Beranda » Isu Climate Changes dalam Sektor Agriculture

Isu Climate Changes dalam Sektor Agriculture

Oleh : Kayla Miradiani

Mahasiswi Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang 

Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti course kegiatan Kredensial Mikro Mahasiswa Indonesia. Course yang bertemakan Building Sustainable Agriculture Ecosystem Through Technology and Innovation merupakan kolaborasi antara IPB University x TaniHub Group.

Dalam course tersebut ada hal yang menarik perhatian saya mengenai dunia pertanian, yaitu climate changes issue. Begitu saya mendengar isu tersebut, yang terlintas dalam pikiran saya adalah seberapa berpengaruh perubahan iklim terhadap kegiatan pertanian. Menurut saya, kegiatan pertanian akan tetap berjalan lancar walaupun iklim berubah, tetapi saya harus membuang jauh pikiran tersebut dan merubah mindset saya mengenai isu perubahan iklim.

Perubahan iklim merupakan isu global yang menyita perhatian dunia. Perubahan iklim kini menjadi masalah terbesar dalam kebijakan publik (Boateng & Boateng, 2015). Tidak hanya berpengaruh dalam social-economic, secara ilmiah perubahan iklim diartikan sebagai perubahan sifat statistik dari sistem iklim (Francis, 2014).

Isu perubahan iklim cukup berdampak pada semua sektor kegiatan. Salah satunya berkaitan dengan ketersediaan pangan dalam negeri. Aktor penting dalam ketahanan pangan adalah petani. Apakah petani mampu beradaptasi dengan keadaan alam yang tidak dapat dikendalikan?, dibutuhkan suatu pemahaman khusus dan holistik untuk mengedukasi petani.

Perubahan iklim ternyata berdampak besar pada kegiatan pertanian. “Beberapa dampak dari perubahan iklim adalah penentuan komoditas tanam, waktu tanam berhubungan dengan kalender tanam, musim yang tidak teratur berkaitan dengan ketersediaan air, praktik pertanian konvensional yang masih dijalankan dan degradasi lahan berhubungan dengan kehilangan biodiversitas,” ujar Andi Bachtiar selaku Tim TaniHub Group.

Tanpa disadari, ternyata petani juga ikut berkontribusi dalam perubahan iklim.

“Isu global climate changes, dimana petani kita secara tidak langsung berkontribusi dalam perubahan lingkungan, cara budidaya, logistik, distribusi produk yang cukup jauh menimbulkan carbon food print,” lanjut Andi Bachtiar.

Fakta lapangan yang ada memberikan jawaban yang jelas, aktor utama dalam stabilitas pangan masih bersifat konvensional. Input pertanian kurang diperhatikan akan berdampak pada perubahan iklim secara cepat maupun lambat. Untuk meningkatkan produktivitas hasil, penggunaan input pertanian berbeda jauh dengan kesesuaian takaran. Tanpa disadari input yang demikian akan menyumbangan gas emisi yang memicu perubahan iklim secara berkelanjutan.

Padi sebagai bahan pangan pokok dalam produksinya harus mulai diusahakan secara ramah lingkungan. Lebih dari 90% padi tumbuh di lahan basah, membutuhkan banyak air, yang ternyata lingkungan tumbuh tersebut berkontribusi 11% dari emisi metana annual setara dengan 1-2 % emisi gas rumah kaca annual dunia.

Lalu, pendekatan apa yang dapat dilakukan untuk menghadapi perubahan iklim?

Smart climate agriculture” dapat dilakukan dengan usaha konservasi tanah, efisiensi penggunaan air, penentuan kalender tanam kaitannya dengan produktivitas hasil, dan improve knowledge petani. Pendekatan yang demikian dapat dilakukan secara konvensional, tepat guna, mudah, murah baik secara individu atau kelompok”, ungkap Andi Bachtiar.

Sejalan dengan pendapat tersebut, saya selaku mahasiswa yang concern di bidang pertanian, mengungkapkan hal yang sama bahwa untuk menghadapi isu perubahan iklim dapat dimulai dengan merubah kebiasaan kecil yang masih bersifat konvensional, yang nantinya diharapkan petani akan lebih mudah dalam menerapkan usaha yang ada. Jika petani dituntut untuk menghadapi suatu masalah dengan inovasi dan teknologi yang kekinian, saya rasa petani akan merasa kesulitan.

Dari praktik-praktik pertanian yang sudah diterapkan, kita sebagai mahasiswa pertanian bisa memberikan ide untuk memodifikasi dari praktik konvensional yang tidak ramah lingkungan menjadi praktik konvensional yang lebih ramah lingkungan, sehingga dalam rangka menghadapi perubahan iklim, petani bisa bertahan dengan konsep-konsep yang ada tanpa harus berpindah haluan untuk mempelajari teknologi baru yang mungkin saja sulit untuk diterapkan.

Bagikan Artikel Ini