Beranda » Demokrasi yang Diidamkan Banyak Orang

Demokrasi yang Diidamkan Banyak Orang

Ilustrasi - foto istimewa Metro Kaltara

Indeks demokrasi kita turun setiap tahunnya, apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi? Banyaknya aksi demonstrasi bukan hanya menunjukkan bahwa demokrasi berjalan, tetapi juga menunjukkan bahwa rakyat sedang tidak baik-baik saja. Padahal, di situasi pandemi yang berbahaya ini sangat rentan untuk mengadakan demonstrasi, tetapi pada kenyataannya, masih banyak aksi demonstrasi yang menunjukkan bahwa adanya ketidakadilan.

Kita mengidamkan demokrasi dengan keadilan didalamnya. Equality before the law yang artinya semua warga negara diberikan akses yang sama untuk mengakses hukum. Banyak kita temui sekarang bahwa akses untuk hukum dipermudah hanya untuk kalangan elite dan pejabat. Keadaan itu tidak mencerminkan demokrasi yang seharusnya. Hukum harus bisa diakses oleh semua orang tanpa pandang bulu.

Itulah konsep dari equality before the law yang memberikan rasa keadilan. Kita juga bisa melihat transaksi gelap yang terjadi di badan KPK dengan ditangkapnya wakil ketua DPR akibat menyuap pegawai KPK. Dengan kita melihat ditangkapnya wakil ketua DPR, menunjukkan bahwa masih banyak transaksi gelap lainnya yang belum terdeteksi sampai sekarang. Transaksi gelap itu yang menciderai keadilan dan demokrasi. Kejujuran dan transparasi adalah satu kunci dalam demokrasi.

Dengan kejujuran ditambah dengan moral kejujuran yang tinggi, kasus korupsi bisa dicegah. Yang terjadi sekarang adalah orang-orang yang justru mendapatkan banyak gelar dari pendidikannya terjerat kasus korupsi. Itulah pentingnya pendidikan dilandasi dengan moralitas agar tidak terjerumus dalam godaan korupsi.

Demokrasi yang diidamkan banyak orang adalah keadilan dan tidak adanya transaksi gelap yang tidak menceminkan keadilan. Konsep demokrasi yang diidamkan banyak orang adalah terjadinya check and balance di dalam demokrasi yang berarti adanya oposisi sebagai pengkritik kebijakan pemerintah dari luar tubuh pemerintah. Bayangkan jika tidak adanya oposisi, pemerintah bisa menjadi otoriter atau bahkan totaliter karena tidak adanya kritik dari luar tubuh pemerintah dan dengan itu pemerintah bisa semena-mena dalam membuat kebijakan.

Jika ada yg berusaha menggabungkan oposisi ke dalam tubuh pemerintah berarti ia tak paham demokrasi. Demokrasi membutuhkan check and balance agar terjadinya keseimbangan di dalam pemerintah. Jika tidak terjadi keseimbangan, bisa akan terjadi penyelewengan kekuasaan atau bahkan abuse of power karena merasa tidak diawasi.

Menurut lord Acton, manusia mempunyai potensi untuk menyalahgunakan kekuasaannya, kekuasaan yang tidak terbatas akan membuat manusia mempergunakan kekuasaan tidak terbatas pula (power tends corrupt, absolute power tends absolutely). Kita bisa bayangkan negara Korea Utara yang totaliter, tidak ada yang berani mengkritik presiden karena terdapat hukuman yang berat dibaliknya. Kebebasan berpikir dibungkam, larangan mengenai kebebasan berpendapat, dan banyak larangan lainnya yang menciderai Hak Asasi Manusia padahal itu yang menjadi hak dasar manusia yang seharusnya dilindungi oleh negara.. Inilah yang menunjukkan abuse of power yang menggunakan kekuasaannya secara tidak terbatas sampai membuat kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat serta mengancam Hak Asasi Manusia.

Pasal 4 UU No. 29 Tahun 1999 tentang HAM menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”. Undang-Undang Dasar kita mengatur tentang Hak Asasi Manusia, namun dalam prakteknya, pelanggaran Hak Asasi Manusia masih terjadi di negara ini.

Demokrasi yang diidamkan banyak orang adalah Hak Asasi Manusia dilindungi oleh negara karena Hak Asasi Manusia melekat pada setiap individu manusia yang menjadi tugas negara untuk melindunginya sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar. Negara yang otoriter atau totaliter cenderung tidak melindungi Hak Asasi Manusia karena terdapat arogansi kekuasaan yang hanya mementingkan kepentingan kolektif atau individu maka pemerintah yang otoriter cenderung semena-mena ketika membuat undang-undang yang cenderung hanya menguntungkan elite politik daan cenderung menyengsarakan rakyat.

Pemerintah yang otoriter cenderung berperilaku represif terhadap warga negaranya dan Hak Asasi  Manusia  terancam karena tindakan represif tersebut. Perilaku represif tersebut menyebabkan ketakutan rakyat untuk melawan dan akhirnya hidup di dalam penderitaan. Inilah yang dihindari dari demokrasi yang sebenarnya. Demokrasi yang sebenarnya adalah keseimbangan trias politik antara legislatif, eksekutif, yudikatif sebagai tubuh dari pemerintahan yang demokratis. Dengan terjadinya keseimbangan akan mencegah abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) yang dapat menimbulkan kekuasaan yang otoriter.

Coba bayangkan kita hidup di tengah kekuasaan yang otoriter yang membatasi warganya untuk bertindak. Kita jadi takut untuk melakukan kritik terhadap pemerintah. Setiap kritik yang dilontarkan akan muncul teror atau bahkan penculikan jika kita hidup di pemerintahan yang otoriter. Pemerintahan soeharto sebagai contoh pemerintah yang anti kritik dan otoriter. Soeharto menjadi pemimpin yang bertahan lebih dari 30 tahun karena sistem yang salah yang telah dibentuk sebelumnya. Awalnya kita lihat soeharto mempromosikan Pancasila dan memperbaiki sistem Undang-Undang yang dibuat di periode Soekarno yaitu orde lama yang cenderung otoriter, tetapi selanjutnya pemerintaan soeharto semakin otoriter dengan mengontrol trias politik yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang didalamnya mayoritas pendukung soeharto.

Hasilnya adalah pemerintahan yang korup serta larangan untuk mengkritik. Puncaknya adalah tahun 1998 yaitu lengsernya soeharto dengan munculnya tagedi sebelumnya yaitu penembakan 3 mahasiswa trisakti yang menjadi pemicu kemarahan mahasiswa indonesia. Demo besar-besaran yang dilakukan mahasiswa menghasilkan reformasi yang kita rasakan saat ini. Banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi disaat aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa. Salah satu contohnya adalah penculikan mahasiswa yang sedang beraspirasi yang sampai sekarang belum terungkap pelakunya. Kita jangan sampai mengalami lagi masa kelam itu. Catatan buruk sejarah yang teringat jelas bangsa indonesia bahwa indonesia pernah mengalami masa demokrasi yang kelam dengan pemerintahan yang otoriter.

Cara kita mencegahnya adalah dengan kritis terhadap kebijakan pemerintah karena menjadi kunci untuk demokrasi. Sikap kritis itu bisa kita bangun dengan memperbanyak literasi buku dan memperbanyak diskusi mengenai keadaan politik yang sedang terjadi serta turut mengkritik kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Demokrasi yang kita idamkan adalah demokrasi yang melindungi HAM, asas-asas pancasila bisa diterapkan, dan juga hukum yang adil.

(***)

Bagikan Artikel Ini