Beranda Opini PHK Menggurita, Rakyat Nelangsa

PHK Menggurita, Rakyat Nelangsa

Ilustrasi - foto istimewa Topcareer.id

Oleh: Novita Tristyaningsih, amd.Ak, Member Komunitas Aktif Menulis

Ketenagakerjaan merupakan masalah yang berlarut-larut tanpa ujung penyelesaian. Di samping itu, ketika wabah Covid-19 mulai melanda hingga menjadi pandemi, banyak perusahaan melakukan PHK terhadap karyawannya. Karena mengalami resesi, sehingga tidak mampu menggaji karyawan dan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Banten terus meningkat. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten mendorong agar perusahaan tidak menempuh kebijakan PHK terhadap pekerjanya. Kepala Disnakertrans Provinsi Banten Alhamidi mengatakan, hingga akhir pekan lalu, angka PHK di Banten mencapai 19 ribu orang. Jumlahnya terus bertambah. Ia mengatakan, kondisi ini disebabkan pandemi Covid-19. Tetapi, Banten masih jauh lebih dibandingkan provinsi lain. Di provinsi lain, ada ratusan perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19.

Alhamidi mengatakan, adanya perusahaan yang pindah ke provinsi lain karena angka upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Banten cukup tinggi dibandingkan daerah lain. Namun, pembahasan UMK 2021 belum dilakukan karena belum ada petunjuk dari pemerintah pusat. Belum dikeluarkan surat dari menteri. Perusahaan yang paling banyak tutup di daerah Tangerang Raya. Namun, ia yakin ada investor yang akan masuk ke Banten dan melakukan perekrutan tenaga kerja dengan jumlah cukup besar. Terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten Mahdani mengatakan, realisasi investasi di Banten selama pandemi belum diketahui. (Radar Banten, 30/09/20).

Tak Cukupkah Kekayaan Bumi Pertiwi?

Peningkatan angka PHK tentu saja menambah daftar pengangguran. Setiap tahun universitas di seluruh Indonesia menelurkan para sarjana baru yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Belum selesai permasalahan tersebut, ditambah dengan meningkatnya angka PHK.

Kasus pengangguran bukan hal baru untuk diperbincangkan, khususnya bagi Indonesia. Indonesia merupakan negeri dengan sumber daya alam yang melimpah ruah. Dengan kekayaan alam laut, darat, bahkan udara. Meliputi tambang gas alam, minyak bumi, emas, tembaga, hasil pertanian, perkebunan, hutan, dan lainnya. Pun sumber daya manusia, Indonesia memiliki orang-orang hebat di dalamnya. Seperti, para ahli pesawat, kedokteran, dan sebagainya. Maka, tak heran jika sebutan gemah ripah loh jinawi menjadi kebanggaan bumi pertiwi.

Namun, kenyataan itu tidak relevan dengan kondisi yang dihadapi rakyat. Tetap saja kemiskinan merajalela menimpa negeri ini. Angka pengangguran masih dalam jumlah yang tidak sedikit tiap tahun. Hal itu menandakan lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah penduduk. Maka, rakyat jauh dari kesejahteraan. Di mana letak kesalahannya?

Saat ini kita hidup di bawah naungan sistem Kapitalisme. Ciri khas Kapitalisme yang berpihak kepada para pemilik modal (korporasi). Justru kebijakan sistemik yang digunakan berdampak kepada meluasnya angka PHK dan pengangguran. Bukan negara yang menyiapkan lapangan pekerjaan secara independen, tetapi bergantung kepada para investor asing. Ekonomi bertumpu pada banyaknya korporasi raksasa yang melakukan investasi di tempat tersebut. Sehingga kekayaan hanya tertimbun di antara sekelompok orang saja, yakni para konglomerat.

Di samping itu, sistem ekonomi kapitalisme juga mengembangkan sektor ekonomi nonreal, yaitu aktivitas ekonomi berdasarkan investasi spekulatif, misalnya melalui kredit perbankan serta jual beli surat berharga seperti saham dan obligasi. Hal ini akan menyebabkan inflasi dan penggelembungan harga aset sehingga menyebabkan turunnya produksi dan investasi di sektor real. Akibatnya kondisi ini akan mendorong terjadinya resesi hingga kebangkrutan perusahaan dan terjadilah PHK besar-besaran.

Sebenarnya, jika kekayaan alam Bumi Pertiwi yang melimpah ruah ini dikelola dengan benar oleh negara tanpa bergantung dengan para investor, dan dikembalikan kepada rakyat, maka kesejahteraan rakyat jauh dari kata cukup. Rakyat pun dapat mengecap pendidikan, kesehatan, dan lainnya secara cuma-cuma.

Dampak PHK

Masalah PHK tentu akan menyebabkan dampak bagi roda kehidupan manusia. Diantaranya adalah perekonomian, karena dengan peningkatan angka PHK maka akan bertambah pula daftar pengangguran. Pengangguran menyebabkan orang tidak memiliki pendapatan sehingga daya beli masyarakat menurun hingga mengakibatkan turunnya permintaan barang dan jasa.

Dari segi sosial, meningkatnya pengangguran maka terjadi peningkatan angka kemiskinan. Tampak kesenjangan antara kaya dan miskin. Bahkan mereka yang tidak mendapatkan kesempatan seperti gelandangan dan peminta-minta akan semakin bertambah. Pun angka kriminalitas juga dikhawatirkan semakin bertambah. Karena mereka butuh mempertahankan diri untuk hidup, sementara kesempatan tidak ada. Hal itu menyebabkan tingkat keamanan semakin rendah.

Di samping itu, dari segi mental, tidak adanya pendapatan sementara banyak kebutuhan yang harus dibayar, dapat menimbulkan hilangnya kepercayaan diri, putus asa, depresi, hingga berakhir pada bunuh diri.

Mengingat kompleks dan sistemik permasalahan ini, maka penyelesaiannya pun tidak bisa dilakukan dengan kebijakan satu sisi saja. Hal ini membutuhkan solusi sistemik pula agar problematika mampu diselesaikan dengan tuntas tanpa menimbulkan masalah baru.

Sistem Islam Mengatasi Pengangguran

Dalam sistem Islam, negara berperan penting dalam memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi politik ekonomi Islam. Rasulullah saw mengatakan:
“Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya”. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Islam mewajibkan kepada individu untuk bekerja. Ketika individu tidak bekerja, baik karena malas, cacat, atau tidak memiliki keahlian dan modal untuk bekerja maka pemimpin berkewajiban untuk memaksa individu bekerja serta menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk di dalamnya pendidikan.

Terkait akses modal, dalam sistem Islam akan mengeluarkan dana melalui sistem keuangan baitulmal untuk memberi bantuan modal tanpa riba atau bahkan hibah kepada individu usia produktif. Sehingga individu tersebut memiliki akses ke pergerakan ekonomi.

Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar ra. ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.

Seorang pemimpin dalam sistem Islam akan mengambil kebijakan di bidang ekonomi untuk mengatasi masalah pengangguran. Dalam bidang ekonomi kebijakan yang dilakukan adalah meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor real baik dalam sektor pertanian, kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan perdagangan.

Proyek-proyek pengelolaan kepemilikan umum dilakukan oleh negara tanpa campur tangan investor asing. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan menjalankan strategi terkoordinasi antara sistem pendidikan dengan potensi ekonomi di berbagai area. Mekanisme itu yang membuat serapan lulusan pendidikan akan sejalan dengan kebutuhan masyarakat, bukan kebutuhan korporasi.

Negara di dalam sistem Islam juga tidak akan mentoleransi sedikitpun berkembangnya sektor nonreal. Karena hukumnya haram, juga menyebabkan harta hanya beredar di antara segelintir orang saja, sehingga menyebabkan perekonomian labil. Oleh sebab itu, pengangguran sistemik ini hanya bisa diselesaikan secara tuntas dengan menerapkan sistem Islam dalam sendi kehidupan manusia. Insyaallah keberkahan akan senantiasa tercurah dari langit dan bumi.
Wallahu A’lam bish-shawab

(***)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini