Beranda » Hukum Memberi Ucapan Selamat Hari Natal Menurut Islam

Hukum Memberi Ucapan Selamat Hari Natal Menurut Islam

Kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam agama dengan kepercayaan yang berbeda-beda, hal ini seringkali terjadi permasalahan tentang bagaimana hukum seseorang jika memberi ucapan selamat kepada teman, tetangga, bahkan kerabat kita sendiri yang tengah merayakan hari besarnya, mungkin karena sebagian dari kita khawatir takut hukum mengucapkannya akan menyimpang pada syariat agama.
Sementara itu juga saat ini kita tahu, umat nasrani (kristiani) sedang merayakan hari raya besarnya, namun apakah kalian tahu bagaimana hukum memberi ucapan “selamat hari natal” dalam agama islam?
Nah, pada berikut ini bisa kita simak penjelasan tentang bagaimana hukum memberi ucapan selamat kepada agama-agama lain terlebih saat ini jika teman, tetangga, atau kerabat tengah merayakan hari raya natal.
Melansir dari NU or.id. dan Muhammadiyah.or.id terdapat beberapa persamaan mengenai pendapatnya, disini pula para ulama membagi menjadi dua kelompok pendapat, ada kelompok ulama yang memperbolehkan dan ada juga kelompok ulama yang mengharamkan. hal tersebut bisa kita perhatikan karena perbedaan ijtihad, maksudnya perbedaan memahami para ulama dalam mencari hukum pada kitab Allah (Al dan hadistnya.
berikut ini kita cermati penjelasan mengenai perbedaan pendapat para ulama :
Kelompok ulama yang memperbolehkan
Untuk kelompok ulama yang memperbolehkan ini dengan merujuk pada dalil ayat 8 al qur’an surat al-mumtahanah, yang berbunyi :
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.
Ulama yang merujuk pada ayat diatas ini mengatakan bahawasanya mengucapkan selamat hari natal pada teman, tetangga, kerabat dan lain-lain merupakan perbuatan baik, karena tidak ada larangan, jika orang-orang yang beragama lain tidak memerangi (berbuat tidak baik) pada agama kita sendiri, seperti mengajak perang.
Selanjutnya, terdapat salah satu dari hadist Nabi juga yang memperbolehkan untuk mengucapkan selamat hari natal, hadist ini dirawayatkan oleh Anas bin Malik yang berbunyi :
“Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi Muhammad, kemudian ia sakit. Maka, Nabi mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: ‘Masuk Islam-lah!’ Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata: ‘Taatilah Abul Qasim (Nabi Muhammad).’ Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi keluar seraya bersabda: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.”
Dalam hadist ini dimaknai juga bahwa Nabi Muhammad menunjukkan suatu perbuatan baik kepada umat yang beragama lain.
Kelompok ulama yang mengharamkan
Sedangkan pada kelompok ulama yang mengharamkan dalam memberi ucapan, selamat hari natal ini merujuk pada al qur’an ayat 72 surah al-furqon,
وَٱلَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا۟ بِٱللَّغْوِ مَرُّوا۟ كِرَامًا
Artinya : “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Pada kelompok ulama ini menafsirkan mengenai ayat ini bahwasannya orang-orang yang memberikan kesaksian palsu tidak akan mendapatkan derajat tinggi di surga nanti,
Dalam hal ini pula bisa kita perhatikan orang yang mengucapkan selamat hari natal dianggap sebagai memberikan berita saksi palsu.
Namun menurut pandangan Muhamadiyah yang dilansir dari Muhammadiyah.or.id, pada majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah yang dibahas oleh Wawan Gunawan Abdul Wahid sebagai pembicara, pada rabu(22/12/2021), menurut Wawan ada ulama yang membolehkan untuk mengucapkan selamat hari natal karena dasar hukum mengikuti prosesi natal bagi mereka memang boleh. Ada pula ulama yang lebih memilih berhati-hati.
Adanya muncul perbedaan pandangan hukum ini terjadi beberapa sebab, bisa kita lihat dari penempatan persoalan tertentu apakah mengucapkan selamat hari natal itu bagian dari keseharian kita atau muamalah, atau apakah kita menempatkannya sebagai suatu akidah.
Sementara dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Suara Muhammadiyah no 5 tahun 2020 disebutkan kebolehan membantu atasan di kantor dalam perayaan natal seperti penyediaan kursi, ornament, dan lain-lain. dalam hal ini bisa kita lihat mengenai penjelasan Wawan yang menyimpulkan bahwa hukum mengucapkan hari natal termasuk aspek muamalah yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang menyertai kita.
Terlebih dari pendapat-pendapat yang telah dituturkan diatas tersebut dapat disimpulkan, mengucapkan atau tidak itu merupakan hak masing-masing orang lain, jangan sampai dengan adanya hal ini bisa menjadikkan kita untuk memaksakan seseorang untuk mengikuti pendapat kita sendiri, dikarenakan sifatnya ini ijtihadi, maka hukum mengucapkan hari raya ini tidak menuntut kemutlakan boleh atau haram dan juga karena sifat ijtihadi ini jangan sampai kita mengklaim bahwa pendapat kita yang paling benar sedangkan pendapat lainnya salah, ada baiknya jika kita besikap untuk saling toleransi, menghargai, menghormati keputusan mereka tanpa harus memaksakkan kehendanya.
Demikian penjelasan mengenai hukum mengucapkan selamat hari natal dalam pandangan islam, semoga dengan adanya tulisan ini bisa memberikan sedikit manfaat bagi para pembaca.
Bagikan Artikel Ini