Beranda » Melawan Liberalisme

Melawan Liberalisme

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

GLOBALISASI

Kemajuan ilmu pengetahuan dan adanya akal yang dimiliki manusia membuat ilmu pengetahuan terus mengalami perkembangan, hal tersebut merupakan alasan munculnya globalisasi. Penemuan teori oleh seorang ilmuwan kemudian akan dikembangkan oleh ilmuwan selanjutnya pada kurun waktu tertentu. Melalui akal pikirannya maka manusia tidak mudah menerima teori dari ilmuwan sebelumnya dengan begitu saja.

Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan pun jadi berkembang. Berkembangnya ilmu pengetahuan bergaris lurus dengan kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan awal dari berkembangnya teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi transportasi. Sehingga, batas-batas yang mengikat secara nyata menghilang dan sulit untuk dikendalikan.

POLITIK

Kata politik sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” yang berarti Negara kota. Lebih dahulu, politik selalu berdampingan dengan berbagai ragam aktivitas dalam Negara atau kehidupan Negara. Dalam ketatanegaraan tatacara pemerintahan, akar-akar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara selalu berkaitan dengan istilah politik. Pada dasarnya, Politik bukan untuk tujua pribadi, melainkan melekat erat dengan tujuan-tujuan masyarakat.

Politik pada umumnya berhubungan dengan aktivitas partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan. Sehingga, disimpulkan bahwa politik adalah jaringan antara pemerintah dan masyarakat dengan maksud memproses penyusunan kebijakan dan ketetapan yang mewajibkan tentang kebaikan bersama masyarakat yang menetap dalam sebuah wilayah tertentu.

PENGERTIAN GLOBALISASI POLITIK

Globalisasi politik merupakan proses masuknya sebuah pandangan atau nilai-nilai yang diterima secara utuh karena memberikan pembaharuan dan menjanjikan di bidang politik, seperti beberapa kerja sama politik antar Negara dengan menciptakan sebuah organisasi Internasional multilateral.

DAMPAK GLOBALISASI POLITIK

Datangnya globalisasi ke Indonesia tentu memberikan cukup banyak manfaat dan keuntungan bagi Bangsa Indonesia. Beberapa di antaranya yaitu dengan adanya kerja sama antar negara yang mampu meningkatkan peranan Indonesia dalam hubungan Internasional untuk membentuk perdamaian dunia, serta pulihnya citra Indonesia dan kepercayaan masyarakat Internasional, meningkatkan kemampuan politik luar negeri untuk berkontribusi dalam proses demokralisasi, meningkatnya kerja sama Internasional, dan sebagainya.

Salah satu kerja sama Indonesia dengan negara lain yaitu kerja sama militer Indonesia dan Amerika Serikat, dimana beberapa waktu lalu Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Donald Rumsfeld, menawarkan normalisasi hubungan antara militer Amerika Serikat yang telah berjalan penuh dapat berlangsung permanen.

Namun, selain memberikan dampak positif, globalisasi juga ikut memberikan dampak negatif yang tak kalah mengkhawatirkan, berupa Liberalisme dan Komunisme (Sosialis).

Pengertian paham Liberalisme adalah pandangan atau paham yang menghendaki adanya kebebasan kemerdekaan individu serta hak-hak yang dimiliki setiap individu dalam berbagai aspek atau bidang kehidupan baik agama, politik, ekonomi, sosial dan berbagai aspek lainnya.

Secara tidak langsung, liberalisme tersebut menunjukan bahwa Negara dan pemerintahnya harus melindungi dan menghormati hak serta kebebasan berpikir setiap warga Negara untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang bebas.

Dalam masyarakat modern, paham liberalisme yang berdasarkan dengan konsep kebebasan dinilai mudah berkembang dengan cepat dalam sistem demokrasi.

Hal tersebut disebabkan oleh karena keduanya nya itu sama-sama dilandaskan pada kebebasan mayoritas.

Namun, kebebasan individu yang dianut oleh paham liberalisme adalah kebebasan yang dipertanggungjawabkan bukan semata-mata kebebasan yang tidak terbatas.

Globalisasi dinilai mampu membuktikan kepada masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga ditakutkan masyarakat Indonesia berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi, akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.

Padahal menurut pemikiran Soekarno, Pancasila sebagai ideologi negara mampu menciptakan tatanan kehidupan yang lebih baik, jika dijalankan dengan benar.

Maka dari itu, paham liberalisme yang salah dianut oleh masyarakat seperti dalam bentuk unjuk rasa, demonstrasi yang semakin berani dan terkadang mengabaikan kepentingan umum dengan cara membuat kerusuhan dan anarkis merupakan bentuk liberalisme yang salah.

Hal tersebut menyebabkan semakin punahnya paham-paham politik yang berdasarkan semangat kekeluargaan, masyarakat mufakat dan gotong royong. Namun sebaliknya, hal tersebut mengakibatkan semakin menguatnya nilai-nilai politik berdasarkan semangat individual, kelompok, oposisi, rofessi mayoritas atau tirani minoritas.

Misalnya saja pada kasus PEMILU (Pemilihan Umum) Republik Indonesia di tahun 2019. Pendukung dari salah satu kubu yang kalah turun ke jalan dengan maksud menolak hasil dari pemungutan suara serentak yang dilaksanakan pada 17 April 2019.

Mereka mengadakan unjuk rasa pada 21 Mei 2019 di depan kantor Bawaslu.

Tentu tidak ada yang salah dari aksi masyarakat yang berupa demonstrasi tersebut, yang disayangkan adalah adanya korban jatuh.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian berpendapat bahwa kerusuhan tersebut yang menyebabkan enam orang meninggal merupakan sebuah settingan.

Hal tersebut dimaksudkan untuk menyalahkan petugas, karena beredar informasi akan adanya penembakan terhadap peserta demo untuk memancing kemarahan massa.

Bahkan mereka menyerang asrama Brimob dengan membakar dan sebagainya. Banyak yang berpendapat bahwa mereka bukan pendemo, melainkan preman-preman bertato yang dibayar.

Peristiwa di atas merupakan salah satu dari sekian banyak contoh demonstrasi yang tidak mengedepankan ideologi Pancasila.

Dalam sebuah negara demokrasi, tentu demonstrasi diperbolehkan, namun tetap ada beberapa aturan yang wajib dipatuhi demi keselamatan bersama.

Lagipula di dalam Pancasila sendiri, khususnya sila ke-3 yang berbunyi “Persatuan Indonesia” menjadi musnah, bahkan seakan tidak pernah ada, hanya karena perebutan kursi jabatan.

Mereka seakan tidak mementingkan citra bangsa Indonesia yang berdasarkan dengan ideologi Pancasila dan merupakan negara demokrasi.

Sedangkan, hasil pemilu yang diselenggarakan dengan terbuka. Dikhawatirkan mereka hanya dipergunakan oleh petinggi-petinggi untuk memanaskan suasana dalam fase pemilu dan memancing emosi dari masyarakat yang lebih luas.

Pada akhirnya, para aparat yang disalahkan. Padahal tidak sedikit aparat yang turut ikut menjadi korban dari aksi tersebut.

Kubu yang kalah tidak terima disalahkan, begitupun kubu yang menang, mereka tidak terima difitnah, terus begitu sampai tidak ada yang mengalah.

Kerusuhan terus terjadi, perang di sosial media, di kehidupan nyata, bahkan sampai ada yang bertengkar antar tetangga, itu semua dikarenakan oleh demonstrasi yang sengaja dibuat untuk melakukan perpecahan antar sesama bangsa Indonesia.

Maka dari itu diharapkan bagi seluruh masyarakat bangsa Indonesia tetap pada pendirian dan tetap tenang menghadapi situasi yang memanas tersebut. Semoga dengan kejadian di atas dapat menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak tersulut emosi yang berlebihan.

(***)

Bagikan Artikel Ini