Beranda Bisnis Komponen Penting Baterai Mobil Listrik, Bagaimana Performa Saham Produsen Nikel?

Komponen Penting Baterai Mobil Listrik, Bagaimana Performa Saham Produsen Nikel?

Ilustrasi - foto istimewa tirto.id

SERANG – Pandemi Covid-19, mengakibatkan perlambatan pada pertumbuhan industri nikel di indonesia. Kendati demikian, Industri nikel dianggap industri yang akan sangat berkembang di masa depan, dikarenakan peluang kemajuan industri mobil listrik di tanah air.

Nikel merupakan salah satu material utama untuk memproduksi baterai mobil listrik. Di Indonesia sendiri, Pemerintah mendukung keberadaan mobil listrik dengan cara menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik (Mobil Listrik) No.55 Tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo. Perpres tersebut akan menjadi landasan bagi pelaku industri otomotif di Indonesia untuk mendorong pengembangan mobil listrik.

Baru-baru ini, kabar baik datang dari salah satu perusahaan otomotif yang berbasis di Amerika Serikat yaitu Tesla. Tesla berencana membangun pabrik baterai di Indonesia yang  kemungkinan berlokasi di Batang, Jawa Tengah. Keberadaan pabrik baterai di indonesia tentu akan mendorong perkembangan industri nikel di Indonesia, mengingat nikel merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan baterai mobil listrik.

Kabar ini tentu menjadi angin segar bagi emiten perusahaan nikel di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bagaimana performa emiten-emiten tersebut?

Riset Lifepal.co.id menemukan, ada emiten emiten perusahaan penjual nikel yang pergerakan harga sahamnya di atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Mining (indeks dengan list emiten-emiten pertambangan). Namun, sebaliknya ada pula yang performanya dibawah IHSG dan Indeks Mining.

Kinerja 3 emiten nikel ini di atas IHSG dan Indeks Mining

Data kinerja menunjukan ada tiga emiten nikel yang kinerjanya sanggup mengalahkan kinerja Indeks Mining. Mereka adalah PT Aneka Tambang Tbk, PT Vale Indonesia Tbk, dan PT Pelat Timah Nusantara Tbk.

PT Aneka Tambang Tbk adalah anak perusahaan BUMN pertambangan Inalum. PT Antam didirikan pada tanggal 5 Juli 1968. Kegiatan Antam mencakup eksplorasi, penambangan, pengolahan serta pemasaran sumber daya mineral.

Pendapatan PT Antam diperoleh melalui kegiatan eksplorasi dan penemuan deposit mineral, pengolahan mineral tersebut secara ekonomis, dan penjualan hasil pengolahan tersebut kepada konsumen jangka panjang yang loyal di eropa dan asia. Kegiatan ini telah dilakukan semenjak perusahaan berdiri tahun 1968.

Komoditas utama Antam adalah bijih nikel kadar tinggi atau saprolit, bijih nikel kadar rendah atau limonit, feronikel, emas, perak dan bauksit. Jasa utama Antam adalah pengolahan dan pemurnian logam mulia serta jasa geologi.

Yang berikutnya, yakni PT Vale Indonesia Tbk, merupakan perusahaan tambang dan pengolahan nikel terintegrasi yang beroperasi di Blok Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. PT Vale merupakan bagian dari Vale, perusahaan multitambang asal Brasil yang beroperasi di 30 negara. PT Vale menambang nikel laterit untuk menghasilkan produk akhir berupa nikel dalam matte. Volume produksi nikel PT Vale rata-rata mencapai 75.000 metrik ton per tahunnya. Dalam memproduksi nikelnya di Blok Sorowako, PT Vale menggunakan teknologi pirometalurgi atau teknik smelting (meleburkan bijih nikel laterit).

PT Vale berdiri sejak 25 Juli 1968 yang merupakan perusahaan tambang penanaman modal asing (PMA) dalam naungan Kontrak Karya yang telah diamandemen pada 17 Oktober 2014 dan berlaku hingga 28 Desember 2025. Salah satu poin renegosiasi adalah pengurangan wilayah Kontrak Karya dari sebelumnya seluas 190.510 hektar menjadi 118.435 hektar.

Yang ketiga adalah PT Pelat Timah Nusantara Tbk, disingkat PT Latinusa, Tbk. Ini adalah perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi tinplate berkualitas tinggi dengan standar internasional. PT Latinusa, Tbk. didirikan pada 19 Agustus 1982.

Seperti dapat dilihat pada grafik performa harga saham di atas, kinerja emiten nikel lainnya yaitu PT Timah Tbk dan PT Central Omega Resources masih dibawah IHSG dan Indeks Mining.

Performa di atas IHSG dan Indeks Mining, ANTM justru catat penurunan penjualan.

Berdasarkan laporan keuangan ANTM, tercatat adanya tren peningkatan penjualan dari triwulan III 2015 sampai triwulan III 2020. Tapi, saat pandemi Covid-19 ini, penjualan ANTM mengalami penurunan sebesar -26,55% menjadi sebesar 18,03 Triliun Rupiah pada triwulan III 2020 dari sebelumnya sebesar 24,55 Triliun Rupiah pada triwulan III 2019.

Dari segi laba komprehensif, ANTM pada triwulan III 2020 mencatat kenaikan signifikan sebesar 57,36% atau sebesar 863,58 miliar rupiah dari sebelumnya 548,78 miliar rupiah pada triwulan III 2019. Hal ini dikarenakan adanya efisiensi di bagian beban usaha bagian penjualan dan pemasaran serta adanya pendapatan lain yang cukup signifikan dibanding triwulan III 2019.

Pergerakan harga ANTM sendiri tercatat dari Desember 2014 sampai dengan 9 November 2020 sudah mencatat kenaikan sebesar 38,55%. Memang, sepanjang periode Desember 2014 sampai 9 November 2020 tercatat banyak fluktuasi pergerakan harga ANTM.

Performa di atas IHSG dan Indeks Mining, NIKL catat penurunan penjualan dan laba komprehensif

Berdasarkan laporan keuangan NIKL, tercatat saat pandemi Covid-19 ini, penjualan NIKL mengalami penurunan sebesar -14,35% menjadi sebesar 106,02 Juta USD pada triwulan III 2020 dari sebelumnya sebesar 123,79 Juta USD pada triwulan III 2019.

Dari segi laba komprehensif, NIKL pada triwulan III 2020 mencatat kerugian sebesar 155,65% atau sebesar -1.023.492 USD dari sebelumnya 1.839.000 USD pada triwulan III 2019. Hal ini dikarenakan semakin membengkaknya beban administrasi dan rugi kurs.

Lifepal melihat, pergerakan harga NIKL sendiri tercatat dari Desember 2014 sampai dengan 9 November 2020 sudah mencatat kenaikan sebesar 512%. Memang, sepanjang periode Desember 2014 hingga 9 November 2020, tercatat banyak fluktuasi pergerakan harga NIKL. Tapi, sejak april 2016 sampai 9 november 2020, pergerakan saham NIKL selalu mengalahkan performa IHSG dan Indeks Mining.

Performa di atas IHSG dan Indeks Mining, INCO catat kenaikan penjualan dan laba komprehensif

Berdasarkan laporan keuangan INCO, tercatat saat pandemi Covid-19 ini, penjualan INCO mengalami kenaikan sebesar 12,75% menjadi sebesar 571,02 Juta USD pada triwulan III 2020 dari sebelumnya sebesar 506,46 Juta USD pada triwulan III 2019.

Dari segi laba komprehensif, pada triwulan III 2020 INCO mencatat keuntungan 6.461% sebesar 155,65% atau sebesar 76.640.000 USD dari sebelumnya 1.168.000 USD pada triwulan III 2019. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan penjualan yang diimbangi dengan stabilnya beban pokok penjualan dan beban usaha.

Pergerakan harga INCO sendiri, sejak Desember 2014 sampai dengan 9 November 2020 sudah mencatat kenaikan sebesar 25,52%, terlepas dari banyaknya fluktuasi pergerakan harga INCO sepanjang periode tersebut

(Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News