Beranda » ‘Body Shaming’ Jadi Standar Kesempurnaan

‘Body Shaming’ Jadi Standar Kesempurnaan

Yaps, kalian pasti sering mendengar dan mungkin pernah ada di situasi ini secara langsung tentang fenomena istilah “Body Shaming” . Sore itu aku bertemu dengan wati. Dia teman kerjaku yang sudah lama tidak bertemu semenjak kita berbeda line di pekerjaan.

Kita bertemu ketika sedang berbaris untuk cekroll absensi pulang. Wati berbaris di beberapa selang antrian di belakangku dan saat itu aku tidak sengaja sedang menengok kebelakang dan kebetulan aku melihat wati. Aku menyapanya sambil melambaikan tangan sambil menyuruhnya menghampiriku,dan dia menghampiriku dan berbaris di depanku. Dari sana mulai percakapanku dengannya,

” Sekarang kerja di line berapa?” ucap wati dan aku menjawab

” Di line 13 jalan model interlook” jawabku,

dan aku bertanya kembali kepadanya

” Teh wati sekarang kerjanya ngapain? balik jadi ceking depan lagi? jalan apa linenya?” tanyaku

“Iya, biasa jalan revo” jawabnya

Selang beberapa detik kami diam sejenak lalu dia mulai mengajakku berbicara lagi

“Kok kamu sekarang gemuk sih ul? banyak jerawatnya juga lagi” ucapnya,

“Iya Nih gemuk banget ya memang? banyak juga yang bilang gitu soalnya. Kalo jerawatan biasalah efek stres kali ya hahaha” jawabku sambil tertawa,

“Cakepan dulu ul,biar kurus tapi cantik gak ada jerawatnya”balasnya,

Setelah itu kami melakukan cekroll pulang dan mulai berpisah jalan keluar gedung.

Beberapa bulan ini berat badanku memang naik 4-5 kg dari sebelumnya,dengan tinggi badan 160 cm kenaikan berat badanku ini tidak membuatku menjadi gemuk hanya saja terlihat lebih berisi. Sejujurnya tiap kali ada yang menyinggung tentang “Body Shaming” membuatku kerap kali menjadi tidak percaya diri. Sehingga kadang aku berfikir untuk melakukan upaya lebih untuk menurunkan berat badan dan melakukan perawatan intensif untuk wajahku.

Dampak diskriminasi “Body shaming” ini sangat aku rasakan ketika aku menjadi pemeran langsung diskriminasi “Body Shaming” ini, dan sangat berpengaruh sekali ke mental. Kepesatan fenomena diskriminasi ini harus dikendalikan dan dihentikan. Karena dapat membuat contoh negatif untuk generasi dan sangat berdampak buruk bagi penerima diskriminasi itu sendiri. Fenomena diskriminasi yang terjadi saat ini yang dianggap sepele dan tidak pedulikan dan terjadi secara berulang di masyarakat dan berkembang menjadi budaya.

Menurut saya, perbedaan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki seseorang adalah suatu bentuk anugerah dari Tuhan yang sepatutnya kita syukuri dan banggakan. Maraknya budaya fenomenal “Body Shaming” ini menjadikan segala bentuk perbedaan dari sisi kekurangan dan kelebihan seseorang sebagai pemicu pengejekan (Diskriminasi) yang seharusnya tidak menjadi pembeda antara satu dengan lainnya. Sikap saling menghargai dan menghormati harus dijunjung tinggi dalam hal ini,karena bagaimanapun pemberlakuan diskriminasi hanya akan memecah belah berbagai pihak. Dan di Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki keberagaman yang sangat kuat keberadaannya,jangan sampai kita terpecah belah hanya karena fenomena yang salah. Bhineka Tunggal Ika Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama.

Bagikan Artikel Ini