Beranda » Cerpen politik – Bebas Kok Bablas

Cerpen politik – Bebas Kok Bablas

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Mumuk, mahasiswa tahun ke 3 yang tidak pernah ambil pusing dengan hot news di negaranya, sekarang beda cerita semenjak ia install aplikasi yang sedang ramai digunakan masyarakat dua hari yang lalu.

“Oh Indonesia kayanya lagi krisis ideologi nih.” ucapnya dalam hati. Pasalnya Mumuk heran dengan video viral yang menunjukkan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila.

Mumuk bukan tipikal orang yang ngikutin tren, contohnya tren joget engkol. Aplikasi tersebut juga bukan dia yang install, tapi sahabatnya yang kepingin joget doja cat yang judulnya women tapi lupa bawa hp untuk merekamnya.

“Eh lo bawa hp kan? Sini dong gue mau pinjem buat bikin tiktok, lupa bawa hp soalnya.” ucap sahabat Mumuk.

“Ga modal amatt shayy pinjem hp orang.”

“Yeu namanya juga lupaa, eh ini gua install apk tiktok nya dulu yaa.”

“Huu dasar.”

Beberapa netizen yang ada dipihak si pembuat video mengungkit kebebasan dan haknya. Memang sih teknologi sekarang canggih sekali, bahkan bisa mengubah mindset orang, dan kebanyakan akan berakhir menjudge orang yang ga sependapat dengan kalimat “ngga open minded banget sih”. Sampai ideolologi luar yang sangat diterapkan orang-orang dikolom komentar video viral tadi pun mulai merasuk ke pikiran mereka menggantikan ideologi Pancasila. Melihat keadaan sekarang ini, kita diharuskan untuk waspada dalam menghadapi arus globalisasi, dan saling bahu membahu untuk menjaga ideologi bangsa ini.

“Eh Muk, lo mau ke kantin ngga? Mumpung lagi break nih.”

“Duluan aja deh, gua mau istirahat di kelas dulu.”

“Okelah, gua cabut duluan ya.”

“Sip sip.”

Ide scroll aplikasi yang sedang tren dijam istirahat perkuliahan yang harusnya bikin rileks pikiran, justru menguras pikiran Mumuk. Tidak percaya? Buktinya Mumuk sampai lupa turun dari angkot, ia turun di pemberhentian terakhir rute angkot yang jaraknya jauh dari rumahnya.

“Dik, kamu mau turun dimana? Ini udah sampe pemberhentian terakhir.”

“Serius pak? Saya turun disini deh nanti saya pesen ojek online aja.”

Dalam pikirannya berkecamuk, menurutnya sangat tidak etis kalau sampai ada anak dibawah umur yang melihat karena semua golongan mulai dari yang masih muda sampai dewasa bisa mengaksesnya. Tidak salah jika dibahas dari perspektif hak individu, tapi dimana letak kewajibannya untuk memberi contoh yang baik sebagai warga negara berideologi pancasila?

Yang membuat Mumuk lebih bingung, di kolom komentar semuanya berseteru antara hak dan kewajiban. Netizen yang pro dengan perbuatan itu dalam persepsinya berbicara tentang hak asasi manusia. Sedangkan netizen yang kontra mengatakan bahwa Indonesia bukan negara yang menganut ideologi luar karena ada peraturan yang harus ditaati. Memang betul konten video tadi sangat bertentangan dengan ideologi pancasila. Tapi jika mereka memaksa untuk menjalankan kewajibannya sebagai rakyat Indonesia, artinya secara bersamaan mereka juga menghalangi hak asasi manusia individu. Jadi, mana yang harus didahulukan?

Mumuk merasa aneh dengan dirinya yang sekarang sedang memikirkan sesuatu sampai begitu seriusnya, membuatnya tertawa geli karena tidak seperti biasanya ia begini.

Meski begitu, ada hikmah yang ia petik dari kejadian hari itu, tentunya yang pertama ia tidak mau lagi berinisiatif untuk scroll social media jika tidak diperlukan. Lalu ia belajar untuk berhati-hati dalam menyaring informasi agar tidak terpeleset ke jurang kesesatan.

Bagikan Artikel Ini