Beranda » Sosiolinguistik ; Belajar Bahasa Merangkul Gender

Sosiolinguistik ; Belajar Bahasa Merangkul Gender

Tidak dapat disangkal, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain, isu gender merupakan pengaruh gerakan wanita sekitar tahun 1970-an. Gerakan ini memicu berbagai penelitian mengenai isu-isu wanita, terutama yang berkaitan dengan subordinasi wanita dalam berbagai aspek: pendidikan, hukum, politik, dan sebagainya. Pada akhirnya, bahasa pun tidak luput dari lahan analisis para linguis, sosiolog dan budayawan. Studi bahasa dan jender memusatkan perhatian pada bagaimana pengaruh terhadap pemakaian bahasa. Jender merupakan faktor yang berpengaruh terhadap variasi bahasa meskipun samapi saat ini studi bahasa pada umumnya membiarkan perbedaan jender dalam pemakaian bahasa.

Pada periode awal tahun 1960-an, penelitian interaksi bahasa didominasi oleh paradigma yang mengelompokkan penutur menurut seks biologis dengan menggunakan metode kuantitatif. Pada periode ini penelitian lebih banyak menekankan pada perbedaan jenis kelamin dalam pelafalan dan tata bahasa. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya perbedaan fonologis dan gramatikal yang disajikan dalam angka-angka prosentase. Tes statistik digunakan untuk menunjukkan signifikansi perbedaan itu. Pendekatan ini dikembangkan oleh  Labov (1972). Paradigma penelitiannya biasa disebut paradigma variasionis.  Trudgill adalah salah seorang pengikut paradigma ini. Hal tersebut tampak pada  penelitiannya tentang variasi fonetis dan fonologis dalam bahasa Inggris di kota  Norwich .

Ferdinan de Sausure (1916) membedakan langage, langue, dan parole. Langage bahasa sebagai sistem lambang bunyi. Langue sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Berbeda dengan langage dan  langue yang bersifat abstrak, parole bersifat konkret yaitu pelaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh anggota masyarakat, pria atau perempuan. Menurut Chaer dan Agustina (2004:4) mengartikan bahwa sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosialsosialsosial di dalam suatu masyarakat tutur. Faktor sosial tersebut termasuk kelas sosial, jenis kelamin, usia, dan etnisitas. Lebih dalam kaitan antar jenis kelamin dengan pemakai bahasa, Holmes (2001:157-158) dalam bukunya An Introduction to Sociolinguistics (Second Edition) menyatakan bahwa setidaknya terdapat empat alasan perempuan menggunakan bentuk bahasa yang lebih standar dibandingkan dengan pria.

Untuk menunjukkan kelas sosial.Mengacu pada peran perempuan di masyarakat.Status perempuan sebagai kelompok bawahan.Untuk fungsi berbicara dalam mengekspresikan maskulinitas.

Holmes (2001:158-159) menjelaskan bahwa perempuan lebih menggunakan bahasa standar dari pada laki-laki karena masyarakat cenderung mengharapkan perilaku perempuan lebih baik dari pada laki-laki. Perempuan harus bersifat sopan. Sedangkan laki-laki, Holmes (2001: 160) pada bagian vernacular express Machismo menjelaskan alasan laki-laki menggunakan bentuk yang lebih standar. Alasan tersebut yaitu bahwa laki-laki lebih memilih bentuk-bentuk vernekular karena mereka menunjukan konotasi macho, maskulin dan ketangguhan. Gender adalah kategori sosial antara wanita dengan laki-laki.

Pola perbedaan bahasa antar wanita dan pria dapat dilihat dari beberapa faktor di bawa ini. Keseringan dalam berbicara Konstruksi pergantian berbicara dan interupsiDukungan jalur belakang (back channel support)Bentuk diperhalus dan diperkasarPengembangan topik (perpersonal dan impersonal )Gerak anggota badan dan ekspresi wajah wanita dan pria berbeda ketika berbicara. Gesture adalah gerak anggota badan seperti kepala, tangan, jari yang menyertai tutur.

Contoh : Ya sebagai bentuk persetujuan yang disertai dengan anggukan kepala dan tidak sebagai bentuk ketidak setujuan yang disertai geleng-geleng kepala. Ekspresi wajah di Indonesia, wanita relatif lebih banyak mempermainkan bibir dan matanya dibanding dengan pria.

Suara dan intonasi

Dalam beberapa kasus dibeberapa negara volume suara pria relatif lebih besar dari suara wanita. Kalau tidak percaya coba anda bandingkan sendiri intonasi orang medan dengan orang sunda.

Dari semua pemaparan tersebut kita akan tahu bahwa perbedaan genre antara pria dan wanita juga mempengaruhi cara kita berbahasa dalam kehidupan sehari-hari.

(Rifa Artika )

Bagikan Artikel Ini