Beranda » Abad IX, Seorang Wanita Menjadi Paus dalam Novel “Pope Joan”

Abad IX, Seorang Wanita Menjadi Paus dalam Novel “Pope Joan”

Pope Joan

Mungkin sebagian orang tidak mengetahui novel kontroversial yang ada dalam cerita, kisah seorang perempuan yang menyamar sebagai pria hingga memegang posisi tertinggi kepausan. Paus Joan memiliki semua bahannya; cinta, seks, kekerasan, dualitas, dan rahasia yang telah lama terkubur. Kaya akan imajinasi dan merupakan kisah yang sempurna. 
Novel ini ditulis oleh Donna Woolfolk Cross yang merupakan sarjana bahasa inggris di University of Pennsylvania tahun 1969, juga gelar master di bidang sastra dan penulisan tahun 1972. Pope Joan merupakan novel pertamanya dengan penelitian selama 7 tahun dan kini novel ini sudah diterjemahkan dalam 24 bahasa. Tulisan-tulisannya dalam novel Pope Joan sangat menarik, sehingga kita sebagai pembaca terbawa langsung dalam cerita yang terdapat dalam novel ini. Mulai dari pengenalan tokoh hingga peristiwa-peristiwa menyimpang lainnya. Novel ini diterjemahkan oleh FX Dono Sunardi dengan dua kali cetak, cetakan pertama pada Januari 2007 dan cetakan ke dua pada Maret 2007.
Novel ini sangat menarik, mengisahkan bagaimana perjuangan Joan kala itu untuk mendapatkan hak-haknya. Namun kenyataannya, masih sedikit yang diketahui tentang novel ini. Karena pada poin ini lebih tentang keberadaan penulis daripada karyanya. Dalam arti, orang lebih tertarik pada karya-karya yang pengarangnya sudah lama terkenal. Artikel ini bisa dijadikan sebagai referensi untuk acuan membuat resensi pada buku-buku lain.

Resensi Novel Pope Joan Karya Donna Woolfolk Cross

Menurut Depdikbud (2005: 788) novel dimaknai sebagai karangan prosa yang kurang lebih menceritakan kehidupan seseorang dan orang-orang disekeliling kita. Kemudian dituliskan dalam sebuah prosa dengan menonjolkan sifat dari si tokoh dan watak dari tokoh-tokoh buatan sang pengarang. Berikut contoh resensi novel Pope Joan;
Judul : Pope Joan
Penulis : Donna Woolfolk Cross
Penerjemah : FX Dono Sunardi
Penyunting : Vitri Mayastuti
Penerbit : Ballantine Books
Tahun terbit : 1997
Jumlah Halaman : 736

Sinopsis Novel

Novel ini dimulai dengan memperkenalkan tokoh utama yaitu Joan. Dikenalkan sebagai seorang anak perempuan di desa Ingelheim di Thuringia. Ketika Joan lahir, sang Kanon (ayahnya) menyatakan bahwa pekerjaan istrinya sia sia. Sang Kanon menganggap bahwa kelahiran seorang putri merupakan sebuah hukuman dari Tuhan. Ketika Joan sedikit lebih tua dan ingin belajar membaca seperti kakaknya, ayahnya berkata “Kamu perempuan, jadi itu bukan urusanmu”. Ini hanya akan menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Joan tidak ingin membiarkan ayahnya mengatur hidupnya, Joan harus bisa membaca. Dan dengan bantuan Matthew (kakaknya), Joan diam-diam belajar membaca.
Ketika seorang sarjana Yunani bernama Aesculapius muncul di desa, dan melihat betapa cerdasnya Joan, ia bertekad untuk mengajari Joan agar pengetahuannya berkembang. Dengan Aesculapius, Joan mengembangkan pikirannya yang tajam, ditempa dengan karya karya Cicero dan karya klasik lainnya, yang pada akhirnya akan memungkinkan Joan untuk mengalahkan banyak pria. Tapi hanya jika Joan bisa menyingkirkan ayahnya. Sampai ketika sang Kanon melihat Joan membaca salinan Homer dalam bahasa Yunani, yang ia anggap sebagai buku “kafir tidak bermoral” yang pada akhirnya mengirim Joan ke kegilaan ayahnya.
Namun, semuanya berubah ketika Aesculapius mengundang Joan untuk belajar di sebuah sekolah di Dorstadt. Di sana ia dikirim untuk tinggal bersama seorang bangsawan bernama Gerold dan istrinya. Gerold yang akhirnya menjadi kekasih Joan dalam cerita ini, meskipun mengerikan, memikirkan seorang gadis menjadi kekasih ayah angkatnya. Tapi setidaknya, para penulis skenario menunggu sampai Joan berusia empat belas tahun masih usia yang buruk untuk penonton modern, tapi mungkin lebih bisa diterima di abad kesembilan untuk kasus ini berkembang. Namun, kisah cintanya ini lebih seperti cerita sampingan dibandingkan plot utama, yang semuanya berkisar pada perjalanan sukses Joan dalam masyarakat abad pertengahan yang di dominasi pria.
Ada beberapa kejadian yang tidak bisa dijelaskan, pada akhirnya Joan memutuskan untuk menyamar sebagai laki-laki, dan mengambil nama kakak keduanya yaitu John yang meninggal dalam penyerangan Viking lalu menyebut dirinya sebagai John Anglicus. Ketika menyamar sebagai seorang pria, Joan bergabung dengan Biara Fulda dan dengan berdasarkan pengetahuannya tentang Hippocrates, ia mendapatkan reputasi sebagai tabib yang terampil. Kisah itu akhirnya membawa Joan ke Roma, dimana seni penyembuhan membawanya ke dalam pelayanan Paus Sergius, seorang pemakan yang luar biasa dan termasuk salah satu karakter favorit saya dalam novel. Sergius jatuh sakit dan menyerahkan kekuasaannya atas Roma pada saudaranya yang korup, dan Joan menyadari satu-satunya cara untuk menghentikan korupsi adalah dengan segera menyembuhkan paus Sergius.
Menurut saya novel “Pope Joan” ini sangat bagus, mulai dari menceritakan masa kecil Joan di Thuringia, waktu bersama keluarga Gerold di Dorstadt, juga masa Joan di Roma yang merupakan salah satu pencapaian paling cemerlang dalam sejarah hidup Joan. Di sana dia menghadapi semua intrik, politik, dan pengkhianatan yang tidak dapat ditemukan di pengadilan kepausan, serta kelompok penjahat yang harus dikalahkan dan dihadapi Joan. Pengaturan Romawi juga dikaitkan dengan sejumlah peristiwa sejarah besar, termasuk pemecatan Roma oleh Saracen, pembangunan Tembok Leonine di sekitar tempat yang sekarang menjadi Vatikan, dan Pertempuran Ostia. Roma juga membawa Gerold kembali ke pelayanan Kaisar Frank, yang semula berada di sisinya. Tetapi pada akhirnya, Gerold memilih Paus Yohanes. Dan saat itulah muncul musuh yang sangat berbahaya yang mengakhiri novel ini.
Setiap perjalanan hidup Joan dapat dijadikan sebagai cerita, semuanya cukup menarik bagi saya untuk terus membaca sampai akhir. Satu-satunya hal yang mengganggu saya adalah pandangan penulis yang tidak konsisten, kadang-kadang buku itu tampaknya ditulis dari sudut pandang orang ketiga yang terbatas, di lain waktu buku itu bergeser ke perspektif mahatahu yang lebih ketinggalan zaman, yang kerap kali terjadi di tengah-tengah adegan, saya lebih menyukai sudut pandang yang lebih pribadi.
Ada yang mengatakan bahwa novel “Pope Joan” merupakan novel yang ditulis dengan baik, menggugah pikiran, dan sangat menarik. Catatan penulis yang panjang di bagian akhir berkontribusi dalam hal ini, dengan menegaskan bahwa legenda Paus Joan diterima secara luas sebagai kebenaran sampai pertengahan abad ke-17, ketika Vatikan menghapus referensi tentang Joan dari catatan kepausan. Menurut penulisnya, sikap Gereja terhadap Joan adalah bahwa dia adalah penemuan reformis Protestan yang ingin mengungkap korupsi kepausan. Namun, penulis mencatat bahwa sampai abad ke-16, setiap paus yang dipilih setelah Joan harus memastikan kedewasaannya melalui pemeriksaan genital sebelum duduk di St. Peter, dengan gambar kursi seperti toilet yang digunakan untuk ujian. Saya rasa novel ini cukup menarik, dan saya mengajak kepada semua untuk membaca novel ini karena memang menarik.
Tidak heran jika buku ini termasuk internasional bestseller. Saya sarankan jika mencari novel tentang kerohanian dan kemanuisaan novel ini sangat direkomendasi, menganggat tema perempuan yang tidak mau ditindas. Apalagi yang beragama Kristen Protestan pasti akan lebih memahami dan mungkin sudah mengetahui kisah Paus Joan ini. Demikian artikel yang dapat saya tulis, semoga artikel ini bisa menjadi acuan untuk resensi novel-novel lainnya. Kutipan yang paling berkesan bagi saya ialah
“Belajar dengan merasa terbebani oleh rasa tidak senang dari orang sekitar, bukanlah hal yang gampang”.
Bagikan Artikel Ini