Beranda » Politik Uang, Untung atau Buntung bagi Rakyat?

Politik Uang, Untung atau Buntung bagi Rakyat?

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Semasa kecil pasti kalian pernah bercita-cita mau jadi dokter, pramugari, detektif lah. Tapi makin dewasa cita-cita itu kadang berubah kan? Kalau ditanya pasti ada aja yang jawab sekarang mau jadi pejabat atau malah jadi Presiden sekalian, biar punya penghasilan tetap dengan jumlah banyak ditambah punya kekuasaan.  Namun ternyata tidak semudah itu untuk memiliki kekuasaan.

Kekuasaan sendiri merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain bahkan bisa bersifat memaksa. Untuk menjadi penguasa ternyata tidak semudah yang terlihat, butuh biaya yang sangat mahal untuk mempersiapkan segalanya. Dalam ranah politik selalu berhubungan dengan kekuasaan, persiapan seperti kampanye, membentuk tim sukses, dan menyiapkan logistik lainnya membutuhkan dana yang sangat besar. Dilihat dalam konteks seseorang yang ingin menjadi caleg saat pileg membutuhkan dana berkisar Rp 1 Miliar-Rp 2 Miliar sedangkan melansir dari Majalah Forbes (2013) menyebutkan untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) seorang kandidat setidaknya membutuhkan dana sekitar 7 Triliun untuk berkompetisi. Waw angka yang fantastis bukan?

Mahalnya ongkos untuk memperoleh kekuasaan ini juga tidak terlepas dari pengaruh adanya praktik politik uang, praktiknya sering dianggap wajar dalam wajah pemilu di Indonesia. Politik uang adalah suatu kegiatan memberi dengan maksud tersendiri untuk mendapatkan imbalan, walaupun fenomenanya disebut politik uang namun cara melakukannya tidak melulu dengan uang, bisa dengan janji manis, bantuan sembako gratis dll. Janji manis yang dimaksudkan disini dapat berupa janji akan menyelesaikan proyek pembangunan fasilitas yang belum rampung atau yang belum ada sama sekali, dengan maksud agar kita sebagai pemilih mau menggunakan hak suara kita untuk memilih calon kandidat yang sudah memberikan kita politik uang tersebut, ya seperti yang sering kita ketahui kalau dalam hal ini terjadi suap menyuap.

Politik uang ini dilakukan karena rasa khawatir para kandidat tersebut akan kekalahan dengan para lawannya dalam hal suara. Seharusnya dalam hal ini para calon percaya akan kemampuan diri sendiri agar tidak terjadinya praktik politik uang. Calon kandidat yang tidak memiliki prestasi yang memadai untuk meraih kekuasaan akan berpikir politik uang ini adalah cara cepat untuk memobilisasi suara. Apalagi mereka yang berkeinginan kuat untuk menguasai harta kekayaan negara pasti apapun itu akan dilakukan termasuk dengan cara politik uang (Money Politics).

Politik uang cenderung terjadi pada saat pemilihan umum (Pemilu) walaupun tidak dipungkiri terjadi juga pada pemilihan kepala daerah (Pilkada), praktik ini sangat merusak pemilu dan tentu saja merusak demokrasi sebagai fondasi itu sendiri. Dimana rakyat tidak di ajak untuk memperoleh perubahan yang nyata untuk kesejahteraanya melainkan rakyat hanya diajak untuk semata-semata ikut serta memenangkan sang calon kandidat. Tentunya ini tidak sesuai dengan nilai demokrasi yang berupa rakyat sebagai pemegang kedaulatan juga. Politik uang ini juga merupakan kejahatan dalam kehidupan berdemokrasi dimana membawa dampak negatif yang luas serta menjadi penyebab munculnya perilaku korup dan tidak pro terhadap rakyat. Politik yang dibangun dengan politik uang ini sudah sangat jelas akan menciptakan politisi-politisi yang kotor.

Di negara kita yang masih berkembang ini dalam masyarakatnya terlihat bahwa konsep kekuasaan demokrasi hanya milik pejabat dan akan semakin berpengaruh saat ia memenangkan pemilu. Bisa terlihat juga mengenai kemenangan tersebut hanya mereka yang punya uang saja yang akan memenangkannya, kita sebagai masyarakat seakan sudah tidak punya kemampuan untuk mengontrol dan menghentinkan konsep kekuasaan demokrasi itu. Ironisnya dalam hal ini rakyat biasa seperti tidak akan bisa menjadi pemilik kekuasaan.

Sasaran yang dituju dari praktik politik uang biasanya masyarakat dengan ekonomi kelas bawah dengan alasan mereka dianggap mudah untuk menerimanya tanpa berpikir panjang. Dalam konteks ini rakyat pun dalam memberikan suaranya kepada kandidat yang memberikan mereka uang atau barang fisik lainnya, yang seharusnya mereka memilih sesuai visi misi kandidat tapi dikarenakan politik uang ini suara mereka rela ditukar dengan uang.

Faktor lain kenapa para pemlih mau menerima politik uang menurut saya karena belum tentu pilihan mereka yang sudah didasari dengan kejujuran dan sesuai visi misi kandidat akan terpilih menjadi wakil rakyat mereka, jadi daripada semua terasa sia-sia maka para pemilih ini akhirnya mau menerima politik uang tersebut. Terlepas dari hal tersebut juga karena rendahnya kesadaran masyarakat terhadap akibat yang ditimbulkan oleh politik uang bagi sistem demokrasi di Indonesia maka untuk itu ada baiknya pihak yang berhubungan mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang betapa berbahayanya politik uang itu.

Kalau dilihat-lihat memang akan sangat mudah untuk menerima politik uang di zaman sekarang ditambah dengan keadaan yang kurang mampu segalanya pasti  membutuhkan uang, namun seharusnya kita sebagai pemilih bisa berpikir jernih betapa berharganya suara kita dengan diringi kejujuran. Belum tentu mereka ini nantinya jika sudah terpilih bisa bertanggung jawab atas apa yang dijanjikannya sebelum menjadi wakil rakyat, karena sering kali mereka lupa atau bahkan sengaja melupakan kewajibannya dan malah memetingkan kepetingan untuk dirinya sendiri. Kehidupan rakyat yang miskin pun semakin miskin dan para pemilik kekuasaan akan semakin kaya dengan cara memperkaya dirinya dari kekuasaan yang dimilikinya. Ini menjadi sebuah pertanyaan tidak pernah kah terlintas sedikitpun dipikiran mereka tentang mensejahterakan rakyatnya?

Dalam 5 tahun kedepan setelah terpilih selama masa jabatannya, sang pemilik kekuasaan pasti akan berusaha mengembalikan semua kerugian yang telah dikeluarkannya dalam pemilihan umum untuk menyuap masyarakat agar mau memilihnya, dengan cara mengambil uang negara bahkan uang proyek. Kondisi ini akan lebih buruk ketika misalnya, calon telah meminta bantuan tertentu untuk menyediakan dana kampanye yang dipakai untuk menjalankan politik uang. Jika sudah seperti ini rakyat kecil lah yang menjadi korban, karena sudah terlihat jelas sebenarnya uang atau apapun bentuk politik yang diberikan tidaklah sebanding dengan apa yang akan didapat oleh kita dalam jangka pendek maupun panjang sebagai rakyat biasa.

Sang calon dirasa tidak akan terbebani kepada pemilih karena ia menganggap kemenangan yang diraihnya adalah hasil dari transaksi jual beli suara, sebagai konsekuensi negatif sang calon hanya akan memikirkan untuk mempertahankan kekuasaanya dan tidak sedikit yang akan terus maju sebagai kandidat diperiode selanjutnya dibandingkan dengan memperjuangkan kepetingan rakyat. Politik uang memang benar-benar jebakan untuk rakyat.

Money politics memang kejahatan yang serius dalam dunia perpolitikan yang harus dilawan bersama-sama, karena jika terus menerus dibiarkan dunia politik di Indonesia bisa menjadi sangat rusak dan perubahan dalam masyarakat untuk ke arah yang lebih baik menjadi terhambat. Dalam hal ini dibutuhkan peran politisi sejati yang benar-benar paham makna politik dengan tujuan menciptakan perubahan yang lebih baik lagi.

Berangkat dari mahalnya dana yang harus disiapkan, menjadi penguasa itu ternyata tidak akan sepenuhnya berorientasi untuk rakyat karena jika terlahir dari calon instan akan berpotensi hanya memikirkan kekuasaan. Maka dari itu mari bersama-sama menjernihkan pikiran untuk tidak menerima segala bentuk politik uang, karena politik uang ini benar-benar jebakan bagi rakyat bukannya untung malah buntung untuk kedepannya. Bagi pemimpin nan mulia percayalah pada kemampuan diri sendiri agar menjadi politisi sejati yang tak perlu gunakan politik uang, jika sistemnya saja sudah salah bagaimana roda pemerintah bisa berjalan lebih baik.

Sudah seharusnya para penegak hukum di negara kita ini lebih bijaksana untuk memberi hukuman yang setimpal dan jangan sekali-kali coba melindungi para politisi yang melakukan politik uang itu sedangkan jika masyarakat yang ingin melaporkan praktik politik uang yang terjadi, malah menjadi enggan karena tidak terperincinya perlindungan hukum bagi saksi atau pelapor. Juga lebih meningkatkan pengawasan dikarekan praktik politik uang ini seringkali dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Karena memang akan sulit untuk meniadakan politik uang yang sudah menjadi budaya di negeri tercinta kita ini, untuk itu usaha pencegahan harus dilakukan daripada tidak mencoba sama sekali.

(***)

Bagikan Artikel Ini