Beranda » Krisis Identitas Mampu Memicu Perasaan Insecure pada Remaja

Krisis Identitas Mampu Memicu Perasaan Insecure pada Remaja

Apakah kamu pernah mendengar kalimat “mengenal dan mengerti diri sendiri akan lebih sulit daripada memahami orang lain?” Menurut saya pribadi, kalimat tersebut sangatlah tepat. Karena kita kerap kali mampu menilai pribadi seseorang, menoleransi perbuatan tidak menyenangkan dari orang lain, dan menghargai pencapaian seseorang. Tetapi tidak pada diri sendiri, bahkan kita kerap kali merendahkan diri sendiri terhadap hal-hal yang terjadi di luar kuasa kita. Hal itulah yang dinamakan dengan krisis identitas.
Mengenal Krisis Indentitas
Istilah krisis identitas (identity crisis) mulai dipopulerkan oleh seorang psikoanalis sekaligus psikolog perkembangan bernama Erik Erikson. Menurut Erikson, krisis identitas adalah waktu menganalisis dan mengeksplorasi dalam melihat diri dari cara yang berbeda (Cherry, 2016), yang mana pada masa eksplorasi ini seseorang melihat perspektif lain selain sudut pandangnya.
Lahirnya teori mengenai krisis identitas ini didasari oleh kepercayaan Erikson bahwa krisis identitas merupakan masalah kepribadian yang sering dihadapi banyak orang dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, krisis identitas sebenarnya dapat dirasakan oleh semua orang. Krisis identitas dapat dimulai pertama kali pada masa remaja. Karena pada masa remaja, seseorang mulai menghadapi tantangan dan mengalami peristiwa-peristiwa baru dalam hidupnya serta sudah mulai merasa sadar bahwa dirinya merupakan bagian dalam sistem kehidupan sosial.
Sejatinya banyak hal yang mampu memicu krisis identitas pada diri remaja. Akan tetapi, mayoritas penyebab krisis identitas muncul itu didalangi oleh tekanan hidup. Tekanan hidup tersebut berupa kehilangan sosok yang dicintai, permasalahan akademik, peristiwa traumatik, dan berbagai permasalahan hidup lainnya. Krisis identitas bukan penyakit seperti flu atau migrain yang memiliki karakteristik dan gejalanya sendiri. Namun, ada beberapa hal yang dapat dijadikan petunjuk utama mengenai krisis identitas pada remaja, diantaranya mulai sering menanyakan kepada diri sendiri tentang siapa sosok kita sebenarnya dan selalu dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan yang mana pertanyaan-pertanyaan ini mampu mengubah cara kita melihat diri sendiri. Terdapat beberapa dampak yang dapat ditimbulkan oleh krisis identitas yakni perasaan cemas yang berlebihan tanpa alasan yang jelas, menjadi pribadi yang berbeda jika sedang bersama orang lain, dan tidak pernah merasa cukup terhadap sesuatu.
Selain Erikson, ahli lain yakni James Marcia memperluas konsep krisis identitas dengan memberikan empat fase selama pencarian identitas diri ini. Namun, perlu digaris bawahi bahwa keempat fase ini tidak diasumsikan bahwa setiap remaja akan selalu dan pasti melewati setiap tahapannya. Terkadang ada remaja yang hanya melewati satu atau dua fase karena evaluasi dan pemahaman yang terjadi.
  • Diffusion, terjadi di masa remaja mulai merasa tidak perlu terhadap keterikatan dan identitas apapun di dalam hidupnya
  • Forclosure, ketika ada rasa yakin sehingga remaja tidak ingin mengeksplorasi lebih jauh identitas lainnya
  • Morotarium, remaja mulai mencoba mengambil langkah mencari identitas dir tapi belum menentukkan dan mengetahui hal apa yang sebenarnya diinginkan
  • Achievement, ketika remaja sudah berani bereksplorasi dan mengetahui keinginan dan kemampuan dirinya sendiri
Hubungan Krisis Identitas dan Perasaan Insecure
Melihat diri dengan cara pandang baru yang dialami oleh para remaja kerap kali secara tidak sadar mampu memicu perasaan insecure, hal ini dapat dikatakan sebagai perasaan insecure akibat krisis identitas. Berdiri di lubang yang baru, memakai sepatu yang tak pernah dipakai sebelumnya tentu akan membuat kita merasa tidak nyaman dan tidak aman. Disaat kita sedang terombang-ambing di lautan yang baru, tidak tahu harus berbuat apa, memikirkan cara untuk bisa tetap hidup ditempat yang bahkan tidak pernah kita ketahui tetapi seakan-akan dunia yang lain baik-baik saja, bergerak begitu cepat, melihat yang lain berhasil dan tinggallah sisa seorang diri dalam kegagalan. Jika bisa digambarkan, mungkin itulah rasa bingung yang meronta-ronta di hati banyak remaja. Rasa takut yang menyelimuti diri mulai bergerak untuk memberikan batas kepada yang lain, menarik diri sendiri karena merasa tidak pantas bersanding dengan yang lain dan menyalahkan keadaan, padahal yang seharusnya perlu kita lakukan adalah cepat-cepat tersadar bahwa sebenarnya ini bukanlah kita karena kita bukanlah sosok yang kalah dengan keadaan atau malah menyalahkan keadaan. Kita adalah sosok yang selalu mempunyai solusi di setiap perubahan dan masalah yang ada dan butuh waktu untuk mencari solusi adalah hal yang wajar, tidak perlu terburu-buru tetapi tetap berusaha mencari jalan keluar. Apabila selama mencari jalan keluar dari labirin kita tersesat, itu bukan masalah besar kan? Jadi, perlahan tetapi pasti keluar dari labirin dan menemukan jati diri adalah tujuan dari semua proses yang kita lalui.
Perasaan Insecure
Menurut Abraham Maslow, insecure adalah suatu keadaan di mana seseorang yang merasa tidak aman, menganggap dunia sebagai sebuah hutan yang mengancam dan kebanyakan manusia berbahaya dan egois. Perasaan insecure ini muncul karena kurang penghargaan terhadap diri sendiri, seseorang merasa tidak puas dan tidak yakin oleh kemampuan dirinya. Hal ini pun memiliki dampak yang cukup besar seperti mudah memiliki permasalahan dengan sosial, merasa takut untuk melangkah ke hal yang baru, dan dampak lainnya yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah yang sekiranya dapat dilakukan untuk keluar dari perasaan insecure dan memperoleh energi positif diantaranya, mulai mengenali dan mencintai diri sendiri, membuat jurnal bulanan, dan memberikan afirmasi kepada diri sendiri.
Bagikan Artikel Ini