Author: Tatang Ruhiyat

Morfologi: Pengertian, Jenis, dan Proses Morfologi

Dalam ilmu lingusitik terdapat morfologi yang menelaah mengenai pembentukan kata, berikut adalah penjelasannya: Pengertian Morfologi merupakan bagian dari mikrolinguistik yang mempelajari tentang susunan dari kata atau pembentukan kata. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007: 5), secara etimologi istilah morfologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu gabungan dari kata morphe yang berarti ‘bentuk, dan ‘logos’ yang memiliki arti ilmu. Menurut Chaer (2008:3) berpendapat bahwa morfologi merupakan ilmu mengenai bentuk-bentuk kata dan pembentuknya. Objek kajian morfologi berfokus pada bentuk dari kata, semua satuan bahasa sebelum menjadi suatu kata Dalam pandangan morfologi satuan tebesarnya berupa kata, sedangkan satuan terkecilnya adalah morferm. Morfem sendiri memiliki arti satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna, dapat berupa akar dan berupa afiks. Perbedaan antara akar dan afisk adalah jika akar adalah dasar dalam pembentukan kata, memiliki makna leksikal. Berbeda dengan afiks yang hanya menjadi penyebab terjadinya makna gramatikal. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Charles F. Hockett (dalam Mulyanan, 2007:11) menyatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terdiri dari unsur-unsur yang memiliki makna dalam suatu bahasa. Untuk jenisnya sendiri, morfem dibagi menjadi dua bagian yaitu: Morferm Bebas Morfem bebas adalah jenis morfem yang tidak ada kaitannya dengan morfem yang lain dan dapat langsung digunakan penuturannya (Chaer, 2008:17). Morfem bebas bisa disebut juga morferm akar dengan alasan morferm yang menjadi bentuk dasar dalam pembentukan suatu kata. Contoh dari morfem bebas adalah rumah, makan, minum, pulang, dsb. Morferm Terikat Morfem jenis ini harus terlebih dahulu bergabung dengan morferm yang lain untuk digunakan dalam penuturannya. Morferm ini disebut juga dengan morfem afiks. Contoh dari morfem terikat adalah juang, gaul, henti, baur Proses Morfologi  Proses morfologi sering dikenal juga dengan istilah proses gramatikal atau morfemis. Menurut Chaer, (2003:117) menyatakan bahwa proses dari morfologi dapat dibentuk dengan alat pembentuk dari kata yaitu ada afiksasi, reduplikasi, serta pemajemukan) Afiksasi Afiksasi (affixation) bisa dikatakan juga sebagai proses imbuhan. Proses dari pengimbuha sendiri memiliki beberapa jenis dengan alasan tergantung pada letak dimana posisi afiks tersebut diletakan bisa di awal (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks) atau gabungan dari imbuhan (konfiks). Prefiks: adalah imbuhan yang terletak di awal kata dasar. Biasanya untuk prefiks menggunakan awalan atau imbuhan berupa ber, me-, per-, se-, di-, ke-, ter-. Contohnya adalah bermain, memakan, meminum, membayar, memancing, perpindahan, seminggu, diminum, kekasih, tertinggal, tertawa, termakan, dsb. Infiks: adalah jenis imbuhan yang terletak si tengah kata dasar. Biasanya untuk infiks menggunakan imbuhan berupa -em, -el, -in, dan er-. Contonya gemetar, seruling, kemuning, dsb. Sufiks: adalah jenis imbuhan yang terletak di akhir kata dasar. Biasanya menggunakan akhiran -an, -nya, -kan, -kah, -wan. Contoh perosotan, perumahan, memberinya, dermawan, wartawan, dsb. Konfiks: adalah jenis terakhir yang ada dalam afiksasi yang mana afiksasi jenis ini gabungan dari beberapa imbuhan. Contohnya perpustakaan, keterlibatan, kekayaan, kemsikinan, kemaslahatan, kemunduruan, kemajuan, dsb. Reduplikasi Menurut Suwaji (1981:100) reduplikasi merupakan proses pembentukan suatu kata dengan cara mengulang kembali bentuk dasar dari kata tersebut. Hasil dari reduplikasi ini adalah mendatangkan makna baru, biasanya makna yang dihasilkan dari proses reduplikasi bisa berbentuk jamak ataupun penegasan. Contohnya laki-laki, buah-buahan, kura-kura, lumba-lumba, teka-teki, bolak-balik, hiruk pikuk, kata-kata, kenang-kenangan, sayur-sayuran, dsb. Pemajemukan Menurut Samsuri (1987:199) pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan dua morfem atau lebih. Pemajemukan ini bertujuan untuk menimbulkan suatu kata yang baru, hal ini sesuai degan pendapat dari M. Ramlan (1985: 69) yang menyatakan bahwa pemajemukan merupakan suatu proses pembentukan kata melalui penggabungan dua kata yang menimbulkan stuatu kata baru. Contoh dari pemajemukan yaitu darah tinggi, cara kerja, mata hati, mata batin, tulang rusuk, rumah sakit, rumah dinas, meja hijau, dsb.

Drama: Unsur-Unsur Pemeranan Dalam Drama

Drama adalah karya sastra yang bisa menjadi seni pertunjukan ketika dipentaskan. Dalam drama, terdapat beberapa keunikan tersendiri salah satunya adanya pemeran salam drama. Kali ini saya akan memaparkan mengenai unur-unsur yang ada dalam pemeranan. Nah sebenarnya apa itu pemeranan? Pemeranan adalah keterampilan atau kemampuan seseorang untuk berperilaku, bertindak sesuai dengan tokoh yang diperankan baik itu watknya, gerak-geriknya, mimik wajah dan melakukan semua unsur tadi dengan baik. Terdapat 8 unsur dalam pemeranan drama yaitu: Lakon Unsur pertama dalam seni peran adalah lakon, cerita, atau naskah yang akan ditampilkan. Lakon ini adalah nyawa dalam seni pertunjukan. Umumnya, lakon berisi cerita dengan konflik tertentu, baik itu konflik antar tokoh dengan tokoh lainnya, tokoh dengan lingkungannya, atau pertentangan tokoh dengan keyakinan dan hati nuraninya. Seorang aktor atau aktris akan dipilih sesuai dengan karakter tokoh yang akan diperankannya. Pemilihan itu haruslah tepat, jangan sampai aktingnya berlebihan (over acting) atau malah kurang ekspresif (under acting). Unsur Perwatakan Unsur yang menentukan berhasil tidaknya pertunjukan yang ditampilkan. Perwatakan ini bersumber dari lakon yang disusun sebagai ruh dari pentas tersebut. Kedudukan tokoh dalam pemeranan terbagi dalam sejumlah kategori yang mencakup protagonis (tokoh utama), antagonis (lawan tokoh utama), deutragonis (tokoh yang berpihak protagonis), foil (tokoh yang berpihak pada antagonis), confident (tokoh pengutaraan bagi protagonis), raisonneur (tokoh sudut pandang penonton), dan utility (tokoh pembantu). Unsur Tubuh Unsur tubuh dalam pemeranan berarti bahwa anggota badan aktor atau aktris harus prima dalam menampilkan tokoh yang ia perankan. Setiap tokoh dalam lakon memiliki karakteristik sendiri-sendiri, maka aktor atau aktris harus menyesuaikan tubuhnya agar seirama dengan penokohan dalam pertunjukan tersebut. Untuk memperoleh kemampuan tubuh yang prima, seorang aktor atau aktris harus mengolah tubuhnya secara maksimal, baik itu melalui olahraga kelenturan, meditasi, berlatih di sasana kebugaran, dan lain sebagainya. Unsur Suara Suara yang dikeluarkan mulut dan hidung melalui rongga dan pita suara adalah unsur penting untuk menyampaikan pesan lakon yang dipentaskan. Aktor atau aktris tertentu harus disesuaikan posisinya dengan suara yang bisa mereka hasilkan. Tujuannya adalah agar terjadi kesesuaian antara suara tokoh cerita dan keberhasilan penyampaian pesan dari lakon tersebut. Unsur Penghayatan Unsur penghayatan dalam seni akting harus benar-benar diperhatikan. Hal ini dikarenakan setiap aktor atau aktris akan berbeda kesannya ketika membawakan peran sebagai tokoh tertentu. Di sisi lain, terdapat unsur penjiwaan yang secara natural sesuai dengan aktor tertentu dan ada juga yang tidak. Unsur penghayatan ini tergantung pada jam terbang dan kualitas olah rasa masing-masing aktor atau aktris terhadap tokoh yang akan dipentaskan. Unsur Kostum Kostum dalam seni peran adalah semua perlengkapan yang menempel, melekat, mendandani, atau memperindah aktor atau aktris agar sesuai dengan tokoh yang diperankan. Dalam pemeranan, kostum ini meliputi periasan, busana, aksesori, dan lain sebagainya. Contohnya adalah baju satpam, pakaian anak sekolah, polisi, hansip, dan lain sebagainya. Unsur Properti Properti adalah semua peralatan yang digunakan dalam pemeranan, baik itu yang dikenakan (yang melekat pada) aktor atau aktris, yang tidak melekat, dan lain sebagainya. Contoh properti adalah tongkat, tas, topi, panah, pisau, dan lain sebagainya. Unsur Musikal Penggunaan musik dalam seni peran berfungsi sebagai penguat atau pembangun suasana di atas pentas. Musik juga dapat menyampaikan suasana hati tokoh dan menguatkan karakternya dalam pertunjukan tersebut. Unsur musikal itu dapat berupa musik langsung dalam pertunjukan teater maupun musik rekaman, efek audio, dan lain sebagainya.

Drama: Sejarah, Ciri-Ciri, dan Dramawan Pada Zaman Yunani Klasik

Karya Sastra adalah ciptaan manusia dari hasil pikirannya yang ia tuang kedalam tulisan. Karya sastra dibagi menjadi tiga, yaitu Puisi, Prosa, dan Drama. Ketiga jenis sastra ini berbeda dan mempunyai keunikan masing-masing baik dari segi penulisan, struktur, dsb. Pada pembahasan kali ini, saya akan mengangkat materi tentang drama. Mengapa demikian? Karena selain terkenal dengan seni pertunjukannya, drama terkenal dengan keterampilan berbahasa dan keterampilan dalam memerankan tokoh. Sebelumnya, saya akan menjelaskan mengenai apa yang disebut dengan drama? Drama, pasti tidak asing dengan seni pertunjukan yang satu ini. Nah, apa sih yang dimaksud dengan drama? Drama berasal dari bahasa Yunani yaitu “Dromai” yang mempunyai arti bertindak, berlaku, dan berbuat. Jadi, Drama adalah seni pertunjukan yang melibatkan seni musik, seni gerak, seni sastra dipadukan menjadi satu dan isi ceritanya menggambarkan kehidupan manusia dan alam di sekitarnya. Sejarah Drama Banyak karya dari Yunani klasik yang terkenal sampai sekarang , termasuk drama. Teater drama pertama kali digelar di Yunani sekitar 2.300 Tahun yang lalu. Seorang ahli teater yang bernama Jacob Soemardji mengatakan bahwa, teater yang ada di Yunani merupakan saksi sejarah dan peradaban Yunani yang sudah maju, salah satunya di bidang seni pertunjukan. Pada zaman Yunani klasik, ada ciri khas untuk bangunannya. Untuk bangunannya, teater di Yunani klasik biasanya tanpa atap, panggung pertunjukan berbentuk setengah lingkaran, dan tempat duduk penonton yang melengkung dan berundak-undak, disebut amphitheater. Pada tahun 600 SM ada festival yang diadakan untuk menghormati dewa anggur dan kesuburan yaitu Dyonsius. Festival tersebut berisikan nyanyian dan tarian. Kemudian di festival tersebut mengadakan sebuah sayembara pertunjukan, dimana tarian dan nyanyian digabung menjadi satu dan didasarkan pada sebuah cerita. Sayembara tersebut dilaksanakan di kota Athena. Pemenang sayembara pertama pada saat itu adalah Thespis, seorang penulis dan juga aktor yang berasal dari Yunani. Dia adalah tokoh yang pertama kali terkenal di dunia berkat sayembara tersebut. Pada masa itu, drama hanya dibedakan menjadi dua, yaitu drama tragedi dan komedi. Drama tragedi dikaitkan dengan upacara penyembahan kepada para dewa, dan disebut dengan drama tragedi. Kemudian drama tragedi ini mendapatkan makna lain, yaitu perjuangan manusia melawan nasib. Sedangkan drama komedi merupakan karikatur cerita genre tragedi dengan tujuan untuk menyindir penderitaan manusia. Drama komedi ini disebut juga kebalikan dari drama tragedi Perkembangan drama di Yunani mengalami puncak keemasan sekitar tahun 400 SM. Drama pada masa ini, masih diperuntukan sebagai upacara keagamaan. Upacara keagamaan ini terbuka untuk umum. Tempat pertunjukan yang terkenal di kota Athena adalah teater Dyonsius, yang terletak disamping bawah bukit Acropolis, yaitu pusat kuil di Athena. Berikut ini adalah ciri-ciri pementasan drama pada zaman Yunani klasik: Pementasan Drama berdurasi sekitar satu jam. Menggunakan Prolog yang cukup panjang. Tujuan dari pementasan drama adalah sebagai penyuci jiwa melalui rasa takut dan kasih sayang. Pementasan biaanya terdiri dari 3-5 babak yang diselingi dengan paduan suara. Di Yunani juga ada beberapa dramawan yang terkenal pada zaman itu, antara lain: 1.) Aeschylus (525 SM) Dia adalah orang yang pertama kali memperkenalkan tokoh protagonis dan antagonis. Atas jasanya, peran dalam drama menjadi lebih hidup. Drama dengan tiga babak yang pernah ia tulis adalah “Trilogi Oresteia” yang terdiri dari “Agamemmon”, “The Libatian Beavers”, dan “The Furies”. 2.) Schopocles (496-406 SM) karyanya yang terkenal, yaitu: “Oedipus Sang Raja”, “Antigone”. 3.) Euripides (486-406 SM) karya-karyanya yang terkenal, yaitu: “Medea”, “Hyppolitus”, “The Troyan Woman”, dan “Cyclops”. 4.) Aristhopanes (445-385) karyanya yang terkenal, yaitu “Lysistra”. 5.) Euripides karyanya yang berjudul “Frogs”. Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa, begitu majunya peradaban Yunani klasik dari berbagai hal seperti kemajuan teknologi, tata kota, bahkan dalam bidang karya sastra dan seni. Berbagai karya seni yang terkenal dari Yunani, bisa dilihat dari catatan para sejarawan, bisa dilihat dimusium, bahkan peninggalan-peninggalan yang masih kokoh sampai sekarang dan bisa kita lihat betapa majunya peradaban Yunani pada saat itu.