Beranda » Insentif Pajak Bagai Pedang Bermata Dua

Insentif Pajak Bagai Pedang Bermata Dua

Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang. Singkatnya adalah pajak itu merupakan pungutan wajib dari rakyat untuk negara.

Pajak merupakan penghasilan paling besar di beberapa negara berkembang. Negara memanfaatkan penghasilan yang didapatkan dari pajak adalah untuk membiayai seluruh pengeluaran oleh negara. Seperti Gaji Pegawai Negeri, gaji aparat, membayar hutang negara dan pembiayaan terhadap pembangunan negara.

Namun semenjak Covid-19 melanda dunia, termasuk di dalamnya Indonesia, penghasilan yang didapatkan dari pajak berkurang drastis. Hal ini di sebabkan oleh, menurunnya perekonomian dunia, dimana banyak perusahaan yang terdampak Covid-19 mengalami penurunan atas penjualannya, bahkan tidak sedikit yang sampai mengalami kebangkrutan.

Dan oleh karena keadaan ini pula, negara mengambil langkah untuk membantu para pengusaha dengan memberikan Insentif Pajak. Tujuannya adalah untuk mendukung cashflow bagi sektor usaha terdampak pandemi dengan memberikan kemudahan tambahan berupa keringanan pajak dalam bentuk penurunan tarif PPh Badan, pengurangan angsuran PPh 25, pembebasan PPh 22 Impor, restitusi PPN dipercepat, dan PPh Final UMKM DTP.

Tidak hanya itu, Pemerintah juga memberikan Insentif PPh 21 bagi karyawan disektor terdampak pandemi. Tujuannya adalah untuk menjaga kemampuan masyarakat untuk tetap bisa berbelanja. Namun pendapat saya, beberapa dari Insentif pajak ini bisa menjadi serangan balik bagi para pelaku usaha. Saya bisa analogikan seperti “ Pedang bermata dua ”, Terkhusus untuk Kategori Pajak yang dapat di kreditkan pada SPT Tahunan, seperti PPh 25 dan PPh 22 Impor yang dibebaskan, yang memang Keduanya adalah kredit pajak pada SPT Tahunan.

Mengapa saya katakan Pedang Bermata Dua ?. Karena di saat pengusaha dikurangkan atas angsuran PPh 25 atau di bebaskan dari PPh 22 Impor dimasa berjalan. Hal ini akan otomatis membuat kredit pajak atau pengurang pajak pada SPT tahunan akan berkurang, dan menyebabkan Hutang PPh 29-Tahunan akan membengkak. Terlepas dari sisi mata pedang yang satu, Tapi sisi pedang yang lain sudah menunggu. Namun perlu diingat, hal ini bukan sesuatu yang patut di pandang negatif, atau bukan berarti pemerintah berniat menjebak Wajib Pajak.

Dalam hal ini pemerintah hanya ingin membantu memberikan sedikit nafas baru bagi para pelaku usaha selama pandemi Covid-19 masih melanda negara kita. Karena kembali pada pernyataan awal, bahwa tujuan insentif ini diberikan adalah untuk mendukung cashflow bagi para pelaku usaha. Hal ini bisa kita nilai dengan memilih dari sudut pandang mana kita melakukan penilaian. Apakah dari sisi kepentingan lancarnya Cashflow ? atau menempatkan diri pada sisi kepentingan SPT Tahunan ?. Tentu kedua pilihan tersebut memiliki dampak masing-masing. Yaitu Dengan menikmati Insentif tersebut untuk mempergunakannya pada berbagai keperluan perusahaan saat ini, dengan dampak akan membayar Pajak Tahunan yang lebih besar, Atau mengabaikan insentif tersebut dan membayar PPh 22 Impor serta Angsuran PPh 25, dengan dampak kemungkinan akan terjadi Pajak Lebih Bayar dikarenakan akan ada kemungkinan Kredit Pajak akan lebih besar dari pada Hutang Pajak.

Dalam hal ini pemerintah mengembalikan pilihan pada masing-masing Wajib Pajak. Apakah akan memilih menikmati Insentif tersebut atau tidak. Namun satu hal yang bisa penulis pastikan, bahwa tidak ada yang salah dari kedua pilihan tersebut, hal ini bisa diputuskan berdasarkan kebutuhan masing-masing Wajib Pajak.

Penulis : Parlindungan Ambarita – Mahasiswa Magister Akuntansi UNPAM

Bagikan Artikel Ini