Beranda » Sejarah Pesantren di Indonesia

Sejarah Pesantren di Indonesia

 

Pendahuluan 

Salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia adalah pesantren, inilah sistem pendidikan Islam pertama dan tertua di Indonesia. Di tengah kegagalan sistem pendidikan saat ini, lihatlah sistem pesantren yang lebih mengutamakan etika dan pengetahuan. Kyai adalah tempat bertanya, tempat menyelesaikan segala urusan, tempat meminta nasihat dan masukan. Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren telah memberi kontribusi yang signifikan bagi umat Islam Indonesia. Dari awal Islam hingga masa reformasi, pesantren masih ada dan dapat mengikuti kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, pondok pesantren merupakan harapan besar untuk menghasilkan kader-kader terbaik yang dapat berpartisipasi dalam perkembangan dan kemajuan bangsa dalam berbagai masa. 

Indonesia merupakan salah satu Negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam yang memiliki sistem pendidikan yang khas dan unik bernama pesantren. Dikatakan khas karena pendidikan model pesantren hanya berkembang pesat di Indonesia. Sedangkan yang dimaksud unik, karena pesantren memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki secara lengkap oleh sekolah-sekolah umum, seperti kyai, santri, pondok, kitab kuning, dan musola atau masjid. Selain itu, pesantren merupakan pendidikan Islam asli produk Indonesia (Mahdi, 2013). Pesantren telah berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan.

Pondok pesantren lahir dan berkembang pesat dengan tujuan membentuk santri-santri yang beriman, berilmu serta bermanfaat kepada masyarakat dan sekitarnya. Istilah pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam lebih populer di masyarakat Jawa. Kepopuleran istilah ini muncul ketika Walisongo menyebarkan Islam di Pulau Jawa melalui sebuah gubuk atau pondok sebagai tempat belajar Islam dan ilmu-ilmu sosial.

Pembahasan

Pondok berasal dari dari bahasa Arab “funduuq” yang artinya penginapan. Sedangkan istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata santri berarti murid dalam Bahasa Jawa. Lain halnya di Aceh, pesantren dinamakan dengan “dayah”. Pada umumnya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengontrol  kehidupan pesantren, Kyai mengangkat seorang santri senior untuk membimbing adik-adik seniornya, atau biasa disebut dengan lurah pondok. Seorang lurah pondok ini tentu saja tidak  hanya sendiri dalam menjalankan amanah dari Kyai. Biasanya akan dibentuk pengurus-pengurus harian yang akan membantu berjalannya kegiatan di pondok tersebut. Pengurus pondok ini pada umumnya berupa pengurus kegiatan atau pengajian, kebersihan, bendahara, sekretaris, kesehatan, perlengkapan, dan lain halnya.

Pesantren merupakan lembaga yang dapat disebut sebagai perwujudan dari proses perkembangan sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, pondok pesantren menempati posisi strategis dalam dunia pendidikan Indonesia. Sebagai bentuk pendidikan, pesantren memiliki tempat tersendiri di hadapan masyarakat. Hal ini karena pesantren telah memberikan kontribusi penting bagi kehidupan Negara dan pengembangan budaya lokal (Mas’udi, 2015)

 

Lahirnya Pesantren di Indonesia

Pondok pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Pada saat itu Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau biasa dikenal dengan sebutan Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan atau pondok di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Pesantren Ampel tersebut merupakan cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di tanah air, sebab para santri yang telah selesai menuntut ilmu dipesantren tersebut merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerah masing-masing.

 Sunan Ampel disebut sebagai peletak dasar-dasar pendidikan pesantren di Indonesia. Pesantren pada masa awal berdirinya merupakan sarana penyebaran Islam karena memiliki peran besar dalam perubahan sosial di masyarakat Indonesia. Pesantren terbentuk melalui proses yang panjang. Mulai dari pembentukan kepemimpinan dalam masyarakat. Kyai sebagai pengasuh pesantren tidak muncul begitu saja, akan tetapi kepemimpinan Kyai lahir setelah adanya persetujuan dari masyarakat. 

Kyai dianggap memiliki keunggulan ilmu, sehingga Kyai menjadi pemimpin tidak resmi di kalangan rakyat. Dengan demikian Kyai menjadi rujukan tempat bertanya, tidak hanya tentang agama tetapi juga tentang masalah sosial. Hal ini menciptakan budaya ketaatan santri dan masyarakat terhadap pesantren. Dalam proses pembelajarannya, materi yang dikaji meliputi materi keagamaan, seperti fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadits dan lain-lain. Biasanya para kyai meggunakan rujukan kitab turost atau biasa dikenal dengan kitab kuning (Herman, 2013). Dari kajian-kajian di atas, materi yang menonjol di masyarakat dan santri adalah materi fiqih dan nahwu. Hal ini disebabkan karena materi fiqih dianggap sebagai ilmu yang banyak berhubungan dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan materi nahwu disebut sebagai ilmu kunci, dikarenakan seseorang tidak bisa membaca kitab kuning apabila belum menguasai ilmu nahwu. 

 

Pesantren di Masa Kolonial

Setelah periode perkembangan pesantren yang cukup maju pada masa Walisongo, masa-masa sulit pun mulai terlihat saat Belanda menjajah Indonesia. Pada masa itu pesantren selalu berhadapan dengan kolonialis Belanda yang sangat membatasi ruang geraknya. Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan politik pendidikan dalam bentuk Ordonansi Sekolah Liaratau (Widle School Ordonanti). Melalui kebijakan tersebut, Belanda berniat mematikan madrasah dan sekolah yang tidak memiliki izin. Belanda juga melarang pengajaran kitab-kitab Islam yang menurut mereka berpotensi memunculkan gerakan perlawanan dari kalangan santri dan kaum muslim. 

Setelah penjajahan Belanda berakhir, Indonesia kembali dijajah oleh Jepang. Pada masa ini, pesantren berhadapan dengan kebijakan yang dikeluarkan Jepang, yaitu kebijakan Saikere. Saikere merupakan bentuk penghormatan terhadap Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan 90 derajat kea rah matahari terbit setiap pagi, setiap pertemuan umum, dan setiap nama Tenno Haika, Kaisar Jepang disebut. Kebijakan saikere ini menyinggung perasaan umat Islam karena temasuk perbuatan syirik terhadap tuhan. Disinilah tokoh KH. Hasyim Asy’ari muncul dengan menentang kebijakan Jepang tersebut sehingga beliau dipenjara selama 8 bulan. 

Penangkapan KH.Hasyim Asy’ari tersebut ternyata menimbulkan aksi perlawanan besar-besaran dari kalangan santri yang menuntut kebebasan KH.Hasyim Asy’ari dan penolakan kebijakan saikere. Sejak saat itulah Jepang tidak lagi mengusik dunia pesantren. Menjelang kemerdekaan, kaum santri terlibat dalam perumusan dan penyusunan UUD Republik Indonesia. Salah satu tokoh yang ikut andil adalah KH. Hasyim Asy’ari, bapak Abdurrahman Wahid.

Kesimpulan

Sesuai penjelasan di atas yang berkenaan dengan sejarah perkembangan pondok pesantren di Indonesia dapat disimpulkan bahwa:

  1. Pondok pesantren artinya tempat untuk menimbah ilmu keagamaan yang memiliki karakteristik khas, yaitu dengan adanya kiai, asrama, masjid, kitab kuning dan pengasuh. Pada perjalanan sejarahnya dimulai sejak awal mula masuk ke Nusantara. Walaupun peristilahan pondok pesantren tidak selaras antara satu daerah menggunakan wilayah laiinya namun memiliki fungsi yang sama.
  2. Keberadaan pondok pesantren diakui keberadaanya asal masa ke masa. Sampai kepada masa kemerdekaan, mulai dari orde lama, orde baru hingga pada era reformasi. Yang dibutuhkan dari pondok pesantren pada era ini yaitu mampu menjawab tantangan global sehingga pondok pesantren tak terkikis serta ketinggalan dalam aneka macam hal.

 

Daftar Pustaka

Herman, D. (2013). Sejarah Pesantren di Indonesia. Jurnal al-Ta’dib, 7. https://ejournal.iainkendari.ac.id/index.php/altadib/article/view/311/301

Mahdi. (2013). Sejarah dan Peran Pesantren dalam Pendidikan di Indonesia, 2. https://journal.ipmafa.ac.id/index.php/islamicreview/article/view/29

Mas’udi, M. A. (2015). peran pesantren. peran pesantren pembentukan karakter bangsa. http://ejournal.staimmgt.ac.id/index.php/paradigma/article/view/12

Hamzah S. (2014). Perkembangan Pesantren di Indonesia (Era Orde Lama, Orde Baru, Reformasi). https://scholar.archive.org/work/heiwbp64qrgiviqjmx7nbi7iv4/access/wayback/https://journal.iainsamarinda.ac.id/index.php/syamil/article/viewFile/490/378

 

SEJARAH PESANTREN DI INDONESIA
Oleh : Jahdan Jauda Zain
Jahdahzain09@gmai.com

Pendahuluan
Salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia adalah pesantren, inilah sistem pendidikan Islam pertama dan tertua di Indonesia. Di tengah kegagalan sistem pendidikan saat ini, lihatlah sistem pesantren yang lebih mengutamakan etika dan pengetahuan. Kyai adalah tempat bertanya, tempat menyelesaikan segala urusan, tempat meminta nasihat dan masukan. Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren telah memberi kontribusi yang signifikan bagi umat Islam Indonesia. Dari awal Islam hingga masa reformasi, pesantren masih ada dan dapat mengikuti kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, pondok pesantren merupakan harapan besar untuk menghasilkan kader-kader terbaik yang dapat berpartisipasi dalam perkembangan dan kemajuan bangsa dalam berbagai masa.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam yang memiliki sistem pendidikan yang khas dan unik bernama pesantren. Dikatakan khas karena pendidikan model pesantren hanya berkembang pesat di Indonesia. Sedangkan yang dimaksud unik, karena pesantren memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki secara lengkap oleh sekolah-sekolah umum, seperti kyai, santri, pondok, kitab kuning, dan musola atau masjid. Selain itu, pesantren merupakan pendidikan Islam asli produk Indonesia (Mahdi, 2013). Pesantren telah berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan. Pondok pesantren lahir dan berkembang pesat dengan tujuan membentuk santri-santri yang beriman, berilmu serta bermanfaat kepada masyarakat dan sekitarnya. Istilah pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam lebih populer di masyarakat Jawa. Kepopuleran istilah ini muncul ketika Walisongo menyebarkan Islam di Pulau Jawa melalui sebuah gubuk atau pondok sebagai tempat belajar Islam dan ilmu-ilmu sosial.

Pembahasan
Pondok berasal dari dari bahasa Arab “funduuq” yang artinya penginapan. Sedangkan istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata santri berarti murid dalam Bahasa Jawa. Lain halnya di Aceh, pesantren dinamakan dengan “dayah”. Pada umumnya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengontrol kehidupan pesantren, Kyai mengangkat seorang santri senior untuk membimbing adik-adik seniornya, atau biasa disebut dengan lurah pondok. Seorang lurah pondok ini tentu saja tidak hanya sendiri dalam menjalankan amanah dari Kyai. Biasanya akan dibentuk pengurus-pengurus harian yang akan membantu berjalannya kegiatan di pondok tersebut. Pengurus pondok ini pada umumnya berupa pengurus kegiatan atau pengajian, kebersihan, bendahara, sekretaris, kesehatan, perlengkapan, dan lain halnya.
Pesantren merupakan lembaga yang dapat disebut sebagai perwujudan dari proses perkembangan sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, pondok pesantren menempati posisi strategis dalam dunia pendidikan Indonesia. Sebagai bentuk pendidikan, pesantren memiliki tempat tersendiri di hadapan masyarakat. Hal ini karena pesantren telah memberikan kontribusi penting bagi kehidupan Negara dan pengembangan budaya lokal (Mas’udi, 2015)

Lahirnya Pesantren di Indonesia
Pondok pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Pada saat itu Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau biasa dikenal dengan sebutan Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan atau pondok di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Pesantren Ampel tersebut merupakan cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di tanah air, sebab para santri yang telah selesai menuntut ilmu dipesantren tersebut merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerah masing-masing.
Sunan Ampel disebut sebagai peletak dasar-dasar pendidikan pesantren di Indonesia. Pesantren pada masa awal berdirinya merupakan sarana penyebaran Islam karena memiliki peran besar dalam perubahan sosial di masyarakat Indonesia. Pesantren terbentuk melalui proses yang panjang. Mulai dari pembentukan kepemimpinan dalam masyarakat. Kyai sebagai pengasuh pesantren tidak muncul begitu saja, akan tetapi kepemimpinan Kyai lahir setelah adanya persetujuan dari masyarakat.
Kyai dianggap memiliki keunggulan ilmu, sehingga Kyai menjadi pemimpin tidak resmi di kalangan rakyat. Dengan demikian Kyai menjadi rujukan tempat bertanya, tidak hanya tentang agama tetapi juga tentang masalah sosial. Hal ini menciptakan budaya ketaatan santri dan masyarakat terhadap pesantren. Dalam proses pembelajarannya, materi yang dikaji meliputi materi keagamaan, seperti fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadits dan lain-lain. Biasanya para kyai meggunakan rujukan kitab turost atau biasa dikenal dengan kitab kuning (Herman, 2013). Dari kajian-kajian di atas, materi yang menonjol di masyarakat dan santri adalah materi fiqih dan nahwu. Hal ini disebabkan karena materi fiqih dianggap sebagai ilmu yang banyak berhubungan dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan materi nahwu disebut sebagai ilmu kunci, dikarenakan seseorang tidak bisa membaca kitab kuning apabila belum menguasai ilmu nahwu.

Pesantren di Masa Kolonial
Setelah periode perkembangan pesantren yang cukup maju pada masa Walisongo, masa-masa sulit pun mulai terlihat saat Belanda menjajah Indonesia. Pada masa itu pesantren selalu berhadapan dengan kolonialis Belanda yang sangat membatasi ruang geraknya. Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan politik pendidikan dalam bentuk Ordonansi Sekolah Liaratau (Widle School Ordonanti). Melalui kebijakan tersebut, Belanda berniat mematikan madrasah dan sekolah yang tidak memiliki izin. Belanda juga melarang pengajaran kitab-kitab Islam yang menurut mereka berpotensi memunculkan gerakan perlawanan dari kalangan santri dan kaum muslim.
Setelah penjajahan Belanda berakhir, Indonesia kembali dijajah oleh Jepang. Pada masa ini, pesantren berhadapan dengan kebijakan yang dikeluarkan Jepang, yaitu kebijakan Saikere. Saikere merupakan bentuk penghormatan terhadap Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan 90 derajat kea rah matahari terbit setiap pagi, setiap pertemuan umum, dan setiap nama Tenno Haika, Kaisar Jepang disebut. Kebijakan saikere ini menyinggung perasaan umat Islam karena temasuk perbuatan syirik terhadap tuhan. Disinilah tokoh KH. Hasyim Asy’ari muncul dengan menentang kebijakan Jepang tersebut sehingga beliau dipenjara selama 8 bulan.
Penangkapan KH.Hasyim Asy’ari tersebut ternyata menimbulkan aksi perlawanan besar-besaran dari kalangan santri yang menuntut kebebasan KH.Hasyim Asy’ari dan penolakan kebijakan saikere. Sejak saat itulah Jepang tidak lagi mengusik dunia pesantren. Menjelang kemerdekaan, kaum santri terlibat dalam perumusan dan penyusunan UUD Republik Indonesia. Salah satu tokoh yang ikut andil adalah KH. Hasyim Asy’ari, bapak Abdurrahman Wahid.

Kesimpulan

Sesuai penjelasan di atas yang berkenaan dengan sejarah perkembangan pondok pesantren di Indonesia dapat disimpulkan bahwa:
Pondok pesantren artinya tempat untuk menimbah ilmu keagamaan yang memiliki karakteristik khas, yaitu dengan adanya kiai, asrama, masjid, kitab kuning dan pengasuh. Pada perjalanan sejarahnya dimulai sejak awal mula masuk ke Nusantara. Walaupun peristilahan pondok pesantren tidak selaras antara satu daerah menggunakan wilayah laiinya namun memiliki fungsi yang sama.
Keberadaan pondok pesantren diakui keberadaanya asal masa ke masa. Sampai kepada masa kemerdekaan, mulai dari orde lama, orde baru hingga pada era reformasi. Yang dibutuhkan dari pondok pesantren pada era ini yaitu mampu menjawab tantangan global sehingga pondok pesantren tak terkikis serta ketinggalan dalam aneka macam hal.

Daftar Pustaka

Herman, D. (2013). Sejarah Pesantren di Indonesia. Jurnal al-Ta’dib, 7. https://ejournal.iainkendari.ac.id/index.php/altadib/article/view/311/301
Mahdi. (2013). Sejarah dan Peran Pesantren dalam Pendidikan di Indonesia, 2. https://journal.ipmafa.ac.id/index.php/islamicreview/article/view/29
Mas’udi, M. A. (2015). peran pesantren. peran pesantren pembentukan karakter bangsa. http://ejournal.staimmgt.ac.id/index.php/paradigma/article/view/12
Hamzah S. (2014). Perkembangan Pesantren di Indonesia (Era Orde Lama, Orde Baru, Reformasi). https://scholar.archive.org/work/heiwbp64qrgiviqjmx7nbi7iv4/access/wayback/https://journal.iainsamarinda.ac.id/index.php/syamil/article/viewFile/490/378

Bagikan Artikel Ini