Beranda » Integrasi Nilai Harmoni Sosial dalam Pendidikan Agama

Integrasi Nilai Harmoni Sosial dalam Pendidikan Agama

Oleh : Musab Ibnu Taimiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Konflik adalah gejala sosial yang pasti akan hadir dalam setiap kehidupan karena konflik bersifat inheren. Artinya, konflik akan senantiasa ada di mana saja, kapan saja, dan dalam setiap ruang dan waktu.  Secara umum, istilah konflik sosial mengandung suatu rangkaian fenomena pertentangan dan pertikaian antar pribadi melalui dari konflik kelas sampai pada pertentangan dan peperangan internasional.

Konflik adalah percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Sedangkan konflik sosial adalah pertentangan antar anggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh di kehidupan.

Rasanya media massa dipenuhi oleh berita konflik antar agama di Papua. Dari kabar yang beredar, konflik tersebut dimulai dengan tuntutan Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) untuk membongkar menara Masjid Al-Aqsha Sentani. Alasan dibalik tuntutan PGGJ adalah menara Masjid Al-Aqsha Sentani yang dibangun terlalu tinggi dari bangunan-bangunan lain di sekitarnya sehingga dikhawatirkan menghalangi pemandangan dan membuat gereja disampingnya tampak terhempit.

Menanggapi tuntutan masyarakat Papua, Kementerian Agama ikut angkat bicara dan turun tangan. Menag menyatakan, “Selesaikan dengan musyawarah. Kami mendukung penuh langkah-langkah pemuka agama, tokoh masyarakat, dan Pemda yang akan melakukan musyawarah antar mereka. Ia juga menghimbau Kakanwil dan Kakankemenag untuk terus proaktif dalam memantau kasus pembangunan menara dan penuntutan PGGJ di tahun 2018 tersebut.

Harmoni sosial adalah kondisi dimana individu hidup sejalan dan serasi dengan tujuan masyarakatnya. Harmoni sosial juga terjadi dalam masyarakat yang ditandai dengan solidaritas.

Salah satu pranata sosial yang paling berpengaruh dalam menjaga harmoni sosial adalah lembaga hukum. Lembaga hukum berfungsi untuk mengontrol dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan bermasyarakat. Hierarki sosial berupa ras, suku bangsa, maupun kekayaan dan kekuasaan tidak ada dalam konsep kesetaraan. Semua individu dianggap dan diperlakukan sama sehingga tidak ada perlakukan khusus terhadap pihak-pihak tertentu yang dapat memperlebar jurang perbedaan antar masyarakat dan menghambat terjadinya harmoni sosial.

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.”

Fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak, kepribadian, agar peserta didik menjadi pribadi yang bermartabat. Misalnya melalui pendidikan kewarganegaraan kita bisa mempelajari dan menjadi warga negara yg baik. Melalui Pendidikan Agama bisa menambah iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Serta menaati semua perintahnya dan menjauhi larangan nya.

Pendidikan agama merupakan cara paling efektif untuk menananmkan nilai harmoni sosial di masyarakat karena pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berkhlak mulia, dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan intern dan antar umat beragama.” Pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai landasan etika dan moral dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. pendidikan agama mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat diantara sesama pemeluk agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain. Pendidikan agama membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap dan berperilaku jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya diri, kompetitif, kooperatif, tulus, dan bertanggung jawab.

Fungsi social Agama

                  Fungsi yang pertama, berfungsi Sebagai Social Control Para penganut agama akan terikat batinnya pada ajaran agama yang dipeluknya, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Oleh penganutnya, ajaran agama tersebut dianggap sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok. Fungsi yang kedua, berfungsi Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas Sosial Maksudnya kita sebagai penganut agama akan merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan iman dan kepercayaan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 10 yang artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

Dikutip dari ceramahnya Dr. Zakir Naik, Ada seseorang bertanya knp manusia butuh Agama? Untuk menjawab pertanyaan itu Dr. Zakir Naik menuturkan Agama menurut kamus Oxford berarti sebuah kepercayaan pada kendali di luar kekuasaan manusia sebuah tuhan pribadi atau tuhan-tuhan yang patut disembah. Dalam Islam, kata Arabnya adalah “diin”.”Diin” dalam Islam berarti “jalan hidup”. Dan kamu (orang yang bertanya) kepadaku, kenapa kau membutuhkan Agama? Agama berarti percaya pada Tuhan. Jadi kenapa kita harus memahami Tuhan? Alasannya adalah brother, ketika kau mendapatkan sebuah mesin yang rumit, bersamaan dengannya ada buku panduannya. Lalu Dr. Zakir Naik bertanya kenapa kau butuh buku panduan itu? Untuk mengerti. Jadi, Manusia itu ibarat mesin bahkan mesin paling rumit sedunia dan manusia membutuhkan pedoman untuk menuntunnya yaitu Agama dan kitab sucinya

Bagaimana membangun harmoni social melalui penddikan Agama? Proses pengembangan pendidikan harmoni dimulai dengan mendasarkan pada pengembangan kedamaian batin dalam pikiran dan hati individu, aktif mencari kebenaran, pengetahuan dan pemahaman masing-masing dalam beragam budaya, kemudian dikembangkan apresiasi terhadap nilai-nilai umum bersama untuk mencapai kesepahaman yang lebih baik. Setelah hal tersebut, maka dikembangkan belajar hidup bersama dalam damai dan harmoni dengan mengutamakan kualitas hubungan (relasi) antar individu dalam komunitas yang diserasikan dengan lingkungan kehidupannya (lingkup sosial budaya).Apakah pendidikan yang dikembangkan oleh umat Islam sudah memenuhi fungsi dan sasarannya? Menurut Kuntowijoyo bahwa pendidikan agama saat ini sebagaimana pendidikan lainnya secara empirik belum mempunyai kekuatan yang berarti karena pengaruhnya masih kalah dengan kekuatan-kekuatan bisnis maupun politik. Disinyalir, bahwa pusat-pusat kebudayaan sekarang ini  bukan berada di dunia akademis, melainkan di dunia bisnis dan politik. Dalam setting seperti ini lembaga pendidikan Islam terancam oleh subordinasi.

Pesan-pesan materi pendidikan agama hendaknya mencerminkan sifat toleran, inklusif, dan humanis. Karena pendidikan agama adalah upaya menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agamanya melalui kegiatan bimbingan dan pengajaran secara berkesinambungan, maka antara guru dan buku ajar sebagai elemen proses pembelajaran secara bersamaan harus diperhatikan. Reorientasi pendidikan agama di atas sudah saatnya dimulai dari TK hingga SLTA dengan me-review kurikulum kita yang selama ini dianggap kurang memenuhi syarat sebagai kurikulum yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan dan agama damai (kerukunan)

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan harmonisme umat beragama di Indonesia adalah: pertama, pendidikan agama harus mampu membentuk watak siswa, bahwa agama merupakan kebutuhan ruhani bagi penciptaan kerukunan dan kedamaian, pemupuk persaudaraan dan ketenteraman sesuai dengan missinya. Atau dengan kata lain, perlu ada reorientasi pendidikan agama yang berwawasan kemanusiaan universal dan keramahan (rahmatan lil ‘alamain). Kedua, upaya peningkatan kualitas pendidikan pada masing-masing umat. Pendidikan dimaksud adalah pendidikan humanis yang melahirkan akhlak karimah dengan indikator: adanya sikap jujur, toleran, dan cinta-kasih antarsesama. Bukan pendidikan eksklusif yang melahirkan manusia-manusia keras dan absolut.

Bagikan Artikel Ini