Beranda » Pelajaran Hidup dari Kisah Mahabharata Antara Mahatma Widura dan Dewi Kunti

Pelajaran Hidup dari Kisah Mahabharata Antara Mahatma Widura dan Dewi Kunti

Mahabharata merupakan karya sastra dari India yang pengaruhnya terkenal luas di Seluruh Nusantara dan juga Asia Tenggara saat ini. Mahabharata masuk pertama kali ke Indonesia pada abad pertama Masehi bersamaan dengan masuknya agama Hindu. Melalui kisah Epos yang menarik di dalamnya, masyarakat Jawa kuno mulai mengenal agama dan budaya India. Mahabharata juga diduga menjadi role model kerajaan Hindu pertama di Indonesia, Kerajaan Kutai.
 
Cerita Mahabharata tidak hanya berupa kisah kepahlawanan, namun terdapat banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa kita ambil dari setiap bab yang terdapat di dalamnya. Terutama pada bab 8 yang mengisahkan tentang Mahatma Widura seorang Bagawan Dharma yang di-kutuk-pastu oleh Resi Mandawya menitis, berinkarnasi dan terlahir ke dunia sebagai Widura, yaitu pelayan Ratu Ambalika, istri Maharaja Wichitrawirya. Kelak Widura, yang sesungguhnya adalah inkarnasi Bagawan Dharma, disegani orang-orang sebagai seorang mahatma yang sakti dan mumpuni dalam ilmu pengetahuan tentang dharma, peradilan, sastra, dan ketatanegaraan. Widura tidak pernah mempunyai ambisi apa pun dan sama sekali tidak pernah marah. Kemudian Bhisma mengangkatnya sebagai penasihat utama Raja Dritarastra ketika Widura baru berumur belasan tahun. Menurut Bagawan Wyasa, tak ada orang yang bisa menandingi Widura di ketiga dunia ini, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam kebajikan.
Suatu ketika Dritarastra mengijinkan anak-anaknya berjudi dadu. Widura segera menyembah di kakinya sambil berkata, “O, Tuanku Raja, hamba tak dapat menyetujui perbuatan itu. Putra-putra Tuanku akan berselisih dan berseteru karena berjudi. Mohon Paduka renungkan katakata hamba dan jangan ijinkan mereka berjudi.” Sayang sekali, Maharaja Dritarastra berwatak lemah. Cintanya yang sangat mendalam kepada putra-putranya membuatnya tak kuasa menolak permintaan mereka. Ia bahkan meminta Yudhistira agar mau menerima undangan Kaurawa untuk berjudi dadu.
Dalam kisah tersebut kita dapat mengambil pelajaran hidup bahwa dalam hidup janganlah sampai melampaui batas, sama halnya dengan apa yang terjadi dalam kehidupan kita. Bahwa jika kita ingin hidup dengan tentram maka janganlah sampai melampaui batas apalagi sampai berjudi karena itu akan merugikan diri kita sendiri.
 
Dalam bab lain yang mengisahkan Pandu Memenangkan Sayembara Dewi Kunti terdapat kisah Dewi Kunti yang menelantarkan bayinya. Hal tersebut berwawal dari Resi Durwasa yang menghadiahkan mantra suci kepada gadis cilik itu. Katanya, “Jika engkau ingin memanggil seorang dewa, siapa saja, mantra suci ini akan membantumu. Dewa yang kaupanggil akan muncul di hadapanmu dan engkau akan mempunyai anak yang keagungannya sama dengan keagungan dewa yang kau panggil.” Resi Durwasa menghadiahkan mantra itu kepada Dewi Kunti, karena dengan kekuatan yoganya ia bisa meramalkan bahwa kelak gadis itu akan menemui nasib buruk dengan suaminya.
Karena sangat ingin tahu dan tidak dapat menahan kesabarannya, Dewi Kunti mencoba kekuatan mantra itu.
Diam-diam ia mengucapkan mantra itu sambil menyebut nama Batara Surya, Dewa Matahari yang dibayangkannya bercahaya-cahaya di kahyangan. Tiba-tiba langit menjadi gelap gulita, tertutup awan tebal. Kemudian, dari balik awan muncullah Dewa Matahari mendekati Kunti yang cantik jelita. Batara Surya berdiri di dekatnya sambil memandangnya dengan takjub dan penuh gairah.
Dewi Kunti, yang berada dalam pengaruh kekuatan gaib dan keagungan serta kesucian tamunya berkata, “O Dewa, siapakah engkau?” Batara Surya menjawab, “Wahai putri jelita, akulah Batara Surya, Dewa Matahari. Aku terseret ke mayapada oleh kekuatan gaib mantra yang kauucapkan untuk
memanggilku.”
Dengan perasaan kaget dan gembira Dewi Kunti berkata, “Aku gadis kecil yang masih berada di bawah pengawasan ayahku. Aku belum pantas menjadi ibu dan tidak pernah memimpikannya. Aku hanya ingin mencoba kekuatan mantra pemberian Resi Durwasa. Kembalilah ke
kahyangan dan maafkanlah ketololanku.” Tetapi Batara Surya tak bisa kembali ke kahyangan karena kekuatan gaib mantra itu menahannya. Melihat itu,
Kunti sangat cemas kalau-kalau ia hamil padahal belum menikah. Ia takut dihina oleh seluruh dunia. Batara Surya menghibur dan meyakinkannya, “Tak se–orang pun akan menghinamu, karena setelah melahirkan anakku engkau akan kembali menjadi perawan suci.”
Maka, karena karunia dan kesaktian Dewa Matahari yang memancarkan cahaya pemberi kehidupan ke seluruh muka bumi, Dewi Kunti pun mengandung. Berkat kesaktian sang Dewa juga, maka begitu mengandung seketika itu juga ia melahirkan anaknya — tidak seperti umumnya
manusia biasa yang dikandung selama kurang lebih sembilan bulan. Anak itu dinamakan Karna karena dilahirkan
melalui telinga.
Karna terlahir lengkap dengan seperangkat senjata perang yang suci dan hiasan telinga yang indah berkilau seperti matahari. Kelak Karna menjadi senapati perang yang mahasakti.
Meski kesuciannya tak ternoda, Dewi Kunti merasa bingung, tak tahu apa yang harus dilakukannya dengan bayinya. Untuk menghindarkan segala kutuk dan malu, bayi itu dimasukkannya ke dalam sebuah kotak yang
tertutup rapat lalu dihanyutkannya di sungai.
Dalam kisah tersebut menunjukkan betapa kejinya perbuatan Dewi Kunti yang menelantarkan bayinya. Padahal bayi itu sebuah anugerah yang diberikan untuk Dewi Kunti. Hal ini tentu saja bisa dijadikan sebagai pelajaran hidup bagi kita bahwa  janganlah menelantarkan bayi karena bagaimanapun itu sebuah anugerah dari Tuhan, dan menjadi tanggungjawab kita. Tentunya hal ini juga seringkali terjadi pada perempuan-perempuan yang memiliki bayi namun dengan teganya membuang bayi tersebut dengan alasan malu karena hamil di luar nikah. 
 
Dalam Novel Mahabharata karangan Nyoman S.Pendit tentunya banyak sekali pelajaran hidup yang dapat dijadikan sebagai cerminan hidup untuk seseorang yang mengarah ke lebih baik. Epos ini dengan jelas menggambarkan bahwa manusia yang berbudi luhur juga memiliki kelemahan, sementara yang berwatak buruk juga memiliki sisi baik. Tidak ada manusia yang sempurna.
Bagikan Artikel Ini