Beranda » Kebijakan Menjerat Kami

Kebijakan Menjerat Kami

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Pada pagi hari yang cerah, tepatnya di kota metropolitan hiduplah keluarga kecil yang sangat sederhana. Keluarga tersebut merupakan keluarag Pak. Suyono. Pak. Suyono adalah seorang pedagang bakso keliling di sekitaran komplek perkotaan. Ia mempunyai seorang istri yang bernama Bu Ngatiyem. Yang dimana istrinya tersebut penjual nasi uduk disekitar rumahnya.

Pak. Suyono memiliki 3 orang anak, yang dimana masing-masing anaknya sedang melanjutkan pendidikan. Anak pertama adalah Alvin, kini ia sekarang duduk di tingkat akhir Sekolah Menengah Atas. Dan anak kedua adalah Putri, ia sedang berpendidikan di kelas 1 SMA. Serta anak terakhir adalah Nisa. Nisa sendiri sekarang sedang berpendidikan di sekolah dasar tepatnya duduk dikelas 5. Mereka semua adalah tanggung jawab dari Pak Suyono sebagai kepala keluraga di keluarga tersebut.

Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, Suyono hanya mengandalkan dari berjualan bakso tersebut serta hasil dari berjualan nasi uduk istrinya. Yang dimana, hasil dari jualan tersebut terasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin menjadi.
Hari menjelang siang, matahari mulai terlihat terik. Waktu menunjukan bahwa sudah pukul 10.00 WIB. Oleh karena itu, Pak. Suyono mulai bergegas untuk pergi berkeliling berjualan bakso di sekitaran kota tersebut. Namun, selain di sekitaran jalan kota Pak Suyono juga sering berkeliling di sekitaran komplek daerah tersebut yang tempatnya tak jauh juga dari jalan raya kota.

Pada sela-sela jualannya, pak Suyono mendapat telpon dari anaknya yang pertamanya yang bernama Alvin.
“Haloo pak, assalamulaikum. Bapak lagi dimana?” ucap Alvin didalam telepon kepada bapaknya.

“iya halo nak, waaalaikumsalam. Kenapa nak, kamu telepon bapak jam segini. Bukannya kamu masih disekolah?” ucap pak suyono pada Alvin sambil berhenti dipinggir jalan perkomplekan.

“iya pak, Alvin masih di sekolah. Jadi begini pak, Alvin nelpon bapak karena tadi Alvin diberitahu oleh pihak sekolah kalau Alvin belum membayar SPP dan uang LKS pak,” ucap Alvin sembari duduk dibangku kantin sekolah.

“Terus kenapa nak, kamu ada hal yang harus diselesaikan atau ada apa?” jawab pak suyono yang diimbangi kebingungan.
“Jadi pak, Alvin diharuskan segera membayar uang SPP dan LKS itu pak. Karena kalau tidak segera membayarnya, Alvin tidak bisa ikut ujian nantinya pak.” Ucap Alvin sambil menahan tangis karena merasa cemas akan hal tersebut.

“Aduh nak, sudah sudah… kamu tenang saja yah bapak punya kok uang untuk bayaran sekolah kamu. Sudah kamu fokus belajar aja, biar bapak yang pikirkan hal itu.” Jawab pak suyono yang bertujuan untuk menenagkan anaknya karena merasa cemas akan hal tersebut.

Akhrinya, setelah mendapat telepon tersebut pak suyono merasa bingung dan tidak tahu harus mencari kemana uang untuk bayaran sekolah anak pertamanya itu. Selain uang yang ada dirasa belum cukup, pak suyono juga memikirkan hal tersebut untuk anak-anaknya yang lain yang sama juga membutuhkan biaya untuk sekolah dan memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Selain harga barang-barang pokok yang mahal, biaya pendidikan sekolah pun masih lumayan memberatkan.

Karena, saya rasa seharusnya saya sebagai rakyat kecil bisa lebih diperhatikan lagi oleh pemerintah setempat terkait entah itu biaya pendidikan, kestabilan harga bahan pokok dipasaran, dan juga jaminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat tidak mampu. Sebab, pak Suyono merasa selama ini ia belum menerima bantuan-bantuan yang berasal dari pemerintah, entah itu berupa tunai ataupun keringanan pendidikan bagi anak yang orang tuanya tidak mampu.
Pada siang harinya, tepatnya pukul 12.00 WIB. Pak Suyono berhenti untuk istirahat sejenak. Karena teriknya matahari siang itu, membuat pak suyono merasa lumayan kelelahan dan cukup kehausan. Sehingga pak suyono berhenti disebuah pos ronda warga setempat untuk sekedar mengistirahatkan diri dan makan siang, setelah itu ia langsung pergi masjid untuk melaksanakan ibadah.

Selesainya ia beribadah, ada seroang warga yang sedang berbincang terkait keluh kesahnya terhadap naiknya harga pokok dan mahalnya biaya pendidikan. Yang dimana mereka adalah Usman dan Yadi. Mereka adalah seorang pedagang es cendol dan siomay yang sama juga biasa berkeliing di komplek tersebut. Mereka berbincang karena merasakan dampak dari kebijakan dari pemerintah yang menaikan harga bahan pokok dan belum bisa meminimkan biaya penididikan pada anak yang kurang mampu.
Ditengah teriknya matahari itu, mereka berbincang dengan saling berpendapat satu sama lain. “Saya rasa, langkah yang diambil pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait naiknya barang-barang pokok entah itu minyak, beras, telur, atupun BBM itu sangat tidak masuk akal dengan kita sebagai rakyat kecil.” Ucap Usman sambil mengelapkan handuk kecil yang ada dilehernya pada wajahnya yang berkeringat.

“Benar sekali, saya juga merasa sangat terbebani dengan naiknya barang-barang pokok dan apalagi harga BBM itu sangat mencekik sekali. Sedangkan saya keliling berjualan menggunakan motor. Yang pasti perlu biaya lebih untuk membeli bensin.” Jawab Yadi yang sedang duduk diatas pos ronda warga setempat.

Lalu Pak. Suyono pun ikut dalam pembicaraan tersebut dan mengatakan “saya setuju dengan apa yang bapak-bapak sampaikan. Saya juga merasa keberatan terkait kebijakan yang ada pada saat ini. Tadi saja, anak saya menelepon kalau dia harus bayar SPP dan LKS disekolahnya. Terus kalau tidak membayarkan uang tersebut anak saya tidak bisa mengikuti ujian nantinya. Sangat miris saya mendengar anak saya berbicara seperti itu.” Ucap pak suyono sambil berdiri dekat gerobak baksonya.

Kemudian Usman yang sedang duduk di pinggir grobak es nya menjawab “sama saya juga pak, anak saya juga kemarin seperti itu. Kalau tidak membayarkan uang SPP dan LKS katanya tidak bisa mengikuti ujian nantinya. Menurut saya yah… bagaimana sih sistem kebijakan pendidikan yang ada, masa tidak ada toleransi terhadap anak-anak yang kurang mampu dalam hal ekonomi,” ucap pak Usman.

“Iya benar kan pak. Sebenarnya saya juga tahu bahwa sudah ada program bantuan bagi orang kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan ataupun bantuan sosial lainnya. Tapi, kenapa saya tidak pernah mendapatkannya yah, atau memang dalam hal pendataannya saya tidak terdata atau mungkin?… ahh sudah lah, saya sebagai rakyat biasa hanya bisa mengikutinya saja.” Jawab pak suyono sembari membereskan gerobak baksonya.
Segala kebijakan yang berlaku, sebagian terasa sangat memberatkan rakyat-rakyat kecil yang tidak mampu dalam segi ekonomi. Yang dimana, Rakyat ditindas, berimbas atas kandasnya asas yang terhampas bagai ampas yang mengelupas dan terlepas. Sesak rakyat terisak dalam benak seperti terjamak bagai budak yang tak berakhlak. Kami rakyat kecil merintih perih meraih buih yang mengharap belas kasih dan seperti tertindih ringkih merasakan kebijakan yang diberikan.
Pak suyono serta pak Usman dan pak Yadi, adalah sebagian contoh dari sekian juta orang yang merasakan dampak atas pemberlakuan kebijakan yang tidak berstandar atas apa yang rakyat inginkan. Selama ini memang banyak sekali kebijakan yang ditetapkan entah itu berdampak positif maupun negatif terhadap rakyat. Namun kenyataannya, kebijakan-kebijakan itu banyak yang dibuat dengan tujuan untuk kebaikan sebenarnya, tapi cara penyelenggaraannya yang masih salah. Entah itu dari oknum pemberlakunya, pelaksanaan tugasnya, dan bahkan pengwasannya.

Oleh karena itu, perlu sekali sebuah pertimbangan dan pemikiran kritis atas sebab akibat yang akan ditimbulkan oleh suatu kebijakan yang akan dibuat. Sejatinya kebijakan adalah hal yang baik dan memiliki tujuan yang dimana ingin mensejahterakan rakyatnya, namun terkadang pelaksanaan dan pemberlakuannya yang masih salah dan tidak sesuai denga apa yang rakyat harapkan. Selain itu, peran pemerintah sebagai pemberlaku kebijakan harus bersifat adil dan tidak egois terhadap diri sendiri. Dengan demikian, rakyat akan menerima dengan baik dan mungkin akan patuh terhadap sebuah kebijakan apabia kebijakan tersebut sesuai dengan apa yang masyarakat harapkan.

(***)

Bagikan Artikel Ini