Beranda Opini Menilik Pancasila Atas Rongrongan Ideologi ‘Gagal’ dan ‘Khayalan’ Sebagai Respons Polemik RUU...

Menilik Pancasila Atas Rongrongan Ideologi ‘Gagal’ dan ‘Khayalan’ Sebagai Respons Polemik RUU HIP

Deden Zaenul Farhan

Oleh: H. Deden Zaenul Farhan, Ketua PC GP Ansor Kabupaten Lebak dan Khadim PP Al Farhan, Cipanas, Lebak

Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat baik pada kalangan elit politik maupun masyarakat. Selain ada yang setuju, tak sedikit pula yang mempermasalahkannya keberadaanya. Tentu polemik ini tidak boleh berkepanjangan, terlebih hanya dapat menguras energi anak bangsa yang seharusnya digunakan untuk hal-hal yang lebih baik demi kemajuan bangsa.

Masalah Pancasila baik sebagai ideologi maupun falsafah bangsa dan negara dari awal kelahirannya selalu ada batu sandungan. Tapi konsesus Pancasila sebagai ideologi dan falsafah sudah menjadi keputusan final para pendiri bangsa ini.
Salah satu prasyarat penting bagi sebuah bangsa dan negara adalah memiliki sistem nilai (basis value) yang mampu menjadi perekat semua elmen bangsa. Karena salah satu devinisi negara menurut John Locke adalah suatu badan atau organisasi yang dihasilkan dari perjanjian masyarakat. Kontrak sosial antara masyarakatlah yang akhirnya terbentuklah sebuah negara. Sistem nilai inilah yang sering disebut ideologi bangsa.

Ideologi merupakan suatu yang sangat penting bagi kehidupan suatu negara. Tanpa ideologi maka kehidupan negara akan berjalan tanpa arah. Ideologi juga menjadi pijakan roda pemerintahan yang akan dijalankan. Dengan demikian, ideologi mempunyai arti yang sangat penting untuk mengantarkan negara dalam mewujudkan tujuannya.
Ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru dirumuskan, para pendiri bangsa (Founding Father) berdebat Panjang terkait ideologi yang akan dianut oleh negara yang akan terbentuk. Terlebih Hindia Belanda yang akan menjadi wilayah Indonesia memiliki heterogenitas yang sangat kompleks. Dari Sabang sampai Merauke memiliki ratusan bahkan ribuan suku, bahasa, agama dan kepercayaan masyarakat, budaya dan adat istiadat termasuk karakteristik individu yang harus Bersatu dalam sebuah bangsa dan negara.

Para pendiri bangsa mencari titik temu atau kalimatun sawa’ (common platform) yang bisa diterima semua elemen bangsa. Tentu hal itu bukan hal mudah. Terlebih pada saat itu, di dunia sudah berkembang ideologi-ideologi yang dianut oleh bangsa-bangsa dan negara-negara yang sangat berpengaruh di dinia. Ideologi-ideologi itu diantaranya kapitalisme, komunisme, liberalisme, sosialisme, nasionalisme, monarkisme sampai pada fsisme dan nazisme.

Hasil diskusi yang panjang, kajian matang, analisis yang sangat mendalam dan tentunya menyerap aspirasi dari semua lemen bangsa, disepakatilah “PANCASILA” sebagai ideologi dan falsafah Negara Indonesia yang akan diproklamirkan. Pancasila menjadi titik temu atau kalimatun sawa’ (common platform) yang disepakati para pendiri bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa bukan tanpa pertentangan dari sebagian anak bangsa. Dari awal kemunculannya bahkan sampai saat ini, sudah 74 tahun Pancasila menjadi guide kehidupan berbangsa dan bernegara seluruh elemen bangsa Indonesia masih ada yang mempertentangkan dan mempermasalahkan relevansi Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. Elemen bangsa yang tidak sepakat dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa ada yang mengimplementasikannya hanya dalam sebatas ide dan wacana, gerakan-gerakan politik, sampai pada sikap intolerasi dan radikalisme.

Tercatat dalam sejarah bangsa dan negara Indonesia sudah ada beberapa ideologi yang dengan terang-terangan ingin menggati Pancasila sebagai ideologi dan falsafah Indonesia. Ideologi-ideologi tersebut adalah komunisme, Gerakan Darul Islam dan ideologi Islam Trans Nasional. Ketiga Gerakan anti Pancasila tersebut sampai saat ini masih merongrong Pancasila yang sampai saat ini masih sakti dalam menjaga keutuhan Indonesia.

Komunisme Ideologi Gagal
Sejarah mencatat, dalam menjalankan visi ideologi komunisme di dunia, dalam kurun 69 tahun (1918-1987) gerakan komunisme melakukan pemberontakan dan kudeta di 75 negara, negara bagian, pulau, dan kota. Gerakan komunisme berhasil mendirikan 28 negara dan rezim. Namun Gerakan komunisme mengalami kegagalan di 47 tempat. Selama kurun 1917-1991 itu Partai Komunis membantai 120 juta manusia di 76 negara. Kalau dihitung rata-rata, sebanyak 4.500 orang setiap hari mati oleh keganasan Gerakan komunisme di dunia selama 74 tahun (Courtois: 2000, Chang & Halliday: 2006).

Pemberontakan di 75 negara itu semuanya hanya terjadi satu kali saja. Hanya Gerakan Komunis Indonesia yang memegang rekor dunia, yakni tiga kali melakukan pemberontakan dan kudeta, yaitu pemberontakan tahun 1926, 1948, dan 1965. Ketiga-tiganya gagal. Pemberontakan terpanjang berlangsung di Malaysia: 40 tahun, dan setiap tahun makan korban dari kedua pihak 200 orang.

Gerakan melalui pemberontakan dan kudeta ideologi komunis ini berhasil mendirikan beberapa negara komunis. Negara -negara tersebut adalah Republik Rakyat Tiongkok, Transnistia, Kuba, Korea Utara, Laos, Vietnam, Uni Soviet (1922-1991), Jerman Timur (1949-1990), Republik Rakyat Hongaria (1949-1989), Republik Rakyat Bulgaria (1946-1990), Republik Rakyat Polandia (1944-1989), Republik Sosialis Rumania (1947-1989), Republik Sosialis Rakyat Albania (1944-1992), Republik Federal Sosialis Yugoslavia (1943-1992), Republik Sosialis Cekoslowakia (1948-1989), Republik Rakyat Angola (1975–1992), Republik Rakyat Benin (1972–1990), Republik Rakyat Kongo (1970–1992), Republik Demokratik Rakyat Ethiopia (1987-1991) dan Derg (1974-1987), Republik Rakyat Mozambik (1975–1990), Yaman Selatan(1969–1990), Republik Demokratik Afganistan (1978–1992), Republik Rakyat Kamboja (1979-1989) dan Republik Demokratik Kamboja (1975-1979).

Sesudah sekitar 70 tahun komunisme berkuasa di 28 negara, ternyata mereka gagal memenuhi janji memakmurkan rakyat dengan ideologi Marxisme-Leninisme itu. Pada saat ini negara Republik Rakyat Tiongkok, Transnistia, Kuba, Korea Utara, Laos dan Vietnam yang masih mengaku sebagai negara komunis.
Babak baru perjalanan ideologi komunis, pada Desember 1991, ketika Presiden Soviet Rusia Boris Yeltsin membubarkan Partai Komunis Soviet Rusia, partai komunis tertua di dunia. Dunia gempar. Boris Yeltsin juga mengumumkan dan membuat pengakuan bahwa mereka tidak lagi memakai ideologi komunis sebagai asas negara. Bahkan dia menyatakan komunis sebagai ideologi bangkrut. Presiden Boris Yeltsin (dulu ketua partai) telah menyelamatkan 200 juta rakyatnya dari cengkeraman ideologi ganas itu.

RRC, Vietnam, Korea Utara, dan Kuba terguncang. Tapi RRC dan Vietnam licik. Mereka terang-terangan mengkhianati ekonomi sosialis-komunis dan mempraktikkan ekonomi kapitalistik, tapi merek kantornya tetap merek kantor komunis. Kedua negara ini gigih tak malu menyebut diri sebagai negara komunis, walaupun pengkhianat besar dasar ideologinya. Akibatnya, RRC dan Vietnam jadi makmur. Korea Utara dan Kuba tidak berkhianat sehingga tetap sengsara.

Belajar dari sejarah tersebut, komunisme merupakan ideologi yang gagal. Jadi sangat tidak masuk akal apabila ada segelintir anak bangsa Indonesia yang masih bercita-cita ideologi komunis menjadi ideologi masa depan Indoneisa. Biarlah Komunisme dan gerakannya hanya menjadi bagian sejarah bangsa ini dan kajiannya hanya selesai pada ranah akademik saja. Memaksakan ideologi yang gagal merupakan tindakan konyol dan lelucon semata.

Gerakan Darul Islam Tidak Diterima Masyarakat
Negara Islam Indonesia (NII) atau Darul Islam atau (DI) merupakan gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.

NII atau DI bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa “Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam”. Lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa “Negara berdasarkan Islam” dan “Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits“. Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari’at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur’an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan “hukum kafir“, sesuai dalam Qur’aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.

Dalam perkembangannya, NII atau DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh dan Kalimantan. Gerakan ini gagal karena tidak mendapat dukungan dari mayoritas muslim Indoneisa. Masyarakat sudah menerima Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa.

Islam Trans Nasional Masih Khayalan
Munculnya gerakan Islam transnasional adalah bagian dari era kebangkitan dan pembaharuan Islam yang berkembang di Timur Tengah sejak abad ke-18. Pasca runtuhnya kekhalifahan yang berpusat di Turki Usmani pada 1924. Gerakan tersebut telah menemukan momentum yang tepat dengan membentuk kekuatan-kekuatan baru dalam melakukan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme Barat. Hadirnya gerakan Islam transnasional di Indonesia adalah bagian dari gerakan revivalisme Islam di Timur Tengah yang berpengaruh langsung terhadap corak keislaman di Indonesia.

Tak pernah ada revolusi yang digerakkan oleh Islam Trans Nasional berhasil. Di Timur Tengah, tempat lahirnya Gerakan ini, visi nya selalu gagal. Gerakan ini tidak pernah mendapat dukungan dari militer, kelompok Islam moderat, dan kaum nasionalis yang mayoritas di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Bahkan ketiganya di mana saja selalu menjadi batu sandungan kelompok islam Trans Nasional.
Di Mesir, negara tempat lahirnya Ikhwanul Muslimin (IM) pelopor Gerakan Islam Trans Nasional, sejak awal berdirinya gerakan ini selalu menjadi benalu bagi pemerintah Mesir. Mulai dari Gamal Abdul Naser sampai Abdel Fattah Al-Sisi. Sejak dulu usaha mereka menggulingkan pemerintahan sah Mesir selalu gagal.

Alhasil, belum ada satu pun negara di dunia ini yang sudah menerapkan ideologi islam transnasional dengan khalifah sebagai konsep jualannya. Ideologi ini belum terbukti secara empiris dan ideologi ini hanya baru pada tataran konsep dan macan kertas semata. Bahkan, negara-negara timur tengah, negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim dan negara-negara lainnya ramai-ramai menolak dan melarang organisasi islam transnasional tersebut.
Pancasila Ideologi Final
Belakangan ini muncul kembali sekelompok anak bangsa yang mempersoalkan kembali Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa. Mereka masih berangan-angan ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Meraka dengan terang-terangan mengatakan Pancasila hasil manusia sehingga banyak kelemahan dan tidak harus diikuti. Bahkan tidak sedikit yang beranggapan Pancasila sebagai ideologi thogut dan kafir.

Pada masa kekinian, bermunculanlah ketiga ideologi yang memusuhi Pancasila tersebut. Kita sudah melihat agen-agen Komunis Gaya Baru (KGB), gerakan darul islam bawah tanah, dan ideologi islam transnasional yang terang-terangan ataupun berkamuplase beraafiliasi dengan organisasi dan partai politik tertentu. Pada prakteknya ketiga musuh Pancasila tersebut tidak saling berkaitan bahkan saling bermusuhan. Yang membuat pandangan masyarakat kabur adalah komplik mereka dikaitkan dengan isu “SARA” yang sangat sensitif menyentuh hati masyarakat.

Sebagai contoh, apabila muncul isu komunisme pasti ada reaksi dari masyarakaat. Tapi pihak tertentu pasti akan mengaitkan masyarakat itu adalah komunitas yang berfaham darul islam atau islam transnasional. Sehingga opini yang menggiring masyarakat hanya ada dua pilihan, komunis atau islam (darul islam dan islam transnasional). Padahal kedua-duanya musuh Pancasila.
Bagi kita, Pancasila adalah ideologi final. Ideologi atau faham apapun yang bertujuan menggati Pancasila harus dilawan. Jadi tidak ada alternative pilihan. Komunis, darul islam atau islam transnasional tidak ada tempat di Indonesia. Pancasila adalah konsensus Bersama (Mitsaqan Galidza) semua elemen bangsa yang tidak memiliki batas waktu.

(***)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini