Beranda » Kekerasan Seksual: Sorot Pelakunya, Bukan Korbannya

Kekerasan Seksual: Sorot Pelakunya, Bukan Korbannya

Ilustrasi - Sumber Foto : : dokumentasi penulis

Belakangan marak terjadi kekerasan seksual. Terutama pelaku kekerasan seksual yang menyandang kedudukan lebih tinggi daripada korban. Mirisnya, pelaku malah tidak merasa bersalah sama sekali karena sudah melakukan tindakan tercela. Padahal dampaknya sangat besar bagi para korban, ada yang mengalami trauma, hingga pada kematian.

Meski telah ditetapkan aturan mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Namun kasus kekerasan seksual tidak langung reda begitu saja. Salah satunya di lingkungan perguruan tinggi, yang mana menyorot kasus ketimpangan relasi kuasa penyebab kekerasan seksual di kampus.

Contohnya adalah kasus pelecehan yang dilakukan oleh dosen kepada mahasiswa. Karena memang benar, ketimpangan relasi kuasa terjadi ketika pelaku merasa memiliki posisi yang lebih dominan daripada korban. Apalagi hal tersebut terjadi bukan karena pakaian korban.

Kekerasan seksual tidak terjadi jika pelaku tidak memiliki keinginan untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dan bisa menahan diri. Lagi dan lagi, setiap terdapat kasus kekerasan seksual, maka kerap kali yang disorot adalah korban. Contohnya “Parah banget ya, masa kemarin si A dilecehin sama pak dosen B.”

Pada ungkapan tersebut, jelas sekali terlihat yang disorot adalah korban, seakan korban mau dilecehkan. Perlu diingat, tidak ada orang yang ingin dilecehkan. Sorot pelakunya, ubah kalimatnya menjadi “Kemarin pak dosen B ngelecehin si A.” maka akan terdengar berbeda dibandingkan pada maksud kalimat sebelumnya. Karena yang disorot adalah si pelaku langsung dengan tindakan bejadnya.

Orang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi relatif merasa dirinya benar-benar berkuasa terhadap orang-orang di bawahnya sehingga dengan semena-mena melakukan tindakan tercela seperti pemerkosaan dan pelecehan. Oleh karenanya banyak terjadi kasus-kasus kekerasan seksual serta pelecehan.

Walaupun hukum ditegakkan, kalau pelaku tidak jera apalagi sampai mengancam korban supaya tidak membocorkan kejadian, dapat dipastikan kasus tersebut akan terus berlangsung dan terulang kembali. Perlu diketahui bahwa kasus seperti ini sudah banyak terajadi dari kurun waktu ke waktu.

Kita sebagai masyarakat harus lebih peduli kepada korban, bukannya malah menyalahkan korban atas tindakannya. Seperti “Korban A kurang berhati-hati” atau “Pakaian korban B sangat mengundang.” Lagi-lagi korban yang disalahkan, padahal korbanlah yang paling membutuhkan pembelaan.

Hal tersebut yang kemudian membuat korban enggan untuk melapor, untuk berbicara, untuk mendapatkan pembelaan. Karena korban sudah berpikir terlebih dahulu mereka yang akan dihakimi dan disalahkan. Jika masyarakat mau merangkul, dan hukum benar-benar memberikan ganjaran yang setimpal untuk pelaku, kasus kekerasan seksual bisa mengalami penurunan.

Kembali lagi pada pelaku yang salah karena melakukan perbuatan tidak senonoh, baik kekerasan seksual secara verbal, non-fisik, maupun fisik. Bukan korban yang kurang hati-hati, ataupun korban yang berpakaian mengundang. Mereka yang menyalahkan korban tidak tahu bagaimana rasanya diperlakukan semena-mena dan saat meminta haknya malah disalahkan.

Sorot pelakunya, beri sanksi sosial dan pidana agar setidaknya mereka sadar bahwa perbuatan mereka merupakan tindakan yang salah. Apalagi pelaku malah berlindung dibalik relasi kuasa dengan mengincar kelemahan korban. Contohnya dosen yang mengancam mahasiswa, “Jika tidak mau, maka harus mengulang di semester depan.”

Karena memang sudah seharusnya pelaku menahan diri. Memanusiakan manusia. Jangan karena relasi kekuasaan maka bertindak seenaknya saja. Korban berhak merasa aman. Bayangkan korban harus selalu waspada, padahal sudah menggunakan pakaian yang tertutup namun harus tetap waspada karena memang pelakunyalah yang tidak bermoral dan beradab. Harus ditegaskan lagi bahwa pelaku yang salah, bukan korban yang kurang berhati-hati.

Lady Alif Fardya, Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Bagikan Artikel Ini