Beranda » Menelisik Sistem Pendidikan di Masa Dinasti Abbasiyah

Menelisik Sistem Pendidikan di Masa Dinasti Abbasiyah

Ilustrasi - Foto dokumentasi penulis

Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad dalam rentang waktu yang panjang (dari tahun 750 M sampai 1250 M), telah menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban umat Islam khususnya di bidang Pendidikan. Ada banyak faktor yang mendorong pemerintahan Dinasti Abbasiyah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di masanya. Dan ada banyak juga upaya-upaya yang dilakukan untuk mewujudkan peradaban yang gemilang dengan ilmu pengetahuan. Faktor yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan di masa Dinasti Abbasiyah ada dari segi faktor internal dan faktor eksternal.

Dari segi faktor internal yaitu berasal dari ajaran Islam itu sendiri yang mendorong manusia untuk menuntut ilmu dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang sudah tercantum di dalam QS. Al Mujadalah ayat 11: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Lalu dari segi faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar ajaran Islam. Yaitu, Pertama, adanya intervensi kebudayaan. Peradaban Yunani terutama di bidang ilmu pengetahuan dan filsafat ke dalam Islam merupakan cikal bakal berkembangnya Pendidikan dalam Islam. Hal ini dilatarbelakangi oleh Daulah Abbasiyah yang sangat terbuka dengan kebudayaan asing dan ketertarikannya pada ilmu pengetahuan, membuat orang-orang Persia yang notabene mereka adalah ahli hukum, negarawan dan kedokteran termotivasi untuk pindah ke Baghdad.

Kedua, munculnya usaha penterjemahan Ilmu Pengetahuan ke dalam bahasa Arab. Usaha penterjemahan ini memang timbul dari adanya dorongan yang kuat dari pihak-pihak penguasa untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan filsafat dari Irak, Syam, Persia ke dalam bahasa Arab. Pada umumnya, penguasa Dinasti Abbasiyah memang mendorong sekali usaha penterjemahan bahasa ini.

Ketiga, adanya perhatian besar pemerintah kepada Ilmu Pengetahuan. Pemerintah atau khalifah sangat menaruh perhatian besar kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat di suatu negeri Islam berada di belakang gerakan Arabisasi dan penerjemahan, pendirian akademi-akademi, observatorium, dan perpustakaan, pemberian santunan bagi para ilmuwan dan untuk pelaksanaan riset sains dan tehnologi, serta pengadaan proyek–proyek dan pendirian industri.

Keempat, tersedianya fasilitas-fasilitas pendidikan yang mendukung. Majunya peradaban di Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari tersedianya fasilitas-fasilitas yang diperuntukkan bagi ilmu pengetahuan, seperti perpustakaan, lembaga penelitian, buku-buku, bahkan masjid-masjid yang dibangun di masa ini tidak hanya dipakai sebagai pusat ibadah saja, melainkan juga sebagai pusat pembelajaran.

Kelima, keadaan ekonomi yang stabil dan maju. Jalur-jalur perdagangan yang dikuasai oleh kaum muslimin pada saat itu tumbuh subur, jalur sutra darat yang melintasi Cina, memasuki Asia Tengah, kemudian sampai ke Laut Tengah, sebagian besarnya di kuasai oleh kaum muslimin, begitu juga jalur Sutra Laut yang melintasi laut Cina Selatan, lewat selat Malaka, Samudera Hindia, kemudian masuk ke teluk Aden atau ke teluk Parsi yang juga di bawah kekuasaan kaum muslimin. Hingga hasil keuntungan dari perdagangan ini dialokasikan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dengan membangun lembaga-lembaga pendidikan, pusat-pusat studi ilmiah, mendirikan perpustakaan dan mengisinya dengan buku-buku, menggaji guru, hingga memberikan beasiswa kepada para pelajar yang tidak mampu.

Keenam, minat masyarakat yang tinggi dalam menuntut ilmu. Masyarakat yang ada di masa kejayaan Islam sangat mencintai ilmu, maka mereka saling berlomba-lomba untuk menuntut ilmu.

Lalu, bagaimana sistem pendidikan di masa Dinasti Abbasiyah? Hingga kemajuan pendidikan di masa ini bertahan cukup lama dan mencetak para ilmuwan-ilmuwan dan ulama-ulama luar biasa yang ahli di bidangnya. Pertama, dari segi metode pengajaran. Metode pengajaran yang baik dan benar dalam sebuah pendidikan akan mempermudah proses pembelajaran dan penyerapan-penyerapan ilmu yang diajarkan. Menurut Hanun Asrohah, metode pengajaran pada masa Dinasti Abbasiyah ini dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu metode lisan yang didalamnya berupa dikte, ceramah, qiraah dan diskusi. Ada metode hafalan yang tujuannya untuk mengkontekstualisasi pelajaran yang dihafal dalam sebuah diskusi hingga dia bisa merespon, mematahkan argumen lawan atau memberi insight baru dalam sebuah diskusi. Dan juga ada metode tulisan yang dianggap metode yang sangat penting dalam proses belajar mengajar karena pada masa itu merupakan pengkopian karya-karya ulama dan pada saat itu belum ada mesin cetak. Lalu menurut Haidar Putra dan Nurgaya Pasa ada juga metode debat (jadal) yang tujuannya untuk menumbuhkan daya kritis pemikiran para pelajar.

Kedua, dari segi kurikulum pelajaran. Kurikulum di masa Dinasti Abbasiyah ini cukup luas. Tidak hanya pada perkembangan ilmu agama tapi juga ilmu umum. Maka diajarkanlah ilmu-ilmu baru seperti Tafsir, Hadis, Fikih, Tata Bahasa, Sastra, Matematika, Teologi, Filsafat, Astronomi, dan kedokteran. Ada juga kurikulum sekolah tingkat rendah dimana disana diajarkan Al Qur’an dan agama, membaca, menulis dan syair. Dalam berbagai kasus ditambahkan materi nahwu, cerita dan berenang. Sedangkan kurikulum untuk anak-anak amir atau penguasa, kurikulum tingkat rendahnya berbeda, mereka ditegaskan tentang pentingnya pengajaran khitabah, ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, ditambah ilmu-ilmu pokok seperti Al Qur’an, syair, dan fikih. Lalu, ada kurikulum perguruan tinggi. Pada fase ini, kurikulum yang dipelajari adalah dalam rangka mempersiapkan diri untuk memperdalam masalah agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Namun bukan berarti yang diajarkan hanya melulu agama, melainkan ada ilmu-ilmu yang erta kaitannya dengan agama, seperti bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.

Ketiga, dari segi lembaga Pendidikan. Perkembangan Pendidikan di peradaban manapun sejatinya membutuhkan yang namanya sebuah lembaga/institusi untuk menunjang kelancaran dalam proses pendidikan. Hingga proses pendidikan berjalan lebih sistematis, terukur dan mencapai tujuan yang diinginkan. Ada banyak lembaga yang dibangun di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, yaitu seperti kuttab, toko-toko buku yang tidak hanya menjadi tempat jual beli buku, tapi juga sebagai tempat berkumpulnya para pelajar dan ulama untuk mendiskusikan suatu permasalahan. Lalu ada rumah-rumah Ulama, ada juga majelis-majelis yang sangat punya peranan besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dimana di majelis-majelis ini diadakan serangkaian aktivitas pengajaran dan diskusi. Lalu ada juga badiah, badiah adalah padang pasir yang merupakan tempat tinggal orang-orang Arab yang masih menjaga kemurnian bahasa mereka, Hingga badiah-badiah ini dijadikan sumber bahasa arab asli dan murni. Lalu juga ada rumah sakit dan observatorium, perpustakaan, masjid. Masjid di masa peradaban Abbasiyah ini fungsinya tidak hanya sebatas untuk praktik ibadah-ibadah saja (Shalat) tapi juga merupakan lembaga pendidikan yang didalamnya diadakan proses belajar mengajar.

Ada juga khan yang merupakan asrama para pelajar yang ingin menuntut ilmu pengetahuan. Ada juga madrasah-madrasah, dimana menurut Hanun Asrohah madrasah ini merupakan lembaga pendidikan yang berkembang dari mesjid kemudian khan mesjid selanjutnya timbul madrasah. Madrasah berbeda dengan lembaga pendidikan yang ada sebelumnya. Lembaga pendidikan yang sebelumnya belum mempunyai administrasi yang teratur, guru dan murid mempunyai kebebasan dalam proses belajar mengajar, sedangkan pada madrasah sudah ada keteraturan administrasi sehingga pelaksanaan pendidikan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pengelola. Contoh-contoh madrasah di masa Dinasti Abbasiyah yaitu ada Baitul Hikmah yang pusatnya di Baghdad, Madrasah Nizamiyah dan Madrasah Al Muntanshiriyah.

Tujuan pendidikan di masa Dinasti Abbasiyah yaitu menginginkan perubahan dan diusahakan lewat pendidikan, baik dari tingkah laku individu dan kehidupannya yang meliputi aspek individu, sosial, dan profesionalitas. Tujuan pendidikan di masa Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari tujuan pendidikan Islam secara umum, yaitu bertujuan untuk menjalankan kewajiban agama dan bertujuan untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat lewat ilmu yang sudah dipelajari.

Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan di masa Dinasti Abbasiyah sangat komprehensif (menyeluruh), sistematis, terukur dan bertujuan hingga jangka panjang. Maka patutlah, dari peradaban Dinasti Abbasiyah ini lahir ilmuwan-ilmuwan dan ulama-ulama yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang besar yang pada akhirnya mengubah dunia lewat karya-karyanya yang ditempuh lewat jalur pendidikan.

Sumber Foto : https://tinyurl.com/4824n65t

Bagikan Artikel Ini