Beranda » Hegemoni pada Novel Entrok Karya Okky Madasari

Hegemoni pada Novel Entrok Karya Okky Madasari

Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Gambaran kehidupan masyarakat seringkali disampaikan seorang pengarang melalui karya sastra yang meliputi kehidupan sosial, ekonomi, politik, juga budaya. Salah satunya yaitu pada Novel Entrok karya Okky Madasari.

Novel Entrok karya Okky Madasari merupakan novel berlatar Orde Baru yang secara terbuka mengangkat kehidupan masyarakat pada masa Orde Baru hingga peristiwa-peristiwa politik yang terjadi pada masa itu. Kekuasaan masa Orde Baru mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam aspek kehidupan, sehingga seringkali disalahgunakan oleh para pemegang kekuasaan.

Novel Entrok Karya Okky Madasari termasuk dalam kategori hegemoni merosot. Maksud dari hegemoni merosot adalah suatu kondisi hegemoni yang mengandung kontradiksi atau pertentangan. Kontradiksi tersebut mengakibatkan adanya pertentangan-pertentangan antara penguasa dengan pihak yang dikuasai.

Maksud dari pernyataan di atas adalah bahwa pihak yang dikuasai tidak sepenuhnya terhegemoni oleh pihak yang menguasai. Sehingga terjadi penolakan dari pihak yang dikuasai. Dengan kata lain, hegemoni yang dilakukan pihak penguasa ditentang dan tidak diterima sebagai bentuk persetujuan dari pihak yang dikuasai.

Okky Madasari mampu merepresentasikan hal-hal yang berkaitan dengan hegemoni pada masa Orde Baru melalui struktur yang terdapat dalam karyanya tersebut. Dengan wacana hegemoni merosot yang disusun sedemikian rupa oleh Okky Madasari, tampaknya wacana tersebut berhasil digambarkan dalam novel Entrok sehingga muatan wacana hegemoni merosot yang ada di dalamnya banyak sekali. Salah satunya yang terdapat pada kutipan di bawah ini.

“Ini tidak adil, Pak. Aku yang mengumpulkan semua harta ini. Kok bisa-bisanya dibagi dua begitu saja tanpa bertanya ke aku? Orang ini yang tidak pernah ngerti susahnya mengumpulkan barang dari sedikit. Enak sekali tiba-tiba dapat jatah yang sama dengan anakku. Apanya yang adil, Pak Lurah?” (Hal:195 ).

Dapat kita lihat, kutipan di atas menggambarkan suatu penolakan yang berdasarkan kategori hegemoni merosot yang diberikan oleh tokoh Marni. Hal yang melatarbelakangi gambaran tersebut karena tokoh Marni merasa bahwa dirinya mendapatkan diskriminasi yang dilakukan penguasa, yaitu tokoh Pak Lurah beserta jajarannya.

Dalam kutipan di atas, dapat kita lihat juga bahwa tokoh Pak Lurah dianggap semena-mena karena ingin mengambil alih harta milik tokoh Marni. Karena semua yang telah tokoh Marni miliki adalah hasil jerih payahnya sendiri dan tidak ada campur tangan orang lain di dalamnya, maka tokoh Marni melakukan suatu perlawanan yang berbentuk penolakan terhadap tokoh Pak Lurah.

Tidak cukup berhenti pada tokoh Marni. Di dalam novel itu juga, terdapat beberapa tokoh selain tokoh Marni yang merasakan hal-hal yang sama. Kemudian, pada akhirnya tokoh-tokoh yang merasakan suatu bentuk hegemoni itu melakukan upaya perlawanan dengan bentuk-bentuk penolakan yang dilakukannya, salah satunya adalah tokoh Pak Wagimun yang tergambar pada kutipan di bawah ini.

“…Buk! Sebuah pukulan mendarat di pipi Wagimun. “Kamu pikir aku mau pindah dari sini terus dapat harta lebih banyak. terus bisa hidup enak? Jangan sembarangan kowe kalau bicara!

Buk! Suara pukulan lagi. “Orang-orang seperti kowe ini yang membuatku terus susah!”

Buk! Lagi-lagi suara pukulan. Sekarang Wagimun setengah berteriak. “Orang-orang seperti sampeyan ini yang tidak tahu malu! Ngintil saja sama orang yang punya kuasa. Dijadikan lurah… dijadikan pemimpin… malah blas tidak memikirkan warganya… prek… lurah gombal…”

Perkelahian semakin menjadi. Sekarang dua orang yang datang bersama lurah itu ikut turun tangan. Mereka mengeroyok Wagimun.” (Hal: 219).

Semua terlihat jelas dalam kutipan di atas bahwa tokoh Pak Wagimun sedang merasakan diskriminasi yang dilakukan oleh penguasa tersebut. Penolakan yang

diberikan Pak Wagimun dilatarbelakangi oleh negara, melalui tentara yang ingin mengambil alih tanahnya untuk dijadikan waduk yang nantinya digunakan sebagai sarana irigasi bagi sawah-sawah di sekitar waduk. Akhirnya, dari apa yang dilakukan oleh tokoh Pak Wagimun pada kutipan di atas, tokoh tersebut melakukan upaya perlawanan yang berujung perkelahian antara dirinya dengan tentara yang ingin mengambil alih paksa tanah miliknya.Jika dilihat dari dua kutipan di atas, terlihat jelas bahwa novel Entrok karya Okky Madasari merupakan novel yang mengangkat wacana hegemoni. Wacana tersebut, dibuat Okky Madasari dengan sangat kompleks melalui tokoh dan peristiwa di dalamnya. Salah satunya adalah kutipan yang sudah dibahas tadi, dengan melibatkan tokoh Marni dan Pak Wagimun yang merasakan hegemoni dari pihak penguasa. Namun, hegemoni yang dilakukan oleh pihak penguasa sebetulnya tidak melulu membuat pihak yang dikuasai tidak bisa melakukan perlawanan. Pada novel tersebut, pihak yang dikuasai melakukan perlawanan yang berupa bentuk-bentuk penolakan.

Bagikan Artikel Ini