Beranda » TBM Hahalaen, Wadah Literasi Desa Pasanggrahan

TBM Hahalaen, Wadah Literasi Desa Pasanggrahan

Meski kemajuan teknologi sudah pesat, tingkat literasi di Indonesia saat ini masih rendah. Dari 70 negara yang diteliti, Indonesia bertengger di 10 negara dengan tingkat literasi terendah (perpustakaan.kemendagri.go.id, 2021). Padahal, literasi merupakan jalan utama guna mencerdaskan dan menyejahterakan anak bangsa, sekaligus mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul untuk kemajuan bangsa (antaranews.com, 2020).

Akses buku yang sulit menjadi salah satu faktor rendahnya literasi di Indonesia (mediaindonesia.com, 2017). Minimnya buku-buku yang terbit di Indonesia menjadi salah satu alasan akses buku yang sulit. Berdasarkan data dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI), terdapat lebih dari 120.000 judul buku  yang terdaftar ISBN pada tahun ini. Angka ini masih jauh dari rencana Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) yang menargetkan 800 juta buku per tahun (bonepos.com, 2021).

Melihat perlunya wadah dan sumber bacaan yang cukup, Muhammad Furqon Hadiwijaya (Jibrong), pemuda asal Banten, menginisiasi TBM Hahalaen agar budaya membaca di lingkungannya bisa meningkat.

“…tidak ada wadah yang menyediakan sumber bacaan yang dekat, yang mudah, gratis”, kata Jibrong (11/11).

Melalui diskusi dan berbaur dengan masyarakat, Jibrong memutuskan untuk mendirikan sebuah Taman Bacaan Masyarakat (TBM), sebagai alternatif untuk belajar, meningkatkan pengetahuan, serta silaturahmi.

“…melalui diskusi dan berbaur, akhirnya memutuskan untuk membuat wadah yang bisa dimanfaatkan semua orang terkait ilmu dan pengetahuan. Terbentuklah TBM ini sbegai wadah alternatif untuk belajar, meningkatkan pengetahuan, silaturahmi, atau hanya sekedar nongkrong. Tidak dibatasi untuk siapapun”, papar Jibrong (11/11).

Sejak dibentuk pada  7 Juli 2019, TBM ini sudah menjalankan beberapa program seperti Belajar dan Bermain, Diskusi Lintas Usia, Sampah Management, serta kegiatan Sosial, Agama, Silaturahmi, dan kolaborasi. Menurutnya, masyarakat, pemuda dan pemerintah setempat sangat mendukung, namun masih perlu kontribusi lebih agar TBM bisa berkembang.

Sudah berjalan 2 tahun, buku-buku yang tersedia masih sangat terbatas dan belum bervasiasi.

“…100 lebih buku, tapi ada juga banyak judul yang sama”, jelas Jibrong (01/11).

Seiring berjalannya TBM ini, Jibrong juga mengaku masih menemui banyak kendala baik dari segi tempat maupun biaya. Jibrong dan relawan lain masih harus mengandalkan dana pribadi untuk menjalankan program-program yang ada di TBM.

“jadi kalau ditanya  kendala pasti banyak banget mas. Tapi itu semua bagi saya pribadi harus dinikmati sebagai suatu proses yang sangat mahal”, tuturnya.

Jibrong lebih lanjut berharap agar TBM yang berlokasi di Desa Pasanggrahan ini segera memiliki legalitas, sehingga kegiatan-kegiatan TBM dilindungi oleh hukum. Ia menambahkan, kedepannya akan ada kelas menulis, kelas bermusik, public speaking, kursus lain-lainnya agar TBM bisa berkontribusi lebih untuk masyarakat.

“TBM ingin memberikan yang terbaik. Memberikan pililhan warna yang baru kedepannya”, tutup Jibrong (11/11).

Bagikan Artikel Ini