjukan berupa kelebihan dan kekurangan yang ada pada pertunjukan tersebut, untuk mendukung perkembangan banyak pihak dalam segala aspek.

Diawal pertunjukan penonton dimanjakan dengan musik yang indah kental dengan irama Jawa mengiringi penari dengan kostum dan riasan adat Jawa, lalu mulai terdengar suara penyanyi yang dalam lirik nyanyiannya menjelaskan tentang kisah legenda Roro Jonggrang yang merupakan sebuah cerita dari tanah Jawa, lirik tersebut juga membangun awal citra Roro Jonggrang yang dinyanyikan dalam bahasa Indonesia begitu pun dengan dialog para tokoh yang menggunakan bahasa Indonesia, hal ini membuat pertunjukan bisa dinikmati oleh semua kalangan, tidak hanya orang Jawa maupun orang yang mengerti bahasa Jawa. Walau menggunakan bahasa Indonesia namun pengucapan lirik dan dialog tetap kental dengan dialek khas Jawa yang membuat penonton tetap tahu dan bisa merasakan bahwa cerita ini merupakan cerita yang memang berasal dari Jawa.

Pertunjukan dibuat dengan sangat apik didukun oleh layar  LCD Projector yang sudah sangat modern mendukung dalam menggambarkan dan mengganti setting tempat yang terjadi dalam setiap adegan.

Jumlah penari yang tidak begitu banyak dalam setiap adegan dirasa pas, karena tidak membentuk anggapan terlalu banyak dan riweh ditonton saat pertunjukan. Namun terlihat kostum penari yang merupakan dayang Roro Jonggrang terlalu mirip dengan kostum tokoh utama yaitu Roro Jonggrang, sehingga membuat sulit penonton dalam membedakannya.

Musik yang digunakan sebagai pengiring saat masuknya karakter Jin yang membantu Bandung Bondowoso juga terdengar kurang harmoni, dimana saat awal sudah baik dengan suara-suara mencekam membuat kesan horor lalu tiba-tiba musik menjadi musik riang dimana para jin menari. Belum lagi musik riang yang diputar dalam 40 detik ini justru terdengar mirip dengan melodi khas Kalimantan suku dayak, yang mendistraksi pikiran penonton yang awalnya fokus pada cerita Jawa menjadi pecah dan mengira-ngira bahwa ini adalah irama Kalimantan.

Pada bagian cerita dimana Roro Jonggrang meminta para dayang dan rakyat menabuh lesung dan menyapu sebelum fajar, lalu para dayang-dayang menari seolah sedang menumbuk lesung dengan didukung properti gagang penumbuk lesung namun musik pengiringnya kurang cocok dimana justru memutuskan suara mencekam / horor seperti diawal, bahkan sampai para penari keluar panggung suara tumbukan lesung tidak terdengar, begitu juga suara orang menyapu. Padahal itu merupakan inti dari ucapan Roro Jonggrang pada para dayang-dayang rakyatnya. Untung saja di musik selanjutnya ada suara kokok-an ayam yang membangun suasana pagi.

Pada bagian sebelum akhir cerita, tarian Roro Jonggrang dan para dayang justru terlihat kurang kompak, berbeda dengan bagian awal yang terasa rapi dan terlihat ada power disetiap gerakannya. Pada bagian ini juga ada salah satu penari yang salah gerakan. Di akhir cerita semua penari kembali rapi seperti sedia kala, mungkin kesalahan kecil terjadi akibat demam panggung para pemain. Namun tetap tidak mengurangi bagusnya pementasan ini. Apalagi diingat bahwa semua pemeran dan penari bukan lah orang yang profesional dalam bidang pementasan ini, mereka adalah karyawan yang bekerja di CJR Nestle Jogja.

Dari pementasan ini kita dapat lihat bahwa siapa saja bisa menampilkan pentas drama yang bagus, kuncinya adalah mau dan latihan. Penulis juga berharap acara-acara seperti ini bisa di contoh oleh banyak perusahaan dimana memberdayakan karyawannya dalam mencintai dan berperan aktif dalam sebuah seni, baik seni pertunjukan, seni musik, seni tari dan sebagainya.

Bagikan Artikel Ini