Beranda » Mie Instan Sorgum; Inovasi Bahan Pangan Lokal untuk Kemandirian Pangan

Mie Instan Sorgum; Inovasi Bahan Pangan Lokal untuk Kemandirian Pangan

Ilustrasi - Sumber Foto : Dokumentasi Penulis

Terletak di jalur katulistiwa membuat Indonesia memiliki keragaman sumber daya hayati yang melimpah. Menurut laman Indonesia.go.id per September 2021, Indonesia berada di posisi tiga besar negara dengan keanekaragaman hayati terkaya bersama Brazil dan Zaire. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, menyebutkan, Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, serta 110 jenis rempah dan bumbu.

Namun, kekayaan tersebut tidak serta merta membuat Indonesia mandiri dalam masalah pangan. Sejak Januari – Juni 2021, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Indonesia melakukan impor bahan pangan hingga US$ 6.13 miliar atau setara Rp 88.21 triliun. Angka yang terbilang sangat besar dan menyumbang belanja devisa yang tidak sedikit.

Komoditas yang diimpor meliputi: gula, daging, susu, kopi, teh, hingga cabai, bawang putih, lada, dan kedelai. Selain itu, jagung, gandum, kentang, kelapa, sawit, hingga berbagai jenis rempah seperti: cengkeh, kakao, tembakau, dan ubi kayu juga diimpor oleh Indonesia. Ini tentu merupakan ironi bagi Indonesia sebagai pemilik keanekaragaman hayati yang sangat besar.

Salah satu penyebab Indonesia sangat tergantung pada produk impor adalah inovasi pemanfaatan bahan pangan lokal yang masih sangat terbatas. Misalnya, untuk produksi mie instan, Indonesia harus mengimpor gandum rata-rata di atas US$2.5 miliar atau setara Rp 35.67 triliun setiap tahunnya. Hal ini tidak terlepas dari tingkat konsumsi mie instan yang cukup tinggi.

Berdasarkan data dari Statista, konsumsi mie instan di Indonesia mencapai 12.6 miliar porsi pada tahun 2020. Jumlah itu meningkat 120 juta porsi atau 0.96% dari tahun sebelumnya. Hal ini membuat Indonesia berada pada peringkat kedua dunia setelah Tiongkok yang mencapai 46.3 miliar porsi pada tahun lalu. Mie instan tergolong makanan yang disukai semua kalangan; dari yang muda hingga tua, kelas ekonomi rendah hingga tinggi. Selain karena alasan kepraktisan, inovasi berkelanjutan dalam varian serta cara penyajian mie instan membuat makanan ini semakin popular.

Menurut Kepala BPS, Suhariyanto, kegemaran masyarakat Indonesia akan mie instan membuat impor gandum selalu naik dan terus membebani neraca perdagangan. Indonesia, menurut Suhariyanto, membutuhkan diversifikasi pangan dan sudah harus memiliki rantai produksi bahan baku mie instan yang dapat menjadi substitusi gandum. Bila hal ini berhasil dilakukan, Indonesia akan menghemat devisa yang cukup besar, sebagaimana data importasi gandum di atas.

Salah satu bahan pangan lokal yang sangat mungkin menjadi substitusi gandum adalah sorgum. Seperti gandum, sorgum juga merupakan tanaman serealia, tapi dengan sejumlah kelebihan. Dalam hal kandungan nutrisi misalnya, zat besi yang terkandung dalam sorgum mencapai 5.4 mg/ 100 gr, sedangkan gandum hanya 3.5 mg/ 100 mg. Untuk protein, sorgum memiliki kadar 11 gr/ 100 gr dan hanya sedikit dibawah gandum (12 gr/ 100 gr). Selain itu, kandungan karbohidrat pada sorgum pun terbilang cukup tinggi yaitu 71 gr/ 100 gr. Sorgum juga cenderung memiliki asam amino dan mineral lebih tinggi daripada gandum (Susila, 2005).

Sorgum juga terbilang mudah dibudidayakan, termasuk di daerah-daerah marginal dan kering. Tak heran tanaman ini telah dikenal baik oleh petani Indonesia di daerah tandus Jawa, NTB, dan NTT. Nilai rata-rata hasil panen sorgum berkisar lima hingga 11 ton/ panen/ ha. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan padi, gandum, dan jagung (Soeranto, 2010).

Sejak tahun 2020, Kementerian Pertanian sebenarnya sudah mulai meluncurkan program bantuan benih sorgum, sebagai bagian dari sumber pangan alternatif. Menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Bambang Sugiharto, sorgum merupakan salah satu tanaman yang dipilih dan dialokasikan benihnya karena keunggulan kandungan gizi dan kemudahan budidayanya. Namun, produksi dan pemanfaatan sorgum masih sangat terbatas. Kebanyakan petani hanya menjadikan sorgum sebagai tanaman sela, alternatif pangan menjelang masa paceklik, hingga tambahan pakan ternak. Harganya yang rendah membuat petani enggan menanamnya sebagai sumber penghasilan. Inovasi menjadikan sorgum sebagai bahan baku mie instan tentu bisa membalik keadaan ini.

Penyebab mengapa pelaku industri mie instan belum melirik sorgum sebagai bahan baku yang menjanjikan salah satunya karena ketiadaan kandungan gluten pada sorgum sebagaimana yang dimiliki gandum. Gluten memiliki peran penting dalam pembentukkan tektur mie yang elastis dan kenyal. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Fitriani (2016), semakin besar persentase substitusi tepung sorgum pada mie basah menghasilkan mie yang mudah putus serta kurang kenyal. Selain itu, warna yang dihasilkan pun cenderung lebih gelap dan terdapat bintik-bintik hitam. Inilah tantangan yang harus diatasi; menemukan teknologi pengolahan tepung sorgum untuk menghasilkan mie instan yang karakteristiknya tidak berbeda banyak dibanding mie instan berbahan gandum.

Bila teknologi ini berhasil diperoleh, niscaya pemanfaatan sorgum sebagai bahan dasar pembuatan mie instan yang kaya akan nutrisi akan menguntungkan banyak pihak. Baik Pemerintah, petani, industri, hingga konsumen. Tentu nantinya hal ini harus diikuti dengan inovasi yang terukur dalam hal budidaya, panen, pasca panen serta pengolahan sehingga bisa menghasilkan produk yang berstandard industri. Hal ini juga akan sangat mengangkat nilai jual sorgum sebagai komoditas lokal baik didalam Indonesia maupun sebagai komoditas export. Untuk itu, eksplorasi terhadap sorgum sebagai bahan baku pangan dalam industri mie instan perlu ditingkatkan.

 

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2021). Retrieved 2 October 2021, from

https://www.bps.go.id/statictable/2019/02/14/2016/impor-biji-gandum-dan-meslin-menurut-negara-asal-utama-2010-2017.html

CNN Indonesia. (2021). Impor Gandum Tinggi Gara-gara Masyarakat Hobi Makan

Mi Instan. Retrieved 2 October 2021, from

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210316181949-92 618260/impor-gandum-tinggi-gara-gara-masyarakat-hobi-makan-mi-instan

Fitriani, R. (2016). Substitusi tepung sorghum terhadap elongasi dan daya terima

mie basah dengan volume air yang proporsional. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Indonesia: consumption of instant noodles 2020 | Statista. (2021). Retrieved 2

October 2021, from https://www.statista.com/statistics/978523/instant-noodles-consumption-indonesia/

Indonesia Konsumsi 12,6 Miliar Porsi Mi Instan pada 2020 | Databoks. (2021).

Retrieved 2 October 2021, from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/08/18/indonesia-konsumsi-126-miliar-porsi-mi-instan-pada-2020

Indonesia.go.id – Indonesia, Negara Megabiodiversitas. (2021). Retrieved 28

September 2021, from https://indonesia.go.id/kategori/seni/260/indonesia-negara-megabiodiversitas

InfoPublik – Sorgum, Pangan Alternatif di Lahan Tandus. (2021). Retrieved 28

September 2021, from https://infopublik.id/kategori/sorot-sosial-budaya/470303/sorgum-pangan-alternatif-di-lahan-tandus

Irawan, B., & Sutrisna, N. (2016). Prospek Pengembangan Sorgum di Jawa Barat

Mendukung Diversifikasi Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi29(2), 99. doi: 10.21082/fae.v29n2.2011.99-113

Soeranto. (2010) Pemuliaan Tanaman Sorgum di Patir Batan. (2010). Retrieved 28

September 2021, from http://www.batan.go.id/patir/sorgum.html.

Susila, B. A. (2005). Keunggulan Mutu Gizi Ddan Sifat Fungsional Sorgum

(Sorghum vulgare).

Susilowati, S. H., & Saliem, H. P. (2013). Perdagangan sorgum di pasar dunia dan

asia serta prospek pengembangannya di Indonesia. Inovasi Teknologi dan Pengembangan, 1.

(***)

Bagikan Artikel Ini