Beranda » Fenomena Childfree di Masyarakat

Fenomena Childfree di Masyarakat

Iustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Memiliki anak dalam sebuah pernikahan pastinya menjadi hal yang dinantikan oleh tiap pasangan dan keluarga. Seorang anak seperti pelengkap atau penyempurna dalam keluarga. Hadirnya anak dalam keluarga akan membawa kebahagiaan bagi orangtua dan juga keluarga.  Banyak orang menikah dengan tujuan ingin memiliki anak agar dapat melanjutkan keturunan keluarga. Namun, bagaimana jika dalam sebuah pernikahan tidak ada seorang anak?

Apa itu childfree

Belakangan ini ramai diperbincangkan warganet mengenai “Childfree”. Hal ini bermula dari salah satu youtuber dan juga penulis Indonesia yang mengungkapkan keputusannya dan pasangan untuk memilih Childfree.  Apa sebenernya yang dimaksud dengan childfree? Childfree adalah istilah bagi sebuah keputusan yang diambil seseorang atau pasangan untuk tidak memiliki anak, baik itu anak kandung, anak adopsi, maupun anak tiri.

Mengambil keputusan untuk childfree tentunya bukan hal yang mudah. Diperlukan pertimbangan baik dan buruknya sebelum memutuskan hal ini. Seseorang atau pasangan yang memutuskan untuk childfree juga didasari pada banyaknya hal atau alasan. Beberapa faktor mengapa memutuskan untuk childfree seperti faktor psikologis (kesiapan/mental), faktor ekonomi atau finansial, faktor fisik, faktor lingkungan ataupun karena alasan personal.

Faktor penyebab childfree

Siap memiliki seorang anak berarti siap bertanggungjawab atas anak tersebut. Bertanggungjawab yang dimaksud tidak hanya dalam perihal memberi makan dan tempat tinggal. Mendidik dan memberikan yang terbaik bagi anak juga merupakan tanggungjawab orangtua. Orangtua harus mampu berusaha semaksimal mungkin untuk mendidik anak tersebut agar menjadi manusia yang cerdas, berkepribadian baik, dan taat pada aturan juga agama. Hal ini bukanlah hal yang mudah dilakukan. Diperlukan kesiapan dari orangtua. Mampukah ia mendidik anaknya agar menjadi manusia yang cerdas, berkepribadian baik dan taat pada aturan juga agama.

Adanya trauma atau masa lalu yang buruk saat menjadi seorang anak merupakan salah satu contoh dalam faktor psikologis. Ketidaksiapan memiliki anak bisa muncul karena adanya pengalaman buruk disebabkan pola asuh yang salah oleh orangtua. Hal ini membuat mereka berpikir bagaimana jika anak mereka nanti juga akan merasakan hal yang sama seperti yang mereka rasakan dahulu. Karena pernah mengalami hal buruk seperti itu mereka tidak ingin anak mereka merasakan apa yang mereka rasakan. Timbul ketakutan jika mereka tidak bisa menjadi orangtua yang baik bagi anak mereka. Mereka pun berpendapat akan lebih baik jika tidak perlu memiliki seorang anak, daripada nantinya anak tersebut harus merasakan hal buruk karena kesalahannya dalam mengasuh anak.

Membesarkan dan merawat anak memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sebagai orangtua kita menginginkan yang terbaik bagi anak kita. Dimulai dari nutrisi pada makanan yang diberikan, pakaian dan tempat tinggal yang layak, juga pendidikan terbaik bagi anak. Semua hal tersebut tentunya memerlukan biaya yang banyak. Bahkan, diperlukan perencanaan finansial bagi seorang anak. Bagi mereka yang merasa tidak memiliki kemampuan kesiapan finansial, akan berpikir dua kali untuk memiliki anak. Walaupun ada yang mengatakan bahwa setiap anak akan membawa rezekinya sendiri, pasti ada saja ketakutan jika sebagai orangtua tidak dapat memenuhi kebutuhan atau tidak bisa memberikan yang terbaik bagi anak mereka. Hal ini yang membuat mereka yang belum memilki kemampuan atau kesiapan finansial yang baik memilih untuk tidak memiliki anak.

Memiliki fisik yang tidak sehat seperti memilki penyakit keturunan juga menjadi hal yang dipertimbangkan jika ingin memiliki seorang anak. Adanya penyakit keturunan yang dimiliki berpeluang besar nantinya bagi anak untuk memilki penyakit tersebut juga. Penyakit keturunan biasanya sulit dihindari. Hal ini membuat seseorang takut jika nanti memiliki anak, ia akan menurunkan penyakit kepada anaknya.

Bertambahnya penduduk di bumi ternyata menjadi salah satu alasan bagi mereka yang memutuskan untuk childfree. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya populasi manusia namun tidak sejalan dengan meningkatnya tingkat kesehatan. Faktor lingkungan lainnya yaitu karena perubahan iklim, global warming dan kerusakan alam di bumi.

Respon masyarakat

Bagi mereka yang mendukung fenomena childfree berpendapat bahwa memiliki seorang anak atau tidak adalah hak bagi tiap individu. Keputusan tersebut pastinya sudah dipertimbangkan dengan baik. Selain itu, melarang seseorang untuk melakukan sesuatu yang memang tidak diinginkan orang tersebut bukanlah hak atau kewajiban kita. Mereka berhak atas apa yang ingin mereka lakukan selama itu tidak merugikan orang lain. Mereka yang mendukung childfree juga sependapat mengenai beberapa alasan yang menyebabkan mereka tidak ingin memiliki anak. Akan lebih baik tidak memiliki anak daripada harus memaksakan seseorang memiliki anak yang nantinya akan berdampak pada anak tersebut.

Sedangkan bagi yang tidak setuju terhadap hal ini memiliki alasan bahwa sudah kodratnya sebagai seorang wanita untuk mengandung dan melahirkan seorang anak. Selain itu, tujuan dari sebuah pernikahan adalah untuk memiliki anak yang dapat meneruskan keturunan keluarga. Childfree seharusnya bukan merupakan keputusan satu individu atau pasangan saja tapi perlu juga dibicarakan kepada masing masing keluarga. Faktor yang menjadi penyebab untuk childfree hanyalah ketakutan yang sebenarnya bisa ditangani.

Kesimpulan

Childfree adalah pengambilan keputusan oleh seseorang atau pasangan untuk tidak memiliki seorang anak. Hal ini disebabkan oleh faktor psikologis, faktor finansial, faktor fisik, faktor lingkungan. Respon yang diterima atas keputusan ini pun bermacam macam. Ada yang mendukung dengan alasan jika hal tersebut merupakan hak bagi tiap individu dan bukan hal yang baik jika harus memaksakan kehendak seseorang. Dan mereka yang tidak setuju berpendapat bahwa pengambilan keputusan childfree tidak sesuai dengan kodrat atau nilai yang ada di masyarakat.

(***)

Bagikan Artikel Ini