Beranda » Oreology: Ilmu yang Mempelajari Oreo

Oreology: Ilmu yang Mempelajari Oreo

“Diputar, dijilat, dicelupin!” merupakan Tagline yang sudah sangat melekat dan tidak asing didengar dari suatu merk produk kukis lapis isi krim, Oreo. Oreo merupakan salah satu produk kukis lapis yang identik dengan dua wafer (biasanya berwarna cokelat kehitaman) yang berisikan isian krim putih di bagian tengahnya. Produk ini banyak disukai mulai dari anak anak hingga dewasa. Cara makan unik yang tercipta dari produk ini menjadi salah satu pemikat para konsumen untuk membelinya, terutama anak anak. Namun, dalam praktiknya seringkali didapatkan hasil krim yang berantakkan dan tidak merata. Dengan demikian, menghasilkan cara yang kurang menyenangkan terutama dalam pengalaman memakannya. Kegagalan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kegagalan kohesif atau masal dimana krim itu akan terus mengalir hingga wafer pecah dan akan terdistribusi diantara dua wafer. Kegagalan lain dapat disebabkan oleh adanya kegagalan perekat atau antarmuka dimana krim terdelaminasi hampir seluruhnya dari antarmuka wafer-krim pada satu wafer dan tetap menempel hanya pada wafer kedua.

Secara ilmiah, kukis lapis menyajikan model paradigmatik reometri pelat paralel dimana sampel cairan yaitu bagian krim nya diapit oleh dua pelat paralel yaitu wafer. Ketika wafer ini diputar berlawanan arah, krim akan mengalami deformasi torsional dalam gaya geser dan laju alirnya sehingga menyebabkan adanya keretakkan pada bagian wafernya yang dapat membuatnya terpisah menjadi dua bagian. Untuk itu, para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology mempelajari tentang aliran dan fraktur dari kukis lapis ini yang disebut sebagai Oreologi. Kata Oreologi (/Oriːˈɒl@dʒi/) diambil dari Nabisco Oreo yaitu “kukis” dan Bahasa yunani “rheologia” yaitu “studi tentang aliran”. Reologi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aliran bahan dengan viskositas kompleks atau non-Newtonian. Ilmu ini telah digunakan untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada dalam ilmu pangan untuk memahami, merekayasa, melakukan deformasi terhadap bahan – bahan pada skala dapur, laboraturium, serta industri (Mathijssen et al. 2022), seperti: meningkatkan pengolahan cokelat untuk mendistribusikan mentega kakao yang lebih merata, penggunaan bahan pengental pada saus, tekstur dari keju oles, dan lain sebagainya. Memahami perilaku suatu aliran bahan dan produk pangan sangat penting terhadap ekonomi produksi, kesehatan masyarakat, pola makan individu, pengalaman konsumsi (dari segi rasa, kelembutan, dan tekstur).

Dalam penelitiannya, Owens et al. menggunakan rheometer skala laboraturium untuk mengukur mekanisme kegagalan dari praktik memutar kukis lapis isi krim yaitu Oreo serta mempelajari pengaruh tingkat rotasi, jumlah krim, dan rasa dan dilakukan pembuatan kurva tegangan-regangan dan distribusi krim setelah dilakukan pemutaran. Mereka menguji Oreo menggunakan protocol yang juga dikenal sebagai gelometri torsional dimana respons tegangan geser dan regangan geser diamati untuk melihat respons kegagalan karakteristik serta melaporkan sifat mekanik utama dari pengisian krim. Diketahui dalam proses pembuatannya, Oreo dibuat dengan cara meletakkan krim kepada wafer pertama diikuti dengan diletakkannya wafer kedua diatasnya. Adanya perbedaan kontak awal wafer-krim ini diduga dapat mempengaruhi daya rekat dari krim-wafer. Karena adanya keteraturan manufaktur yang tinggi, proses ini cenderung membuat wafer pertama memiliki daya rekat krim yang sedikit lebih tinggi dan orientasi ini dipertahankan ketika Oreo ditempatkan kedalam kotak produk akhir. Dalam reometri laboraturium, cairan sampel biasanya ditempatkan pada dua cakram paralel koaksial dimana disk bagian bawah akan ditahan sementara disk bagian atas akan dioutar pada laju rotasi konstan yang telah ditentukan. Hal ini akan menciptakan aliran laminar (Couette). Dalam memahami tegangan geser dan regangan pada aliran krim yang terdapat dikukis lapis, wafer dianalogikan sebagai pelat paralel dan krim bagian tengah adalah cairan diantaranya. Ketika wafer bagian atas berada pada posisi yang tetap dan wafer bagian bawah akan diputar, lapisan krim akan berubah bentuk hingga membuat suatu kegagalan. Melalui analogi pengaturan pelat paralel ini, peneliti kemudian akan menghitung deskriptor pada tingkat material, seperti: tegangan geser, laju geser, dan regangan geser untuk memutar Oreo, berdasarkan kuantitas yang diukur dan diterapkan (torsi dan perpindahan sudut). Penelitian ini menggunakan 3 jenis Oreo, yaitu: regular, double stuf, dan mega stuf. Perbedaannya berada pada jumlah lapisan krim yang tersedia. Selain itu, dilakukan juga analisis terhadap pengaruh rasa dan digunakan 3 variant berbeda, yaitu: golden, dark chocolate, dan team USA triple-stuf Olympic. Owens et al. juga mencipatakan suatu alat yang bernama Oreometer.

Oreometer merupakan suatu perangkat pengujian torsi yang dicetak secara 3D. Alat ini dirancang khusus untuk Oreo serta benda bulat lainnya yang berdimensi serupa. Untuk pengoperasiannya, alat ini tidak memerlukan daya atau elektronik dan memiliki biaya bahan sebesar $6 dimana ini memungkinkan untuk penggunaan secara luas. Alat ini bekerja dengan cara memasangkan kukis kedalam dua klem yang dibantu oleh karet gelang yang dikaitkan pada bagian yang lebih besar. Pola karet gelang yang digunakan ini akan menyesuaikan torsi penahan pada wafer karena gaya penjepit akan mengencang pada saat pita ditarik dengan melilitkannya ke lebih banyak tiang. Lalu, koin akan dimasukkan ke salah satu dari dua “penny castles” yang simetris, dimana ini menerapkan torsi secara bertahap. Bagian tempat koin berada atau balistraria memiliki ketinggian yang cukup untuk 5 koin untuk mempercepat penghitungan per 5 koin.

Sejauh ini, didapatkan hasil bahwa kegagalan perekat merupakan kegagalan yang paling umum terjadi pada saat melakukan manipulasi memutar kukis dengan tangan atau peralatan laboraturium dengan beberapa pengecualian ketika beberapa krim terlihat melekat pada asperitas stokastik pada wafer kedua. Kegagalan perekat ini ditemukan 95% krim tetap berada pada satu sisi wafer dimana ini dianggap sebagai dampak dari proses produksi setelah dilakukan konfirmasi bahwa sisi berat krim berorientasi seragam di sebagian besar kotak Oreo. Namun, pada kukis dalam kotak yang disimpan dalam kondisi yang berpotensi merugikan (suhu dan kelembaban yang lebih tinggi) menunjukkan kegagalan kohesif yang mengakibatkan krim membelah antara bagian wafer. Selanjutnya, ditemukan pula mekanisme kegagalan yang mengklasifikasikan tekstur krim sebagai “lembek”. Selain itu, dari penelitian yang masih berlangsung ini juga dilakukan validasi dari desain open source yang diperkenalkan yaitu Oreometer untuk meningkatkan presisi dari studi yang dilakukan ini dengan harapan dapat menjadi suatu penemuan baru terhadap ilmu yang baru ini.

Bagikan Artikel Ini