Opini Publik : Teori Feminisme dalam Memecahkan Masalah Sosial di Indonesia

Jakarta, 5 Mei 2025 – Dalam beberapa tahun terakhir, opini publik di Indonesia menunjukkan pergeseran penting terkait isu-isu kesetaraan gender, kekerasan terhadap perempuan, serta peran perempuan dalam pembangunan. Pandangan masyarakat semakin terbuka terhadap pendekatan feminisme sebagai salah satu solusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang kompleks di tanah air.

Perubahan ini tak lepas dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keadilan gender. Berbagai kampanye di media sosial, aksi solidaritas terhadap korban kekerasan seksual, serta dorongan terhadap regulasi seperti UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi bukti bahwa suara publik telah menjadi kekuatan besar dalam mendorong kebijakan yang lebih adil.

Teori feminisme, yang selama ini kerap disalahpahami, menawarkan pendekatan kritis terhadap struktur sosial yang timpang. Dalam konteks Indonesia, feminisme menyoroti bagaimana ketidaksetaraan gender tidak hanya berdampak pada perempuan, tetapi juga pada pembangunan nasional secara keseluruhan. Ketika separuh dari populasi mengalami diskriminasi, maka potensi bangsa turut terhambat.

“Feminisme bukan soal melawan laki-laki, tapi soal menghapus sistem yang tidak adil bagi siapa pun. Saat perempuan mendapat haknya, semua mendapat manfaat,” ujar Dr. Intan Pertiwi, dosen kajian gender Universitas Indonesia.

Masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, dan keterbatasan akses pendidikan banyak bersinggungan dengan isu gender. Misalnya, data menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan terhadap kemiskinan dan seringkali menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga maupun di tempat kerja. Dalam hal ini, teori feminisme memberi landasan untuk memahami bahwa penyelesaian masalah sosial perlu menyasar akar ketidaksetaraan struktural.

Meski demikian, penerimaan masyarakat terhadap feminisme masih terpolarisasi. Sebagian masih menganggap feminisme sebagai ancaman terhadap nilai budaya dan agama. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang kontekstual dan komunikatif agar nilai-nilai feminisme dapat diterima sebagai bagian dari perjuangan keadilan sosial yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

“Indonesia punya sejarah panjang perempuan hebat seperti Kartini, Cut Nyak Dien, dan Dewi Sartika. Feminisme Nusantara sudah ada sejak dulu dalam semangat mereka,” tambah Dr. Intan.

Ketika opini publik mendukung gerakan kesetaraan dan feminisme diterjemahkan dalam kebijakan publik yang responsif gender, maka akan lahir solusi yang menyentuh akar permasalahan sosial di Indonesia. Kuncinya adalah kolaborasi—antara negara, masyarakat, dan akademisi—untuk membangun sistem yang adil dan inklusif bagi semua warga negara.

Penulis : siti nurlela

Angga Rosidin S.IP.,M.AP

Zakaria Habib Al Razi’e S.IP.,Sos

Bagikan Artikel Ini