Beranda » Keadilan Hanya Sebuah Kata

Keadilan Hanya Sebuah Kata

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Kicauan suara burung di atas pohon dekat dengan warkop yang saya tempati, pada saat saya sedang santai ada mobil yang berhenti dan ikut beristirahat dari perjalanan jauh untuk sekedar ngopi.
“Dek sendirian saja ngopi nya, kemana temannya?” tanya bapak tersebut kepada saya.
“Biasa pak nyari-nyari angin saja biar gak pusing dirumah terus” jawab saya.
“Bu kopi 1 jangan terlalu manis ya” ujar si bapak kepada pemilik warkop, dan menyambung.
“Emang apa yang kamu pusingkan di rumah dek? Sering berantem ama adik ya?” tanya si bapak kepada saya dengan sedikit gurauan.
“Entahlah pak, setiap hari melihat berita yang ditayangkan di TV tentang keadilan dan hukum semakin bercanda aja” Jawab saya sambil meminum kopi.
“Negara ini negara politik dek, suarakan saja suara kebenaran dan jika memang menurut mu itu kebatilan maka berantas lah karena harapan bangsa sekarang adalah generasi emas yaitu kalian para pemuda” jawab si bapak sambil memegang pundak saya dan memberikan sebuah senyuman.
Dari perkataan si bapak saya mulai berpikir bahwa sikap apatis tidak boleh di miliki oleh para harapan bangsa yaitu para pemuda dan seharusnya sikap yang di ambil dari para pemuda adalah sikap kritis dengan menyuarakan kebenaran dan memberantas kebatilan.
“Namun pak, bagaimana dengan orang-orang yang terdahulu? Dimana mereka sekarang hanyalah tinggal nama, yang berarti jika seseorang mempunyai pengetahuan lebih tentang kebusukan para pemerintah akan di bungkam dan hilangkan dengan berbagai manipulasi” Ucap saya yang semakin penasaran dengan si bapak.
“Saya yakin sesuatu yang benar akan berjaya pada waktunya, yang salah pada penerapan keadilan dalam sistematis negara ini hanyalah orang-orang nya saja dek, bicara tentang keadilan ya memang kita hidup di dunia tidak akan pernah merasa teradili. Karena sesuatu yang adil hanya ada di akhirat saja. Kamu harus semangat belajar nya dan jika bisa kamu masuk didalam ranah pemerintahan atau berpolitik untuk mengubah semua itu. Karena harapan bangsa adalah para mahasiswa dan pemuda yang intelektual, tetap semangat” Setelah itu si bapak pun pergi karena ada telpon dari salah satu rekan kerjanya.
Dari semenjak saya bertemu si bapak itu entah namanya siapa, saya merasakan apa yang saya pikirkan dari dulu berarti banyak memikirkan juga. Setelahnya saya langsung merasakan pikiran kritis yang dari dulu saya pendam sendiri berarti berhak di suarakan walaupun memang tidak langsung sampai ke telinga pemerintah. Dan semenjak dari pertemuan dengan si bapak itu saya semakin haus akan jawaban-jawaban yang saya bingungkan sejak dulu.
Seling beberapa minggu saya berkunjung ke sekolah saya waktu dulu dan mengajak diskusi salah satu guru PPKN.
Apakah nilai nilai yang terkandung dalam pancasila itu ada?” tanya saya,
“mengapa kamu bertanya demikian?” dan si ibu guru balik bertanya
“karena saya sering melihat,dan mendengar tentang keluhan ibu, bapak, dan tetangga saya akan kehidupan yang dijalani, tak pernah mendapatkan apa yang mestinya mereka semua peroleh, para pemerintah lebih memperhatikan kota dibandingkan kami yang tinggal di desa, apakah itu adil bu? ” ujar saya
“nak, kita hanya bisa mengikuti apa yang sudah diatur oleh pemerintah untuk kita semua, suatu saat kamu pasti akan menemukan jawabannya ketika kamu bisa memahami dan mempelajari lebih dalam lagi tentang ilmu pengetahuan apalagi dalam ilmu perpolitikan , teruslah tambah rasa keingintahuanmu jangan pernah puas akan sebuah jawaban yang belum kamu terima” jawab ibu guru lama saya di SMA.
Setelah menerima jawaban pak ibu leni guru ppkn semasa saya SMA, pikiran saya makin penuh dengan pertanyaan.

Mengapa negara yang makmur seperti ini masih kekurangan orang-orang yang jujur dan adil? Ada apa sebenarnya di dalam lingkup kelas atas? Apakah mereka tidak mempunyai hati nurani terhadap rakyat-rakyat yang haus akan keadilan? Apakah negara yang seindah ini memelihara orang-orang yang berpakaian rapih, berdasi, bertahta dan mempunyai jabatan yang kekurangan kesadaran akan tanggung jawab nya sebagai penanggung jawab atas pemerintahan secara presidensial ini? Entahlah saya tidak tau, namun yang pasti saya akan mencari jawabannya.

 

Pada kala siang di waktu itu saya mengantarkan nenek ke desa dan menunggu di tepi jalan dengan terik matahari yang menyengat pada kulit. Tepatnya jam 12:15 waktu bagi setiap orang untuk beristirahat dari aktivitas paginya untuk menyambung aktivitas sore hari.
Ketika nenek saya sudah masuk ke dalam dan mengantri untuk dipanggil giliran nya, tiba-tiba datang dari arah barat segerombolan ibu-ibu yang terbilang oleh warga sekitar dari kalangan orang punya atau mampu.

“Eh ini kita udah kedua kalinya dapet ya ihk semoga uang lagi jangan beras lumayan buat jajan kan kalau uang langsung mah” ujar suara dari salah satu ibu-ibu yang di gerombolan itu.

Setelah saya perhatikan dari luar desa kebanyakan yang mendapatkan bantuan sosial tersebut adalah ibu-ibu yang terbilang cukup mampu. Mengapa saya bilang demikian? Karena di lingkungan sekitar saya hanya nenek saya yang dapat sedangkan masih ada tetangga yang sama-sama sudah lansia tetapi ia tidak mendapatkan bantuan. Dan pada waktu itu bukan hanya saya yang berpikir demikian, di samping desa terdapat rumah temanku dan dia cukup dari keluarga yang berada. Dari teman saya ini lah saya bertanya-tanya mengenai para ibu-ibu di kampung nya yang tidak tepat sasaran untuk diberikan bantuan sosial.

Pada kenyataannya selain Keadilan yang tumpul ke atas dan tajam kebawah pemerintah Indonesia pun masih kurang dalam penerapan nilai sila ke 5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

(***)

Bagikan Artikel Ini